Part 2 - siapa dia?

220K 7.8K 678
                                    

Langit kembali gelap, hujan sepertinya akan turun kembali. Bola  mataku kembali ku alihkan keluar jendela. Bayangan laki-laki tadi tidak bisa kusingkirkan begitu saja, tersanggut disisi hatiku. Aku tidak tau kenapa perasaanku menjadi seperti ini pada laki-laki yang pertama kali kutemui.

Selama ini aku cukup pintar untuk tidak terjebak dalam hubungan asmara. Menyukai atau jatuh cinta memang pernah  kurasakan walau tidak sampai menjalin ikatan tapi kejadian tadi sangat berbeda dengan yang pernah kualami sebelumnya. Sorot tajam itu mampu menghancurkan benteng pertahananku.

"Kenapa kak, lagi jatuh cinta ya?" tebak laki-laki yang menjemputku tadi.

Mataku mendelik sebal. "Berisik anak kecil. Jangan pernah mengulangi hal seperti tadi. Kamu senang ya orang-orang menggosipkan yang tidak-tidak tentang kakak."

Seringai licik Barra keluar. "Biar saja selama itu bisa menjauhkan kak Dara dari laki-laki. Tugas Barra hanya memastikan kejadian yang di alami tante Andara tidak terulang pada kakak."

Pandanganku beralih keluar jendela. "Tenang saja, kakak masih mampu membedakan orang yang benar-benar tulus atau hanya memanfaatkan. Kamu sedang apa disini?"

Barra kembali  serius, fokus pada jalanan. Sosoknya saat ini terlihat menarik. "Ada tugas kuliah, kebetulan sebelum pulang Barra memang sengaja mau ketemu sama kakak. Ini buat kak Dara."

Tanganku meraih amplop yang di sodorkannya. "Ini apa Bar?"

"Sedikit rezeki buat kakak. Hasil dari proyek yang baru selesai. Tidak perlu sungkan, ambil saja. Barra tau pasti berat tinggal jauh dari orang tua."

Senyumku berubah lirih. "Kamu sendiri bagaimana?"

Dia mengusap kepalaku. "Kak Dara tidak perlu memikirkan Barra. Setidaknya jika butuh sesuatu Barra bisa minta tolong ayah tapi tidak bagitu dengan kakak. Ayah pasti sedih melihat kakak lebih kurus."

Aku berdecak. "Jangan membuat ayah dan bunda khawatir. Katakan saja kalau kakak baik-baik saja."

"Benar kata bunda, kakak  mewarisi sifat ayah yang lebih suka memendam sendiri masalah. Bicara soal ayah, kakak tau ayah kadang suka masuk ke kamar kak Dara. Mengajak bicara boneka kesayangan kakak seolah sedang bicara dengan kakak. Kalau ada waktu pulanglah, biar nanti Barra yang antar jemput."

Ingatanku berputar pada sosok laki-laki yang jadi pahlawanku. Selalu membela dan bersedia jadi tumbal kekesalan bunda karena kenakalanku. Rasa bersalah menghampiri, membayangkan masa-masa pemberontakanku. Sering menyakitinya melalui kata-kata di saat merasa benar sendiri. Meskipun begitu semua di akhiri dengan senyuman di wajahnya. Kata-katanya saat aku memaksa pergipun masih terngiang, jika hal itu membuatmu bahagia maka ayah juga bahagia. Ah i miss you dad.

Barra mengajakku makan sambil mengobrol. Tidak banyak yang kami bicarakan karena dia harus segera kembali. Adikku mengingatkanku kembali untuk pulang jika ada waktu luang. Sebenarnya aku memang berencana pulang tapi setelah mengerjakan kerja proyek nanti.

"Take care sis," ucap Barra lalu mencium pipiku sebelum keluar dari mobil. Dia memang selalu begitu, tidak jarang orang suka salah paham.

Mataku mengedip. "Salam juga buat Devira ya," godaku yang disambut dengan senyuman masam.

Barra memang mempunyai hubungan yang cukup rumit dengan putri om Yossi dan tante Alma. Gadis muda super manja itu selalu berhasil membuat adikku senewen. Adikku itu mengatakan dengan tegas kalau hubungannya dengan Devira hanya sebatas sahabat tapi baru mendengar rumor gadis itu jalan dengan laki-laki lain saja bisa membuatnya naik darah. Heran.

Jumlah uang yang di berikan adikku cukup besar. Aku tidak perlu mengkhawatirkan biaya untuk membeli perlengkapan selama tinggal di sana. Dulu tidak terbayangkan diriku mampu menjalani hidup yang serba sederhana, meninggalkan semua kemudahan.

My Last PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang