PROLOG

43 5 2
                                    

Wake up
Grab a brush and put a little (makeup)
Grab a brush and put a little
Hide the scars to fade away the (shakeup)
Hide the scars to fade away the
Why'd you leave the keys upon the table?
Here you go create another fable
You wanted to
Grab a brush and put a little makeup
You wanted to
Hide the scars to fade away the shakeup
You wanted to
Why'd you leave the keys upon the table?
You wanted to

      

Aku menyanyikan lagu milik System Of A Down di kamar sambil berjingkat-jingkat tidak tentu arah seperti orang kesetanan.

Kamarku berukuran 3x4 dengan warna dinding khas anak laki-laki remaja, yaitu hijau lumut yang dipadupandankan dengan warna krem. Jendela besar untuk masuknya pencahayaan sinar matahari pagi dengan sempurna yang terletak di seberang ranjang ukuran singel. Ada juga beberapa ornament dinding seperti bola kaki, bola basket, bola kasti dan bola volley.

Satu lukisan gitar, pun tak luput sebagai hiasan dinding di atas meja belajar yang minimalis. Di atasnya terdapat sebuah komputer dan laptop produksi Apple keluaran terbaru. Beberapa buku-buku pelajaran yang berjejer bersama komik One piece tersusun rapi diatas rak meja belajar.

Music rock yang menggema di dalam kamarnya bersumber dari DVD Blueray yang dilengkapi dengan speaker super bass, sekaligus bisa kugunakan untuk memainkan dua gitar, yakni gitarakustik dan gitar bass. Di atas meja blueray tergantung TV LED ukuran 32 inch.

Aku refleks menoleh saat music rock yang sedang mengalun tiba-tiba mati. Aku melihat ke arah meja DVD, mama telah berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan Si kembar Rani dan Rina yang mengekor di belakangnya.

 "Sudah setengah jam Mama ketuk pintu kamar kamu, tapi tidak ada sahutan," omel Mama disertai ketawa cekikikan dari Si kembar

"Ayo turun kita makan malam, sebentar lagi Papa pulang." Mama, pun membalikkan badannya, hendak keluar dari kamarku diikuti Si kembar yang mengejekku sambil menjulurkan lidah. Sepertinya mereka senang kakaknya kena omel Mama.

Aku mengejar Si kembar. Mereka berteriak ketakutan dan berlari keluar kamar. Mama berhenti di depan pintu. Aku pun, ikut berhenti.

 "Sadewa, kamu bau keringat banget! Sana ganti baju dulu! Lihat tuh baju kamu basah!" Mama menunjuk bajuku yang memang basah oleh keringat.

 Aku hanya nyengir dan membalikkan badanku menuju walk out closet yang terletak berdampingan dengan kamar mandi. Aku menghidupkan kembali musik kesukaanku yang tadi sempat terputus.

Aku adalah anak sulung dari 3 orang bersaudara, adik-adik kembarku Rani dan Rina baru berusia 8 tahun sedangkan aku berumur 17 tahun. Sedari kecil Papa selalu mengatakan bahwa aku lah penerus perusahaan Garment milik keluarga. Namun, aku masih belum ingin meneruskannya. Aku masih ingin menikmati masa mudaku dengan berkeliling dunia atau mendalami bakat musikku memainkan gitar akustik dan bass.

Kalova & SadewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang