The Sinner

1.2K 107 0
                                    

Yachi POV

Sho-Kun memakai celana jeansnya setelah membantuku memakai kembali kaosku. Tubuhku berkeringat dan lemas. Aku sudah tak kuat lagi mendesah. Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa. Aku menatap spreiku yang ternodai bercak darah perawanku dan sperma Sho Kun. Ya, beberapa saat lalu, Sho Kun merenggut keperawananku. "Hitoka," Dengan napas terengah-engah, Sho Kun menatap mataku dan membelai pipiku. "Terima kasih." Dia tersenyum. Aku sangat menyukai senyum manis itu, tapi.... dia tersenyum karena sudah puas menodaiku ? Aku tertunduk.

"Jika aku hamil, bagaimana ?" Aku benar-benar cemas. Sudah berkali-kali aku melihat edukasi seks di sekolah, internet, dan iklan layanan masyarakat. Kehamilan adalah risiko utama hubungan seks pra nikah. Dan jika aku hamil, aku bukan hanya harus mengorbankan masa depanku, tetapi juga harus merelakan nyawaku demi anakku nanti. Tanpa sadar, setitik air mataku kembali jatuh.

"Tenanglah, jika hanya satu kali, tidak akan hamil. Itu yang kulihat di internet." Ah, inilah Sho Kun. Selalu optimis dan selalu percaya diri. "Aku yakin kita pasti akan baik-baik saja. Percayalah." Nada suara Sho Kun terdengar sangat optimis dan ceria seperti setiap kali dia membahas voli, begitu pula senyum manisnya. Akan tetapi, sorot matanya lain. Binar matanya itu seolah menyiratkan, bahwa secuil perasaan yang berbeda telah mengisi relung hatinya saat ini. Aku mengenali sorot mata itu. Apakah itu penyesalan ? Sedih ? Kecewa ?

Aku mengantar Sho Kun ke depan apartemenku. Aduh, sakit sekali saat berjalan. Aku berjalan dengan sangat hati-hati, karena sekarang sakit sekali kalau berjalan. Mungkin karena Sho Kun sudah merobek selaput daraku. Aku kembali tertunduk muram mengingat apa yang telah kulakukan dengan Sho Kun. Nikmat dan..... miris ? "Hitoka, kau tak perlu cemas. Tidak ada gunanya membuang-buang waktu dengan mencemaskan itu." Kata Sho Kun ceria.

"Soal hamil atau nggak, aku sudah pasti bertanggung jawab, Hitoka. Sekarang, kita harus fokus ujian dan bulan depan ada turnamen musim semi, bukan ?" Mudah sekali Sho Kun berkata demikian. Aku bukan tipikal orang yang cenderung cuek dengan permasalahan dan bisa optimis. "Terima kasih sudah mau mengajariku, Hitoka. Sampai ketemu besok di sekolah !" Pemuda bersurai jingga itu melambai dan meninggalkan apartemenku dengan sepedanya. Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh dalam diam.

Aku melemparkan tubuhku ke atas ranjang. Memoriku berputar, mengingat apa yang telah kulakukan bersama Sho Kun tadi. Sakit, nikmat, dan miris. Aku menatap bercak darah perawanku di sprei. Hingga detik ini, aku sama sekali tidak bisa memercayai bahwa seorang Hinata Shoyo yang lugu dan naif telah merenggut kesucianku dalam satu jam.

Bagaimana jika aku hamil ? Akan sangat sulit menyembunyikannya. Jika aku hamil, semua anggota klub voli dan teman-teman sekelasku akan tahu apa yang sudah kulakukan dengan Sho Kun. Mereka akan mengecapku sebagai gadis nakal. Aku dan Sho Kun akan dikeluarkan dari Karasuno, dan jika berita ini sampai tersebar, nama Karasuno akan tercemar hanya karena aku dan Sho Kun. Aku akan diusir ibuku dari rumah. Aku dan Sho Kun akan melepaskan semua mimpi kami demi mahkluk di perutku. Dan pada akhirnya, kami berakhir sebagai orangtua muda dengan reputasi buruk di seluruh Karasuno dan takkan pernah meraih mimpi kami.

