03. GËNGSÏ

43 23 18
                                    

Udah vote? jangan lupa yaa!

Happy reading!♡

-mencintai itu mudah yang susah itu melupakan!-

⚬⚬⚬

"Bintang.." panggil Gara. Dia mendongak dan betapa terkejutnya saat melihat Gara di hadapannya

"Garaa.." lirih Dira. Lalu tak lama Dira berdehem pelan, memutuskan tatapan rindu itu dan beralih pada buku yg berada di lantai

"maaf ya gue ga liat lo" ucap Dira sambil mengambil buku yang berserakan, kegiatan nya tersebut di ikuti oleh Gara

"Iya, gue juga minta maaf" kini mereka sudah berdiri dengan tangan yg memegang buku masing masing, berjalan ke arah kasir dengan keadaan diam. Hening, tidak ada yg berbicara. Mungkin Gara tak betah jika harus berdiam seperti ini, maka dari itu dia berdehem.

"Lo...ngapain disini?" tanya Gara. Tenggara yang bodoh!

Dira yang mendengar pertanyaan tersebut, memutar bola matanya "Ya menurut lo, gue ngapain di sini?" bukannya menjawab Dira malah berbalik bertanya

Tenggara yang merasa bodoh akan pertanyaannya langsung menyengir kuda "Beli buku"

Akhirnya mereka keluar dari toko buku tersebut, ya setelah membayarnya.

"Gar!" panggil Dira melirik ke Gara sekilas

"Apa" sahut Gara, matanya menatap lurus ke depan

Dengan kegugupannya Dira bertanya "lo ke sini sendiri?"

"Sama Bunda, kenapa?" kali ini Gara membalas menatap Dira

"Bunda? emm...bu-bukan nya Bunda di bekasi?"

"Ga boleh emang Bunda gue main ke sini?" ucap Gara yang sedikit tajam itu lalu pergi dari hadapan Dira

Dira terkekeh melihat tingkah Gara "Lo ga berubah ya, masih aja sensi kalau gue ngomongin Bunda lo"

••DIRA POV••

Aku berjalan menuju tempat Mama dan Adik-ku berada. Cafe Tari. Aku akan kesana. Ahh.. aku masih gugup saat bertemu dengan Gara. Entah memang kebetulan atau memang Tuhan mengabulkan doa ku yang selama ini aku meminta untuk di pertemukan dengan dia. Yaa, sepertinya Tuhan yang mengabulkan doaku, kalau kebetulan itu memang karna izin Tuhan kan?.

Aku terkekeh kecil saat melihat Adik-ku merengek ingin di belikan handphone baru, padahal handphone nya baru 1 tahun ia beli. Aku dan adik-ku berbeda 5 tahun. Aku berumur 16 tahun, sedangkan dia berumur 11 tahun.

"Teteh aja yang minta di beliin handphone ngga di bolehin, apa lagi kamu Ra" ujar aku saat sudah di dekat meja Mama ku. Ya, memang kami keluarga umi -atau yg bisa di sebut nenek- Santi jika kakak perempuan di sebut Teteh dan yg laki laki di sebut Aa. Biasa orang sunda..

Lantas Mama--Dian dan Adikku--Zahra menengok ke arah ku. "Apaan sih Teh, ikut ikutan aja!" ucap Zahra, mendelik sebal

"Ya kamu ada ada aja, Ra. Hp baru beli setahun yang lalu, mau ganti aja. Liat nih Hp Dira udah tiga tahun, masih awet" ucap ku sambil memperlihatkan handphone milikku

Zahra menatapku dengan muka datar nya "Bukan awet, emang ga bolehin beli hp lagi kalau belum rusak!" Aku yang mendengarnya hanya menyengir kuda. Bener juga sih, haha. Belum sempat aku membalas ucapan adik-ku, seseorang sudah berjalan ke arah meja kami dan memanggil nama Mama ku

"Dian!" Aku,Mama dan Zahra menoleh ke arah suara. Sudah ada wanita seumuran Mam-- bilang ini mimpi!! Itu Bunda Lastri, Bunda nya Gara! Dan.. ia sedang Berjalan ke arah kami bersama adik Gara, dan Gara!!

𝐠𝐞𝐧𝐠𝐬𝐢 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang