Bab 5 (Dia Merubahku)

19 6 2
                                    



Kini aku, Fadli, dan Oli sudah berada di mobil menuju perjalanan pulang. Hingga sekarang pun aku masih memikirkan perkataan yang diucap oleh teman Fadli saat berada di coffee tadi.

“Kamu kenapa?” tanya Fadli tiba-tiba saja menggenggam tanganku, membuat aku terkejut.

“Hah? Em, eng-enggak. Enggak papa kok.” Aku mencoba untuk terlihat baik-baik saja di depan Fadli.

“Cerita aja.” Namun, sepertinya wajahku terlalu terlihat murung di mata Fadli, hingga Fadli tidak percaya begitu saja dengan ucapanku.

Aku menatap Fadli yang sedang fokus menyetir. Masih dengan menggenggam tanganku.

“Emang salah ya kalau aku temenan sama Oli?” tanyaku pada Fadli.

Fadli menatapku dengan tatapan merasa tidak enak dengan ucapan temannya saat berada di coffee.

“Siapa bilang salah?”

Aku tidak ingin menjawab pertanyaan Fadli, karena kurasa Fadli sudah mengetahui jawaban yang seharusnya kuberikan.

“Enggak salah, cuma terlihat lebih aneh saja. Ya, tapi 'kan itu menurut mereka. Menurut aku biasa saja. Apalagi anak indigo seperti kamu. Tidak dijadikan sebagai heran jika anak indigo memiliki teman seperti Oli,” jelas Fadli padaku.

“Lalu, kenapa teman kamu tadi bisa melihat Oli? Apa dia juga indigo?”

“Tidak, hanya saja ia bisa melihat sepertiku. Memiliki sedikit jiwa mata batin. Namun, tidak seperti anak indigo pada umumnya, yang bisa melihat apa pun yang akan terjadi beberapa jam yang akan datang pada keadaan,” jelas Fadli.

“Sungguh, aku takut. Dan aku tidak suka teman kamu tadi,” sahut Oli yang berada di belakangku.

“Sudah, tidak usah dipikirkan perihal tadi. Aku, selaku teman aku tadi minta maaf, karena udah menyinggung perasaan kamu tadi.”

Aku terdiam saat mendengar penjelasan dari Fadli. Namun, instingku kembali bangkit saat mengetahui Fadli bukanlah ingin mengantarku pulang, melainkan ke mall.

“Aku gak suka ke mall,” ujarku menatap nanar pada Fadli.

“Tapi aku ingin ke mall. Gimana?” jawab Fadli.

Sungguh, jawaban Fadli bukanlah jawaban yang aku inginkan. Aku tidak suka keramaian bukan? Sedangkan di mall? Ratusan orang bahkan ribuan. Aku tidak suka itu.

“Aku mau pulang,” ucapku beralih menatap ke sisi kiri jendela.

“Aku mau ngajak kamu ke mall, bukan ngajak kamu pulang. Jadi, duduk manis saja di situ sampai kita sampai, oke?”

Aku menyepitkan mataku menatap tidak suka pada Fadli.

“Serah!” ketusku pada Fadli.

Tidak butuh waktu lama, kami pun sampai.

“Aku lagi gak kepingin belanja,” ucapku kesal.

“Cobain yang ini deh,” pinta Fadli menyuruhku memakai baju gamis.

Aku tidak suka baju tertutup. Lagi pula aku tidak pernah memakai baju gamis seperti yang dipegang oleh Fadli. Sungguh tidak cocok dengan tubuhku.
Apalagi dengan hijabnya. Aku bahkan tidak tau cara memakai hijab tersebut.

“Fadli ....” Aku merengek pada Fadli, seperti seorang anak kecil yang sedang meminta dibelikan ice crem pada orang tuanya.

“Please,” lirih Fadli.

“Huff ....” Aku menghela nafas berat, lalu mengambil baju gamis tersebut.