Tanpa sadar, air mataku jatuh membasahi pipiku. Dosa. Dosa. Aku seorang pendosa. Aku tidak kuat membayangkan seluruh anggota tim kami mengetahui perbuatan kami dan akhirnya menjauhi kami. Aku tak kuat membayangkan aku harus meninggalkan sekolah demi melahirkan dan menyusui bayiku. Hitoka Yachi, mengapa kau begitu bodoh ?! Mengapa kau relakan semua ini atas nama cinta ?! Tak bisa kupungkiri, hingga detik ini pun, sekalipun Sho Kun telah menodaiku, aku masih sangat tulus mencintainya. Betapa bodohnya aku.

Hinata POV

"Aku pulang !" Sahutku. Aku melepas sepatu dan meletakkannya di rak. Sepertinya Ayah dan Ibu sedang keluar, sementara Natsu sedang tidur siang. Aku melangkah gontai ke kamarku. Sebersit perasaan aneh menjalariku, mengalir dalam darahku. Di satu sisi aku puas sudah berhasil memperawani Hitoka, namun di lain sisi, ada perasaan lain yang lebih besar.

Sesak. Sedih. Kecewa. Takut. Saat kulihat wajah cemas Hitoka yang takut dirinya hamil, saat itu pula semua perasaan bersalah menyergapku. Aku jahat. Aku lelaki jahat. Aku begitu jahat telah menodai wanita yang kucintai. Aku berusaha optimis Hitoka takkan hamil. Akan tetapi, meskipun tidak hamil, sama saja Hitoka sudah tidak suci lagi karena sudah kunodai, bukan ? Artinya, sama saja hamil atau pun tidak, aku sudah berbuat sangat kejam pada Hitoka.

Hinata Shoyo, mengapa kau jahat sekali, sih ?! Terlukis dalam benakku, sosok Hitoka yang menangis sendiri di kamar karena ulahku. Oh Tuhan, apakah Hitoka akan memaafkanku ? Apakah Hitoka masih menerimaku atas semua dosa yang telah kulakukan padanya ?

Jika Hitoka hamil, tamat sudah. Kami akan dikeluarkan dari Karasuno. Semua anggota tim akan mengetahui apa yang telah kami lakukan. Kami akan menikah dengan cara yang mengenaskan. Dan yang paling menakutkan, itu artinya aku harus melupakan semua mimpiku menjadi raksasa kecil demi menjadi ayah bagi bayi yang dikandung Hitoka.

Author POV

Keesokan paginya di sekolah, Hinata dan Yachi berpapasan di koridor. "Hitoka !" Sahut Hinata riang. "Semangat ujian, honey." Hinata tersenyum manis, membuat hati Yachi menghangat. Namun, ada yang berbeda dari nada suaranya. Hinata memang menyemangati Yachi, namun nada suaranya menyiratkan bahwa sesuatu di antara mereka telah berubah. Seolah saat ini, jarak mereka terpisah oleh dinding es tebal yang tidak dapat ditembus.

Bel berbunyi. "Aku harus ke kelas. Dadah, Hitoka !" Hinata dengan riang melambaikan tangannya dan berlari ke kelasnya. Yachi melambai, dan memasuki kelasnya. Sedari tadi, hati dan pikirannya benar-benar kacau. Semalam ia tak bisa fokus belajar lantaran perbuatan Hinata padanya terus mengusiknya dan sejuta skenario apabila dirinya hamil terus berputar di kepalanya. Lihat ? Setelah melakukan kesalahan besar pun, Hinata tetap berusaha menutupi penyesalannya dengan senyum ceria. Yachi tahu betul, meskipun tampak ceria Hinata pasti merasa bersalah.

Hari itu, baik Hinata maupun Yachi sama-sama tidak bisa fokus mengerjakan soal ujian. Rasa bersalah, penyesalan, dan kecemasan bercampur aduk menjadi satu dalam hati mereka. Sekeras apa pun usaha Hinata untuk tetap optimis, tetap saja perasaan bersalahnya lebih besar. Baik Hinata mau pun Yachi tidak tahu, bahwa hari itu, apa yang paling mereka takutkan sebenarnya sudah dimulai. Mahkluk hidup baru telah terbentuk di rahim seorang Hitoka Yachi.

Bersambung....

Maaf nih, ya, kalau ceritanya terkesan buru-buru, hehehe. Jadi di chapter ini author akan menggambarkan kondisi mentalnya Hinata sama Yachi setelah berbuat dosa. Bagaimana penyesalan mereka, rasa bersalah mereka, dan kekhawatiran mereka. Ingat ya teman-teman, janganlah mengorbakan mimpi-mimpi dan masa muda kalian hanya demi kenikmatan sesaat.

Jangan lupa vote dan komen !

Young Love {COMPLETE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang