B1
Hari mulai gelap saat gulungan ombak terdengar menyapu hingga ke permukaan. Meski tidak begitu terlihat pohon-pohon tinggi menjulang masih dapat kekunali sebelum memasuki pemukiman penduduk. Lampu-lampu mulai menyala, disepanjang jalan banyak tanaman bunga yang mulai bermekaran, aromanya begitu menenangkan.
Memasuki kota Ampana aku sudah merasakan setengah hatiku mulai berkhianat. Kenangan demi kenangan mulai menyusup satu persatu di kepalaku tanpa permisi. Menerobosku tanpa ampun hingga rasanya sulit untuk bernapas selayaknya. Kami hanya butuh setidaknya 20 menit sebelum akhirnya sampai di cottage mas Aji. Kata kak Kenang, tidak sulit menemukannya. Karena cottage di Ampana bisa dihitung jari.
Aku meneliti tempat ini yang dikekeliling pagar dari batang kelapa. Dipintu masuk tadi ada seorang penjaga yang langsung menuntun kami agar memarkir mobil lebih dekat ke pondok peristirahatan. " Ras, kamu turunin barang -barang, aku cari keberadaan Mas Aji dulu, dia mungkin udah nunggu kita."
Emang dia tahu, kakak datangnya nggak sendiri?" tanyaku pada akhirnya. "Nggak juga sih, kakak nggak sempat bilang secara langsung kalo kamu ikut juga, kenapa? Udah kangen banget ya?' " Ye.kakak tuh yang kangen sama Bang Dirman, pake nuduh aku segala." "sstt.udah.. kamu jangan singgung nama dia. Kita anggap dia udah gak ada sekarang. Kakak udah lama gak liburan. Malam aja indah ya Ras, gimana kalau pagi, udah ya, kakak cari mas Aji dulu." Aku melihat ayunan langkah kak Kenang menjauh. Batu batu kerikil yang memenuhi jalanan meninggalkan bunyi pada setiap ayunan langkahnya.
Suaranya hampir senada dengan gemuruh di dadaku. Sekilas aku memandangi beberapa rumah kayu yang berjejer disepanjang pantai. Meski gelap
Tapi cahaya rembulan begitu terang. Segera setelah semua barang diturunkan, aku mengucapkan terimakasih pada pemilik angkutan yang mengantar kami dari bandara Palu hingga ke Ampana. Beberapa menit kemudian aku mengenal bayangan kakakku Kenang sedang berjalan bersama seorang pria disebelahnya. Mereka terlihat bercerita akrab dan aku bahkan tidak berani melihatnya dengan jelas. Aku sengaja memegang blackberryku saat merasakan mereka mulai mendekat padaku dan berbasa basi pada pak sopir. Sekedar informasi nama bapak yang mengemudi adalah Sopiruddin.
"Pak Sopir, makasih yah."
"Baik bu, sa permisi dulu lea. Harus cepat bale biar dapat riki lewat kebun kopi sebelum tengah malam dan."
" lya, Pak. Hati-hati ya," kata Kenang menjawab.
Aku melihat kak Kenang mengambil koper dan juga barangnya. Awalnya aku sedikit heran tiap kalimat yang diucapkan pak sopir, selalu berakhiran dan, misal : iya dan, mana dan, saya dan, dan lain sebagainya.tapi belakangan aku mulai menikmati dialek yang digunakannya. Aku mengikuti dengan membawa koper dan tas ranselku.
Tidak banyak yang kubawa karena kak Kenang sudah lebih dahulu mewanti untuk tidak membawa barang banyak selain benda berharga dari rumah bang Dirman. Aku melihat pria disamping kak Kenang membantunya membawa koper dan melanjutkan pembicaraan mereka. Sedangkan aku hanya bisa mengikuti dari belakang dan sesekali mencuri dengar.
"Mas Aji, jumlah rumah-rumahan kayu ini ada berapa sih?"
"Baru Sembilan pondok yang sering dipake. Selebihnya masih ngumpulin modal dulu buat beli kayunya."
"Kok bisa ya, mas Aji nemu ide bangun gini di tempat in sih?
"Besok aja ceritanya, kamu bersih-bersih dulu terus ikut makan. Tempatku pas disebelahmu, kalau butuh apa-apa teriak atau nelpon aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your wife
RomanceTentang cinta yang tak biasa. Tentang seorang Kenang yang harus tabah menghadapi badai rumah tangga. Dan tentang Dirman dengan segenap cinta yang dia punya. Dan tentang adiknya Laras dengan cinta masa kecilnya. Cinta yang di rawat dalam diam dan m...