Aku langsung menuju ke ruang ganti. Dan diikuti oleh pelayan tersebut. Saat sudah berada di dalam ruang ganti tersebut, aku langsung mencoba pakaian tertutup itu. Namun, aku bingung saat melihat hijab yang dipadukan dengan warna baju yang sedang kupakai sekarang. Pasalnya, jelbab ini tidak bisa langsung  dipakai dengan begitu saja. Aku melihat merek jilbab tersebut, AZHRA COLECTION.

“Ini cara pakainya gimana coba?” Aku bergumam bingung sambil memegang hijab tersebut.

“Biasanya, orang-orang memakai benda itu menggunakan jarum kecil yang warna-warni itu. Tapi aku tidak tau namanya apa,” sahut Oli yang berada di depanku.

“Hem ....” Aku menghela nafasku bingung.

“Oh ya aku tahu.”

“Apa?” tanya Oli.

Aku menondongkan kepalaku keluar dari ruang ganti tersebut, dan mencari pelayan yang tadi sempat mengantarkan aku ke ruang ganti tersebut.

“Mbak ....” Aku memanggil pelayan tersebut.

“Iya, ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan tersebut dengan wajah ramahnya.

“Sini deh Mbak.” Aku menautkan tanganku meminta agar pelayan tersebut menghampiriku.

Saat pelayan tersebut sudah sampai di depanku. Aku langsung menariknya ke dalam ruang ganti.

“Eh-eh ....” Pelayan tersebut terkejut dengan perlakuanku padanya.

“Mbak, ini cara pakainya gimana ya? Tolong ajarin saya dong Mbak. Hehe ....” Aku meminta pelayan tersebut mengajariku menggunakan hijab yang saat ini sedang  kupegang.

“Oh, haha ... saya kira ada apa Mbak.” Pelayan tersebut tertawa, membuat aku dan Oli menatapnya bingung.


'Ada yang salah kah?’ batinku menatap pelayan tersebut.

“Mungkin dia ---“ ucapan Oli terhenti kala pelayan tersebut mengambil hijab yang sedang kupegang.

“Jadi, hijab ini tuh hijab keluaran terbaru Mbak. Jadi, hijab ini tinggal dipakai begini saja. Gak usah pakai pentul atau bros pengait,” jelas pelayan tersebut memakaikan aku hijab tersebut dengan sangat simpel.

“Nah, coba sekarang Mbak lihat ke cermin,” pinta pelayan tersebut menunjuk ke arah cermin yang berada di belakangku.

“Oh ... jadi cara pakainya gini, saya kira gimana. Oh ya Mbak, makasih ya,” ucapku pada pelayan tersebut.

Memang benar, sangat simpel. Pelayan tersebut hanya melentangkan hijab tersebut di atas kepalaku. Lalu ia mengambil sisi kanan dan kiri hijab tersebut, dan menyilangnya ke arah bagian leherku.

 Lalu ia mengambil sisi kanan dan kiri hijab tersebut, dan menyilangnya ke arah bagian leherku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


‘Oh, jadi gini kalau aku pakai hijab.’

“Iya sama-sama. Oh ya, sudah selesai ‘kan? Mari kita keluar,” ajak pelayan tersebut, aku pun hanya mengangguk.

Aku, Oli dan pelayan tersebut keluar dari ruang ganti, dan menuju ke arah Fadli yang sedang duduk di sebuah sofa sambil memainkan ponselnya.

“Fadli, udah nih,” ucapku menatap Fadli.

Mendengar suaraku, Fadli pun mendongakkan kepalanya menatapku.

“Subahanallah ....”

Aku bingung saat mendengar Fadli mengucapkan kalimat Allah saat menatap ke arahku.


'Apa ada yang salah?’ batinku bingung.

“Fadli ...?” ucapku melambaikan tanganku di depan wajah Fadli.

Namun, tidak ada perubahan dari Fadli.

“Kenapa sih?”








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulu HalusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang