Sahabat Jadi Cinta
Seharusnya hari ini menjadi hari paling bahagia bagiku. Menyalami rektor dan menerima secarik kertas bertuliskan kata lulus di atasnya. Serta tersenyum membalas ucapan selamat dari kawan-kawan. Seharusnya aku juga bisa ikut merasakan menyemarakkan aura arak-arakan yang begitu meriah. Seharusnya aku bisa ikut serta mengumandangkan yel-yel himpunan sambil mengepalkan tangan tinggi-tinggi. Sayang sekali, ternyata semua itu belum berhasil menyisipkan kata bahagia untukku.
Sekarang dari jauh, aku menatap, hanya dia yang kini sedang tersenyum lebar atas semua pencapaiannya. Lulus dengan nilai memuaskan dan langsung mendapat studi master di Jerman. Ia bersorak, berjingkat, menebarkan seluruh bentuk kebahagiaannya untuk semua orang di kampus ini. Ternyata waktu berlalu begitu cepat, tiga tahun sudah aku dan dia berhasil melewati semua naik-turunnya belajar bersama di jurusan ini.
"Joanna!" Aku tentu langsung tersadar kala Arsen memanggil namaku.
Sapaan itu mengingatkanku waktu di mana pertama kali ia memanggilku. Saat itu, pertama kalinya aku hadir di acara angkatan dan belum mengenal siapa-siapa. Iya, teman-teman tahun pertamaku tidak ada yang masuk ke jurusan ini. Aku benar-benar sendirian. Sampai akhirnya Arsen menyapaku duluan. Dan dia menjadi orang pertama yang mengajakku mengobrol di acara itu. Kami banyak mengobrol soal topik-topik yang kebetulan kami sama-sama suka. Yaitu soal buku, terutama buku-buku fiksi.
"Gue nggak nyangka lo suka buku-bukunya Dee." Setelah mengobrol banyak, aku mengetahui bahwa penulis kesukaannya adalah Dee. Iya, dia penulis favoritku juga.
"Kenapa nggak nyangka? Tiap buku Dee itu seperti ada aura magisnya," jelasnya ikut bersemangat memuji buku-buku milik Dee.
"Buku favorit lo apa? Bentar-bentar kita sebut bareng-bareng ya. 1... 2... 3..."
"Perahu Kertas!" Aku dan Arsen menyebut judul buku favorit kami bersamaan. Lucunya, kami menyebut judul yang sama. Kami berdua terkekeh. Dan obrolan kami berlanjut seterusnya dan seterusnya.
"Kenapa Sen?" Aku dapat melihat Arsen yang berusaha mendekatiku. Aku berbicara sekencang mungkin agar terdengar di tengah riuhnya massa yang sedang melakukan arak-arakan.
Arsen berjalan semakin dekat ke arahku. Setelah dia sudah berdiri di hadapanku, ia menarik tanganku. Ia berusaha agar tubuhku menjadi dekat dengannya. Merangkul bahuku tiba-tiba dan mengarahkan kamera HPnya untuk mengambil foto kami berdua. "Harus ada foto bareng dong di hari kelulusan kita!"
"Gue belum siap anjir!" Aku meninju bahu kanannya pelan. Ia kemudian tertawa.
"Maaf-maaf, gue panggil LO gue dulu, biar dia yang motion kita." Arsen pergi lagi untuk mencari LO-nya.
Aku tersenyum simpul. Aku ingat sekali bahwa foto pertamaku dan Arsen adalah foto tugas orientasi jurusan untuk mengenal satu angkatan. Ya saat itu kami ditugaskan untuk bisa mengenal satu Angkatan, buktinya ya dengan melakukan foto bersama. Kemudian aku melayangkan ingatanku tiga tahun ke belakang.
"Jo, kita udah wawancara belum sih?" tanyanya waktu kami sedang makan bersama di Upnormal usai melaksanakan rangkaian acara orientasi hari pertama.
"Belum lah, kan lo sendiri yang bilang santai aja kita."
"Yaudah kalau gitu sekarang aja. Yuk?"
Malam itu, bertemankan mie rebus dan telur mata sapi, kami saling melempar pertanyaan untuk saling mengenal. Dari pada saling menjawab, kami lebih banyak saling mengejek akan jawaban yang kami lontarkan. Tak henti-hentinya malam itu penuh dengan canda tawa.
Mengenal angkatanku, juga mengenal Arsen, adalah hal yang tidak pernah aku sesali dalam hidup. Aku punya lingkar pertemanan yang lain, tapi berteman dengan Arsen rasanya berbeda. Berteman dengannya ternyata menimbulkan perasaan-perasaan berbeda yang belum pernah kurasakan selama berteman dengan beberapa orang.
Setiap malam, ruang chat-ku dipenuhi oleh Arsen, walau hanya sekadar pertanyaan tidak penting seperti "Jo udah pulang?" atau pertanyaan klise seperti, "Jo udah makan?" rasanya kalau sama Arsen, tidak ada topik yang habis.
Apabila ada acara kampus hingga malam, Arsen selalu bersedia mengosongkan motornya untuk mengantarku pulang. Perbuatan-perbuatan kecil yang banyak temanku juga lakukan, tapi dengan Arsen, lagi-lagi rasanya bisa berbeda.
