3 - Udin oh Udin

88 7 0
                                    

Udin turun dari keretanya, membuka helmnya dan tersenyum pada teman-temannya, aku masih terkagum-kagum padanya, walaupun tidak menyabet gelar tercepat malam ini tapi dia adalah Runner Upnya, sementara Cowok dengan Ninja hijau adalah pemenang malam ini. Entah kenapa kulit kuning langsatnya terlihat sangat pucat malam ini, mungkin temaram lampu jalan yang berwarna kuning ini turut berkontribusi membuat wajahnya terlihat begitu. Kulihat teman-teman lelakinya sangat antusias mengerumuninya, sesekali mereka bercanda dan menjitak kepala udin dengan sayang. (Ada ya jitakan sayang?)

"Kalah kalah aja kau!, da capek-kapek kami datang rupanya cuma buat nengok kau kalah", kata ucup menyambut kedatangan Ajo yang tetap nyengir nggak tau diri.

"Hahaha, senang-senang aja nya kita disini lek, jangan serius kali", jawab Ajo seenaknya, sementara bercakap-cakap dengan Ucup, Ajo melirik Azri yang sedari tadi cuma bengong menatap sesuatu, kini Ajo tau siapa yang sedang diliat Arzi.

"Cantik ya?", tanya Ajo sambil menyenggol bahu Arzi.

"Ha? apanya maksudmu geng?", Arzi yang kepergok jadi salah tingkah.

"Cewek itu lah, yang juara dua tadi kan?", Ajo menunjuk Udin dengan dagunya.

"Kenal kau Jo?", tanya Arzi penasaran, kini wajahnya menatap Ajo serius.

"Kenal lah, adek kesayangan kami tu", jawab Ajo bangga.

"Uda lama dia ga datang kesini, heran jugak aku tadi tiba-tiba dia datang, kau kenal juga rupanya?", sambung Ajo setengah melamun, entah apa yang membuatnya bengong gitu, ternyata dia lumayan kenal sama Udin.

"Hah, gak kenal lek, cuma ada kejadian seminggu yang lalu, pas abis ujan baday itu la", Arzi menceritakan kronologis pertama kali dia melihat Udin.

"Kuikuti dia sampe ke laundry, kayaknya dia ngantar kue kesitu, rencananya mau ku-pukol-kan sekali, eh rupanya dia perempuan, gak jadi lah", penjelasan Arzi membuat Ajo manggut-manggut.

Percakapan kami terhenti ketika kericuhan mulai terjadi di pinggir jalan tempat kereta-kerata balap tadi parkir. Orang-orang yang tadinya berserakan tiba-tiba mengerubuti satu titik dengan penasaran, kebanyakan dari wajah-wajah mereka menunjukkan kekhawatiran dan rasa iba. Ada apa? Aku dan Ucup mengikut Ajo yang tampak benar-benar khawatir.

"Jo kenapa?", Arzi menepuk pundak Ajo dan merasakan sekujur tubuh Ajo menegang. Azri mengulurkan lehernya ingin melihat sesuatu yang sedang dikerubuti orang-orang ini. Dan dia ikut-ikutan terpaku melihat sesorang yang sedang tergolek diatas aspal, seorang cewek memangku kepalanya sambil menepuk-nepuk pipinya dengan lembut.

"Din bangun DIn, jangin gini la sob", kata cewek itu lirih, mukanya menyiratkan kesedihan.

Entah malaikat apa yang merasuki Arzi, dia segera melangkah lalu mengangkat tubuh pingsan Udin kedalam gendongannya lalu membawanya ke mobil. Cewek yang memangku Udin tadi ikut berdiri dan mengekori Arzi kemobilnya.

"Dimana rumahnya?" tanya Arzi datar kepada cewek tadi.

"Jalan Kasuari nomor 104", jawabnya yang kini tengah memangku kepala Udin di Jok belakang mobil Arzi.

"Urus keretanya ya Jo, aku ngantar dia dulu", Ajo yang kaget melihat sikap sok pahlawan Arzi hanya mengangguk.

"Jaga dia ya Zi?", kata Ajo, Ucup dan Arzi dan dua orang cewek tadi pun melaju menuju rumah Udin.

"Dia kenapa?, oh iya aku Arzi, ini Yusuf", kata Arzi sambil memperkenalkan diri.

"Nova dan ini Dini", jawab cewek tadi sambil memperkenalkan diri juga. "Dia masih trauma zi, sebenarnya udah lumayan lama kejadian itu, tapi dia tetap gemetaran kalo mengingatnya, bahkan bisa jatuh pingsan kayak gini", kata Nova seolah-olah Arzi dan Ucup tau kejadian aja.

"Hmmm maksud aku, tujuh bulan yang lalu ada dua orang yang meninggal disana kecelakaan, klen tau sendiri lah resikonya balap liar, dan salah satunya adalah gebetan Dini, cinta terpendamnya gitu lah",penjelasan Nova membuat Arzi dan Ucup pandang-pandangan penuh arti.

"Oh", hanya itu yang bisa keluar dari mulut Arzi, entah kenapa hatinya sakit mendengar penyebab cewek yang ternyata bernama Dini itu pingsan, ada rasa nggak suka yang aneh.

"Itu rumahnya yang bercat kuning pucat",Arzi memperlambat laju mobilnya dan berhenti tepat didepan rumah yang dimaksud Nova. Arzi menggendong Dini yang belum sadar, kepala Dini disandarkan di leher Arzi. Rumah bergaya minimalis dan sangat sunyi, batin Arzi. Nova seperti meraba-raba sesuatu di ventilasi atas pintu rumah Dini, setelah menemukannya dia lansung mendorongnya kelubang pintu lalu membukanya.

"Tidurin disini aja", kata Nova sambil membuka sebuah kamar bercat abu-abu, sangat tidak khas cewek. Arzi membaringkan tubuh Dini di kasur ber ukuran 3 kaki yang spreinya berlogo bendera Intermilan,ternyata dia Internisti juga, Arzi mengulum senyum sambil melihat interior kamar Dini, ada sebuah pigura diatas meja belajarnya, berisi foto Dini bersama seorang cowok, tapi Dini disini berambut panjang dan kelihatan feminine, berbeda dengan Dini yang sedang pingsan. Dan yang membuat perasan aneh kembali menjalari Arzi adalah lengan cowok di foto itu sedang memeluk pinggang Dini dengan posesif.

"Itu Gilang, yang tadi aku ceritain, udah meninggal tujuh bulan yang lalu", Nova menginterupsi pengamatan Arzi, dia hanya tersenyum pahit dan melangkah keluar kamar bersama Ucup.

"Oke, kami pulang dulu ya Nov, tolong jaga Udin", kata-kata Arzi membuat Nova melongo.

"Maksudnya Dini", sambung Ucup sambil nyengir.

"Oke, makasi udah baek kali mau nganterin Dini pulang, kawan-kawanku tadi kebetulan nggak ada yang bawa mobil", kata Nova tulus.

"Nyantai aja Nov", kata Arzi tersenyum, senyumannya membuat jantung Nova kacau balau. Ahh koq ada cowok ganteng dan baik kayak gini sih, katanya dalam hati.

Cinta Sikit-SikitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang