bagian satu : ikatan benang takdir

27 5 8
                                    

...

Suasana yang begitu cukup ramai disalah satu rumah sakit jiwa ternama di kota Tokyo. Rumah yang menampung mereka yang mengalami gangguan kejiwaan, entah karena faktor genetik, trauma atau bahkan kecelakaan. Bangunan yang ditakuti sebagian dari mereka yang melabeli dirinya dengan kata waras dan normal. Bangunan yang justru membuat Minami mengerti banyak pelajaran kehidupan yang tidak orang lain dapatkan.

Matanya menatap lurus pada para pasien kelas ringan dan sedang yang tengah melakukan olahraga pagi, mereka nampak semangat dan yang pasti sulit untuk diatur tentunya. Tapi, bukannya marah atau kesal para perawat pendamping itu malah tersenyum bahkan sering mereka tertawa saat mendengar para pasien bercerita atau berbuat hal yang tidak diduga. Ada yang usianya sudah menginjak usia renta, muda bahkan anak-anak. Dengan berbagai macam faktor penyebab, yang kadang membuat dirinya meringis dalam hati.

Dia kini beralih menatap kosong pada langit-langit ruangannya, ingatannya melayang pada kejadian beberapa tahun yang sudah sangat susah payah ia kubur. Pada bagian terdalam otaknya agar tidak bisa lagi mengingatnya dan bagian terasing hatinya agar ia tidak lagi merasakan luka lama. Tapi nyatanya ia tidak bisa, ia gagal untuk lupa. Semua kenangan buruk itu seolah bercokol secara permanen dalam pikirannya.

Tapi, kenangan buruk itu justru menjadi alasan terkuat kenapa dirinya bisa ada dititik ini. Andai bukan karena semua kenangan buruk dan menyakitkan itu mungkin dia tidak akan bertekad untuk menjadi dokter spesialis jiwa. Dan sekarang, disinilah dirinya. Dengan ruangan yang tidak terlalu besar, dengan cat didominasi oleh putih dan sedikit barang-barang. Dengan tumpukan laporan perkembangan kesembuhan para pasien yang dipegang. Dokter muda dengan karir cemerlang. Begitulah orang-orang memberinya sebuah julukan.

Matanya tertutup, kilas balik semua rentetan kejadian hidupnya yang menyedihkan kembali berputar. Bagaimana keluarganya yang saat itu bahagia tiba-tiba hancur berantakan entah karena sebab apa. Hingga kejadian demi kejadian yang membuat dirinya menjadi sebatang kara di dunia yang kejam ini. Luka abadi yang justru menjadi penyemangat untuknya bertahan dalam bantingan menyakitkan kehidupan. Mengenyahkan pikiran itu, dia membuang nafas kasar merapihkan bajunya yang kusut karena terlalu lama duduk. Hari ini dirinya mengambil cuti, merasa perlu menyegarkan diri atas kepenatan kegiatannya sehari-hari.

Dia mengambil sebuah Sling bag berwarna tosca dan menyampirkannya pada pundak yang tertutup Cardigan hitam. Dia merapikan tampilannya yang sedikit-banyak berantakan, merasa sudah enak dipandang ia bergegas membuka pintu ruangan pribadinya yang berbatasan langsung dengan halaman. Beberapa perawat dan pasien tersenyum kearahnya, dan dibalas dengan senyum manis miliknya. Sepertinya ia harus menyampaikan hasil laporan dari salah satu pasien yang baru datang kemarin pada dokter rumah sakit tempatnya berkerja sebelum benar-benar mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya.

Dia melangkah santai, sesekali melihat beberapa pasien yang memilih diam dikamar. Dulu saat pertama kali, dia pernah merasa menjadi seorang pengecut yang begitu takut pada orang-orang disini. Merasa dirinya adalah orang yang paling sehat, dan waras yang merasa bergaul bersama orang-orang yang mengidap hal istimewa seperti ini adalah hal tabu yang sangat dilarang. Hari ini, ia justru bahagia bisa bercengkrama dan bersua dengan mereka.

Tubuhnya berjengit kaget saat mendengar teriakan seorang perempuan dari ruangan khusus, suara yang sudah sangat ia hapal. Suara yang begitu memilukan, suara jeritan yang mengatakan tidak dan jangan. Hayashi Rin, gadis muda yang beda beberapa tahun dengannya. Gadis cantik yang justru harus kehilangan kewarasannya karena tindakan waras ayah kandungnya.

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang