Bagian 2

8 0 0
                                    

Oleh : Ning Yektih.

Siang itu matahari memancarkan sinarnya terasa membakar kulit, terik menyengat. Pekerja di dapur sibuk memasak tetapi tidaklah sesibuk jika masih pagi.

Handphone milik Adisty terlihat bergetar dan terdengar nada panggilan mengalun, Adisty melihat sebaris nama yang membuat tangannya cekatan menggeser tombol hijau ke sebelah kiri. Terdengar suara mbok Nah ketakutan.

"Bu, Mbak Dania ngamuk, semua barang - barang di kamar di acak - acak nggak karuan. Saya takut mendekati. Ini saya telpon lari ke tempat Mbak Las rumah sebelah,"jelas Mbok Nah dengan nada suara bergetar ketakutan.

Adisty tidak menjawab aduan dari Mbok Nah. Segera Ia langkahkan kaki lincahnya menuju parkiran motor. Dengan cekatan Adisty mengenakan helm juga sarung tangan. Kunci motor segera dia geser, tidak harus menunggu lama Adisty meninggalkan pelataran parkir toko tanpa meninggalkan pesan sedikitpun.

Selama perjalanan pikirannya mulai kacau. Wal hasil tidak begitu memerlukan waktu lama Adisty menempuh perjalanan untuk sampai ke rumah.   Sekitar 15 menit Adisty sudah memarkirkan motornya dihalaman rumah bercatorange.

Terlihat beberapa orang berdiri di depan pintu pagarnya. Adisty menghampiri salah seorang dari mereka yang dia tuakan, dialah Pak Santosa sebagai RT di kediaman Pak Angga suami Adisty.

"Maaf Pak RT, ini ada apa ya?"tanya Adisty penuh kebingungan menjajari di samping Pak RT.

"Mbak Dania melempari semua barang - barang di ruangan tamu,"jelas Pak Santosa,"coba Ibu masuk dulu, kita berada di belakang,tapi hati - hati Bu,"jelasnya lagi.

Tanpa pamit Adisty bergegas menggerakkan kedua kakinya menuju  teras rumah bertipe minimalis itu.

Dengan perlahan Adisty membuka daun pintu ruang tamu. Tanpa di sangka Adisty mendapatkan sambutan sebuah vas bunga melayang tepat mengenai pelipisnya. Seketika Adisty tumbang pacahan beling menancap di pelipis sebelah kanan darah mengucur deras membasahi wajahnya.

Dengan sigap Pak RT menangkap tubuh Adisty yang pingsan dengan bersimbah darah.

Sementara Dania masih meracau mengusir tetangganya. Dengan sigap tiga orang lelaki yang membersamai Pak Santosa mendapatkan lemparan barang dari Dania. Dengan sabar ke tiganya mendekati Dania yang tidak mengenali dirinya sendiri. Tidak membutuhkan waktu lama Dania mampu di lumpuhkan.

Tampak dia meronta, memohon untuk dilepaskan. Sambil berurai air mata Dania memaki semua yang disitu terutama Adisty. Sorot matanya tajam melihat Adisty yang masih belum sadarkan diri.

Dania untuk sementara diikat kedua tangan dan kakinya. Dia di dudukkan di kursi ruang tamu. Sementara Mbok Nah menghubungi Pak Angga.

Pak Santosa menghubungi Bu bidan Arsi yang berjarak tidak jauh dari rumah Adisty. Darah masih mengucur dari pelipis Adisty. Sementara ujung kerudung Adisty menjadi penahan agar darah tidak semakin banyak merembes.

Keadaan tampak kacau. Dania masih meracau karena dirinya terikat tak berdaya di kursi ruang tamu. Memohon untuk dilepaskan. Memaki semua yang ada. Yang telah membuatnya dirinya tersiksa.

Tampak Bu Bidan tergesa - gesa memarkirkan motor matic dinasnya. Segera menghampiri tubuh Adisty yang masih diam. Dengan pelan dia bersihkan luka di pelipis kanan Adisty. Terlihat luka yang menganga dengan darah yang terus mengalir.

Bu bidan Arsi menyematkan dua jahitan di luka Adisty. Dengan cekatan tangannya menutupi jahitan itu dengan perban putih yang sebelumnya sudah dilapisi dengan tetesan obat anti septik.

Perlahan Bu bidan memijit tangan Adisty, memperhatikan detak nadinya. Masih normal detak nadi Adisty, sepertinya cuma shock biasa.

Bu didan mengambil langkah untuk menyadarkan Adisty dari pingsannya dengan mengoleskan minyak kayu putih, di atas selembar kain kasa yang telah dilipat beberapa bagian.

Cerita dari Negeri LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang