Yachi POV
Suara decitan sepatu di lantai dan suara pukulan spike memenuhi gym Karasuno. Sedari tadi mataku terfokus pada satu orang. Siapa lagi jika bukan pemuda berpostur pendek bersurai sewarna langit senja itu ? Setiap kali dia tersenyum, rasanya seakan seluruh dunia ikut berbahagia. Dia selalu menularkan energi positif bagi siapapun yang berada di dekatnya, termasuk aku. Aku selalu ingin bersamanya, aku menyukai senyumannya itu, aku menyukai semangatnya itu.... dan....
"Yachi sannnn !!!" Aku tersentak di tempat ketika mendengar dia memanggilku. "Eh ? Eum... Hinata ? Ada apa ?" Aku begitu gugup dan tanpa sadar wajahku memerah saat melihat wajahnya. Ah, itu terjadi lagi. Jantungku berdegup cepat diluar batas normal setiap kali Hinata tersenyum. Di satu sisi aku merasa malu dan ingin kabur dari Hinata saat ini juga, namun di lain sisi aku malah ingin semakin dekat dengan Hinata. Ada apa denganku ? Sebenarnya aku ini kenapa ? "Besok, sehabis latihan, temui aku di halaman sekolah di bawah pohon sakura, ya !" Katanya riang. Eh ? Ada apa ? Mengapa dia mengajakku bertemu di bawah pohon sakura besok ? Apakah ia akan menyatakan cinta padaku ? Ya ampun, mengapa aku berpikiran sampai ke situ, sih ?! Memikirkannya saja sudah membuat pipiku memerah dan ingin menjerit entah mengapa.
"A... anu... me... mengapa besok ? Mengapa... ti.... tidak hari... ini ?" Sialan, kenapa wajahku begini, sih, saat bersama Hinata ? Dan mengapa jantungku harus berdebar kacau ?! Jika saja detak jantungku normal, mungkin aku bisa bicara dengan lebih tertata. "Cieeeee..... Yachi san salah tingkah, tuh !" Kudengar Noya-san meledek. "Cieee... cieee... jelas jelas lagi jatuh cinta itu mah." Timpal Tanaka. "Ng.... nggak, kok ! Aku nggak jatuh cinta !" Bantahku, namun entah mengapa hatiku berkata lain. Entah mengapa, aku malah suka dengan ledekan Noya-san dan Tanaka-san tadi. "Ya... tidak hari ini, karena hari ini aku mau nonton acara TV favoritku yang tayang nanti sore." Ujar Hinata, seolah tidak mendengarkan ledekan barusan. Lagi-lagi ia tersenyum. Duh, mengapa sih ia harus tersenyum padaku ? Lagi-lagi aku memalingkan wajahku yang memerah.
Jantungku berdebar-debar melihat senyum dan binar matanya itu, dan aku tidak tahu mengapa. Aku memang mengagumi sifatnya yang percaya diri dan energi positifnya itu, akan tetapi mengapa rasanya berbeda ? Sejak kapan rasa ini ada ? Selalu ingin bersama Hinata, namun saat mengobrol dengan Hinata malah aku tidak tahu harus bagaimana. Aku menyodorkan botol minum kuning untuk Hinata. Entah mengapa ada perasaan berbeda saat aku dan Hinata menggenggam botol yang sama.
"Pssssttt... Yachi san ! Bangun ! Kami sudah mau pulang !" Hinata mengguncang pelan tubuhku, membuatku seketika tersadar. "EH ?!" Astaga, wajahku kembali memerah dan debaran aneh itu kembali muncul saat menyadari Hinata yang membangunkanku. "Hinata, sebaiknya kau antar Yacchan pulang. Sudah malam dan pasti dia sangat kewalahan." Ujar Sugawara, lembut.
"Siap !" Hinata memeragakan pose hormat. Menggemaskan sekali. "Ayo, Yachi-san, pulang bersamaku." Hinata mengibaskan tangannya. Aku mengekor di belakangnya. Sekarang, kami berjalan berdua menyusuri halaman sekolah di bawah taburan bintang langit malam. Tanganku ingin meraih tangan Hinata, tapi aku malu. Entah mengapa aku sangat menikmati momen ini. Momen ketika aku hanya berdua dengan Hinata.
"Ayo, duduk." Hinata menepuk-nepuk boncengan sepedanya. Dengan ragu, aku naik ke atas boncengan sepeda. Hinata menggoes sepeda sementara tanganku berpegangan pada bagian belakang sepeda. Ada getaran yang tidak biasa menjalari darahku, seakan aku tidak ingin ini semua berakhir.