Ketika itu aku dan beberapa teman cewek sedang makan bersama, hanya Arsen, teman laki-lakiku yang bisa dengan mudahnya berbaur. Ia mudah sekali berbaur dengan lingkar pertemananku yang mana isinya semua cewek. Sikap ramahnya dan topik-topik yang ia berikan selalu membuat kami semua nyaman berlama-lama berbicara dengannya.
Melalui setiap semester di jurusan ini rasanya cepat sekali. Sangat-sangat tidak terasa karena Arsen selalu bersedia membantuku belajar, apalagi bila otakku rasanya sudah ingin pecah. Tak bosan-bosan ia memberikan kalimat-kalimat yang bisa membangkitkan motivasiku lagi.
Semua hal kecil itu yang akhirnya berhasil perlahan memunculkan perasaan tak karuan terhadap Arsen. Perasaan yang kata orang adalah perasaan berlebih untuk sebuah pertemanan. Perasaan yang selalu diwanti-wanti akan tumbuh di antara pertemanan cewek-cowok. Tentu saja berkali-kali aku mencoba untuk menyangkal. Aku pikir itu perasaan nyaman belaka.
Namun, benar kata orang, kita tidak akan bisa membohongi perasaan sendiri. Pada akhirnya aku mengakui, mungkin aku menyukai Arsen. Dan di lubuk hati paling dalam aku berkata, "Mungkin Arsen juga menyukaiku."
Aku tidak pernah bilang pada Arsen. Aku hanya cukup meyakini bahwa Arsen adalah orang satu-satunya untukku. Apabila ada waktu, suatu saat perasaan ini akan meluap juga. Aku terus meyakini hingga sisa kehidupanku seperti berjalan di atas awan. Sejuk, dan selalu memlukiskan senyuman.
Sayangnya, tidak butuh waktu lama perasaan melambung tinggi itu patah. Perasaan yang telah aku simpan baik-baik itu remuk hanya karena satu kalimat Arsen yang dilontarkan padaku kepadaku.
"Lo emang sahabat terbaik yang gue punya Jo."
Kalimat itu ia lontarkan karena kehadiranku di saat waktu-waktu kesedihannya. Belakangan aku tahu, Arsen memang sedang patah hati. Sudah bertahun-tahun ia menyimpan rasa suka pada cewek ini. Cewek yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Tapi aku cukup tahu bahwa Arsen sangat menyukainya.
Waktu itu aku membalasnya dengan tersenyum. Senyum bangga bahwa aku bisa menjadi sahabat yang baik untuknya. Senyum haru karena kehadiranku bisa menjadi hal yang berarti untuknya. Namun, nyatanya di sisi lain dari tubuhku seolah meronta tidak terima. Seakan jantungkan berhenti untuk sejenak dan seluruh tubuhku merinding. Merasa kekurangan asupan oksigen, bahkan mataku sudah tak ingin menjatuhkan cairan beningnya. Kenyataan itu tidak hanya merusak, tidak hanya melukai. Kenyataan itu seolah memadamkan seluruh emosi yang kurasakan. Ya, kenyataan bahwa aku, Joanna hanya akan menjadi sahabat baik Arsen.
Arsen tidak pernah tahu perasaanku. Dan akan kupastikan tidak akan pernah kubiarkan dia tahu soal perasaan ini. Bagaimana mungkin aku mengorbankan hubungan baik ini hanya karena perasaan egois yang kurasakan. Tidak, aku tidak akan pernah bilang padanya. Bahkan hingga saat ini, hingga hari kelulusan kami dan hingga kenyataan bahwa Arsen akan melanjutkan studinya ke luar negeri. Tidak apa-apa. Karena aku tahu, hingga saat ini Arsen selalu bahagia, dan ada aku dalam kebahagiaannya, sebagai sahabatnya.
~Life in Melody~
Ini pendek banget emang iya wkwkwk soalnya hasil gabut malem2 oiya inituh lagunya zigaz tapi dinyanyikan lagi sama Mike Mohede, di mulmed yang veri Mike ya
Zigaz - Sahabat Jadi Cinta
Bulan terdampar di pelataran
Hati yang temaram
Matamu juga mata-mataku
Ada hasrat yang mungkin terlarangSatu kata yang sulit terucap
Hingga batinku tersiksa
Tuhan tolong aku jelaskanlah
Perasaanku berubah jadi cintaTak bisa hatiku menafikkan cinta
Karena cinta tersirat bukan tersurat
Meski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnyaKudapati diri makin tersesat
Saat kita bersama
Desah napas yang tak bisa dusta
Persahabatan berubah jadi cintaTak bisa hatiku menafikkan cinta
Karena cinta tersirat bukan tersurat
Meski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnyaApa yang kita kini tengah rasakan
Mengapa tak kita coba 'tuk satukan
Mungkin cobaan untuk persahabatan
Atau mungkin sebuah takdir TuhanTak bisa hatiku menafikkan cinta
Karena cinta tersirat bukan tersurat
Meski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnyaApa yang kita kini tengah rasakan
Mengapa tak kita coba 'tuk satukan
Mungkin cobaan untuk persahabatan
Atau mungkin sebuah takdir TuhanMeski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnya
Mungkin cobaan untuk persahabatan
Atau mungkin sebuah takdir Tuhan
KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Melody
Short StorySetiap lagu pasti ada cerita, setiap nada pasti ada rasa. Maka, ini adalah ceritaku dari setiap alunan melodi yang kudengar.