Ada yang mengatakan, bilamana rumah tak hanya semata-mata bangunan untuk ditempati. Rumah mempunyai makna yang mendalam jika ditelaah lebih jauh. Seringkali mereka mengartikan rumah sebagai suatu hal yang bisa menciptakan kenyamanan, kehangatan, dan kebahagiaan dalam hati.Jikalau demikianlah definisi rumah yang sesungguhnya, maka bangunan semegah dan semewah apapun tak bisa disebut sebagai rumah, bila hati tak mendapatkan rasa nyaman dan tentram saat berada didalamnya.
Sebaliknya, sebuah gubuk sederhana yang jauh dari kata mewah dapat bertukar menjadi 'rumah' jikalau perasaan tentram dan aman ada ketika berada disana.
Jadi dapat dikatakan, rumah bukanlah bangunan melainkan orang ada di dalamnya. Mereka yang kerap disebut sebagai keluarga, merekalah yang menciptakan kebahagian saat berada dirumah. Dimana kita akan merasa bebas tanpa takut akan ada bahaya atau petaka yang akan datang.
Namun sayangnya itu hal semacam itu tak pernah terjadi pada Jisoo. Tak ada yang namanya perasaan bahagia atau sekedar ketenangan saat berada dirumah. Yang didapati justru penderitaan yang sangat-amat menyiksa fisik serta batinnya.
Ia dididik untuk menjadi sempurna, padahal hakikatnya tak ada manusia yang sempurna dimuka bumi ini. Diharuskan melakukan segala sesuatu dengan prima, baik itu pendidikan, talenta, serta kelihaian dalam berolahraga, bahkan dalam berpenampilan pun ia selalu dituntut sempurna.
Pernah dulu sewaktu Jisoo gagal dalam melakukan salah satu tarian balet yang membuatnya mendapat hukuman cambuk dari sang ibu. Dan ia juga pernah kalah dalam pertandingan berkuda beberapa tahun lalu, tepat setelah pertandingan usai ayahnya langsung murka menghukumnya dengan berendam didalam kolam es yang membuatnya jatuh sakit.
Hukuman-hukuman seperti itulah yang membuat Jisoo tertekan hingga akhirnya ia terpaksa mahir dalam melakukan banyak hal. Tuntutan, paksaan, penyiksaan, hukuman, amukan, teriakan, amarah, dan diabaikan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Jisoo.
Tak ada yang namanya kebebasan, kebahagian, tawa bahagia, kasih sayang, dan perhatian dalam hidupnya, sehingga membuatnya menjadikannya sosok yang tegar dikarenakan keadaan.
Tok! Tok!
"Nona, waktunya untuk makan malam." tutur salah satu pelayan dari celah pintu kamarnya lalu menghilang setelahnya.
Jisoo yang semulanya sibuk bergulat dengan kuas dan kanvas itu dengan terpaksa menyudahi aktivitas melukisnya. Lalu beralih menuju almari baju guna memilih pakaian mana yang akan ia kenakan untuk menggantikan bajunya yang sudah penuh dengan noda cat.
Setelah beberapa kali netranya menyisir seluruh isi almari baju mewah miliknya, pilihan Jisoo pun jatuh pada gaun selutut berwarna merah tua.
Tak ingin berlama-lama karena Jisoo yakin kedua orangtuanya pasti sudah berada dimeja makan saat ini. Langsung saja gadis itu mengganti pakaian secepat kilat lalu sedikit membersihkan sisa-sisa cat yang menempel ditubuhnya.
Ketukan pintu kembali terdengar disusul dengan kemunculan Bibi Han selaku pelayan senior dirumah ini.
"Nona Jisoo, Nyonya dan Tuan sudah berada dimeja makan saat ini. Mereka menunggu kedatangan Nona." ujar wanita paruh baya itu lembut membuat Jisoo merasa bersalah.
Dari raut wajah Bibi Han, Jisoo bisa menerka kalau para pelayan pasti baru saja terkena percikan amarah dari sang ibu karena keterlambatannya.
"Aku sudah siap Bibi Han, mari turun."
Bibi Han hanya menganggukkan kepalanya lalu mempersilahkan Nona muda nya itu berjalan terlebih dahulu. Keduanya pun menuruni tangga kemudian melewati beberapa lorong hingga akhirnya tiba diruang makan. Bisa Jisoo lihat ayah dan ibu yang menyantap makanan dengan tenang, tapi terusik dengan kedatangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Psyche [𝐕𝐬𝐨𝐨]
Fiksyen PeminatKang Jisoo seorang gadis yang selalu terkurung oleh aturan - aturan keluarga membuatnya menjadi sosok yang kuat meski sebenarnya ia rapuh. Kehidupan cintanya pun tak berakhir bahagia, dipaksa menikah dengan Kim Seokjin yang membuatnya terikat seumu...