Tanganku yang menahan bagian belakang sepeda rasanya ingin sekali kulingkarkan pada pinggang Hinata, namun.... ah, apa-apaan itu ?! Memalukan sekali tiba-tiba memeluknya dari belakang. Aku terus menatap punggung Hinata yang rasanya nyaman sekali untuk dipeluk. Tiba-tiba saja, aku berharap suatu saat nanti bisa selalu memeluknya. Eh, apa-apaan itu ?! Ya ampun, pipiku jadi merah sendiri membayangkannya.
"Yachi san, kita sudah sampai." Ujar Hinata. Aku turun dari sepeda. "Em, Hinata, terima kasih, ya." Ujarku. "Iya, sama-sama. Besok jangan lupa, ya !" Kata Hinata bersemangat. "Tentu." Ujarku. Setelah berpamitan, aku pun memasuki rumahku.
Aku langsung melemparkan tubuhku ke atas ranjang setelah mengganti pakaian dengan piyama. Aku mengingat-ingat bagaimana tadi aku dan Hinata berboncengan sepeda. Aku tersenyum-senyum sendiri. Entah mengapa, mengingatnya saja membuatku merasa seperti ada ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perutku. Bagaimana Hinata tersenyum, dan.... ah ! Ya Tuhan, aku kenapa ? Membayangkan senyuman Hinata saja wajahku sudah memerah. Aku menutupi wajahku sendiri dengan bantal, tiba-tiba saja merasa malu padahal tidak ada siapapun kecuali aku di kamarku.
Sebenarnya aku ini kenapa, sih ? Aku tidak bisa tidur semalaman. Wajah manis Hinata terus menghiasi benakku, dan pada akhirnya membuatku malu sendiri. Aku benar-benar tidak sabar menunggu datangnya pagi hari. Aku ingin segera ke sekolah dan bertemu Hinata lagi. Tanpa sadar, aku tersenyum sendiri sepanjang malam membayangkan wajah Hinata. Kira-kira, apa yang akan disampaikannya padaku besok sore di bawah pohon sakura, ya ? Semoga bukan sesuatu yang buruk.
"Jadi begini, Yachi-san." Deg ! Jantungku berdebar-debar. Inilah saat yang kunanti-nanti. Saat ini, kami berada di bawah pohon sakura. Aku meremas ujung rokku kuat-kuat. Sebenarnya apa yang ingin Hinata katakan padaku ? "Em.... begini." Aku menggigit bibir bawahku. Cepat katakan, Hinata ! "Begini, se.... sebenarnya.... sebenarnya..... entah sejak kapan, aku.... sepertinya aku menyukaimu, Yachi-san." Deg !
Jantungku berlompat-lompatan. Kali ini rasanya benar-benar mau meledak. "Ja... jadi.... maukah kamu jadi pacarku ?" Aku mati-matian menahan jeritan kebahagiaan yang meledak-ledak dalam jiwaku. Wajahku semerah tomat, dan darahku berdesir hangat. "Se... sebenarnya.... aku juga menyukai Hinata sejak lama." Tunggu, apa yang baru saja kukatakan ?! Mengapa hal itu bisa keluar dari mulutku ? "Iya, aku mau jadi pacarmu." Kali ini wajahku semakin merah. Aku ingin menangis bahagia entah mengapa. "Mulai sekarang, panggil aku Sho Kun, ya ?" Hinata tersenyum, menggenggam tanganku. "Haik !" Kataku mantap.
"Cieeee.... Cieeeeee....... Ada yang udah jadian, nih !" Sebuah suara seketika merusak suasana romantis kami, membuatku kesal. "Traktir kami, dong, Hinata !" Sahut Noya-san dan Tanaka yang ternyata sedari tadi menguntit di belakang. Huh, merusak suasana saja. "Hahaha, siap ! Besok, ya !" Sahut Hinata. "Hitoka..." Aku tersentak saat Hinata memanggilku dengan nama depanku. "Makan es krim di kafe, yuk ?" Hinata tersenyum. Aku mengangguk malu-malu, menggenggam tangannya.
Sore ini, secara resmi seorang Hinata Shoyo telah menjadi milikku.Dan detik ini akhirnya aku tahu, bahwa aku.... sedang jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Love {COMPLETE}
FanfictionKetika seorang Hinata Shoyo yang dikenal sebagai matahari Karasuno terpaksa melepaskan semua mimpinya menjadi seorang atlet voli demi menjadi ayah bagi bayi yang sedang dikandung oleh Hitoka Yachi. Sanggupkah ia meninggalkan semua cita-citanya demi...