27

11.2K 1.8K 107
                                    

Jumat (21.55), 23 Oktober 2020

Belum sebulan kok.... #kaburrrrrr 

----------------------------

Usai John menelepon, Zie langsung menghubungi nomor Leon yang lain. Sama seperti Zie yang memiliki nomor khusus yang hanya diketahui Leon dan orang-orang di bisnis dunia malamnya, Leon juga punya. Bedanya, sejauh yang Zie tahu, nomor ini hanya diketahui Zie seorang. Leon tak pernah memberitahukannya pada orang lain. Tapi Zie tidak terlalu yakin juga. Mereka sempat berpisah dua tahun lamanya. Dan selama itu, Zie sama sekali tak tahu apa yang dilakukan Leon.

Setelah dua deringan, telepon Zie langsung diterima. Suara Leon yang familiar terdengar bertanya dari seberang sana, entah di manapun lelaki itu kini berada.

"Zie, ada apa?"

"Astaga, Leon! Kau ke mana saja?" Zie tak memedulikan nadanya yang seperti memarahi anak kecil. "John sudah berusaha menghubungimu. Perusahaan kalian sedang mengalami krisis. Kata John salah satu lahan yang kalian beli ternyata menggunakan dokumen palsu padahal sudah dilakukan proses pembangunan. Jadi intinya selain menghadapi tuntutan dari pemilik lahan yang asli, kalian mengalami kerugian besar."

Hening. Zie bisa membayangkan betapa kagetnya Leon.

"Kau dengar aku tidak sih? Situasinya benar-benar kacau. John membutuhkanmu."

"Baiklah, aku segera ke sana."

Hanya itu yang dikatakan Leon sebelum dia memutus sambungan telepon.

Sejenak Zie mengerutkan kening. Apa Leon yang mengurus proses kerjasama lahan yang bermasalah ini? Jika iya, Leon tidak akan bisa melepaskan diri dari rasa bersalah dan akan menebusnya dengan menyusahkan diri sendiri. Sepertinya Zie harus terlibat.

Zie meletakkan ponselnya di meja nakas samping ranjang lalu berbaring di sisi baby Bo yang berbaring telungkup dengan wajah menghadap ke arah Zie. Pipi tebalnya tertindih seperti adonan kenyal yang ditekan. Sementara bibirnya yang mungil terbuka hingga membuat liurnya menetes membasahi sprei.

Zie tersenyum geli melihat itu. Dadanya sesak penuh rasa bangga dan sayang khas orang tua. Jemarinya terangkat lalu ia belai lembut pipi baby Bo.

"Kita harus bantu papa menyelesaikan masalah ya, Bo. Kau setuju tidak?"

Tentu saja tak ada jawaban. Mata hitam pekat itu masih tertutup rapat. Senyum Zie kian merekah. Ia mengecup lembut pipi baby Bo lalu memejamkan mata sambil merangkul tubuh mungil itu.

Entah seperti apa kehidupan mereka berikutnya. Entah apa yang akan mereka temui. Yang jelas, Zie mensyukuri hari ini bisa memeluk putranya tanpa beban.

***

"Dijual? Semua?"

Di seberang sana, Leon terdengar tak percaya dengan usulan Zie. Wajar saja. Leon tahu semua tempat usaha itu dibangun Zie dengan susah payah dan penuh kebanggaan. Dan tiap tempat memiliki kenangan yang tak terlupakan.

"Apa kau menyukainya? Ingin terus mengurus semua night club itu?"

"Hmm, tidak juga sih. Aku lebih suka bisnisku dengan John. Aku merawat dan mengurus tempat-tempat usaha itu untukmu."

Zie tersenyum. Jika Leon berkata iya, dengan senang hati dia akan menyerahkan semua night club itu secara cuma-cuma. Apalagi saat Zie memutuskan pergi dua tahun lalu, Leon telah mengambil alih tanggung jawabnya untuk mengurus tempat itu. Tapi jawaban Leon membuat Zie semakin yakin dengan keputusannya. Walau salah satu night club amat berkesan di hati Zie karena di sanalah pertama kali dia bertemu John, tapi Zie tidak akan menyesal atas pilihannya hari ini.

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang