- 01 -

406 75 3
                                    

Itu pukul tiga sore, saat akhirnya kardus terakhir diangkat. Melepaskan pegal di pinggang, Bae Yoobin dan seorang lelaki di depannya meregangkan badan setelah acara pindahan hari itu dirasa selesai juga.

"Ini yang terakhir 'kan?" tanya si lelaki sembari mengusap peluh di pelipis. Memandangi teman perempuannya, mata Cha Eunwoo melihat pada sekeliling apartemen yang sudah bisa dibilang tertata rapi walau kardus-kardus berisi barang pribadi baru dipindahkan hari itu.

"Eoh," Yoobin menjawab dengan anggukkan. Memutus pandang dari Eunwoo, satu lagi perempuan yang berdiri di pantry dapur dipandangi. "Kurasa sudah tidak ada yang perlu diangkat lagi. Menata isi kardus biar aku saja yang selesaikan."

"Aku juga akan membantumu," sahutan lain dari arah pantry dapur mengalihkan pandang keduanya, satu lagi teman mereka Kim Jiho yang beberapa saat lalu mengangkat barang sebelum kardus terakhir menawarkan lagi bantuannya pada Yoobin. Membuat keduanya saling tatap, gadis itu sama sekali tak terlihat lelah padahal jadi orang yang lebih sering bolak-balik dari depan hanya untuk memasukkan barang ke apartemen yang juga bahkan bukan miliknya ini.

"Kau sudah sangat membantu sekali," kata Yoobin. "Jadi aku sendirian tak apa. Lalu Eunwoo juga, terimakasih. Aku tidak tahu harus meminta bantuan siapa lagi kalau kalian sibuk hari ini."

Tak berjanji, kedua teman Yoobin itu mengangkat alisnya bersama. Mengangguk, sebelum kemudian menunjukkan senyum. "Santai saja, itu 'kan gunanya teman."

"Kalian memang terbaik!" memekik tertahan sebagai sahutan dari ucapan Jiho, Yoobin kemudian melihat pada sofa abu yang ada di ruang tengah. "Kalau begitu, kalian duduk saja dulu. Istirahat dan aku akan menyiapkan jus jeruk sebentar..."

Berjalan meninggalkan tumpukkan kardus, Bae Yoobin melangkah menuju kulkas yang berada tepat di samping pantry. Tepat saat Jiho sudah melangkah pergi, ia pun mengambil sekotak besar jus jeruk, kemudian meraih tiga gelas kaca di rak pendek atas pantry, dan kakinya lalu melangkah menuju sofa. Terlihat berhenti sejenak saat matanya mendapati Eunwoo dan Jiho yang tertawa bersama perihal acara televisi yang di tonton, dengan menghela nafas ia melanjutkan langkah dan menaruh apa yang ia bawa di meja ruang tengah ketika sampai.

"Wah, kau padahal baru membawa semua barangmu hari ini. Tapi kulkas mu sudah penuh makanan saja sepertinya."

Celetukan Jiho saat akhirnya Yoobin bisa menyandarkan diri di sofa, membuat mata yang hendak terpejam itu membuka. Melirik temannya, alisnya ia naikkan. "Kau tahulah ini semua kerjaan siapa," kata Yoobin. "Padahal Appa yang mengusulkan padaku untuk tinggal sendiri, tapi justru dia yang seolah tak ingin jauh dariku..."

"Aku benar-benar bisa memahami perasaan Seokwang ahjussi, Yoobin-ah," kata Jiho. "Kau satu-satunya perempuan, wajar saja ia sangat menyayangimu. Iya 'kan Eunwoo-ya?"

Eunwoo mengangguk. "Ahjussi hanya ingin memastikan kau hidup dengan cukup bahkan setelah jauh darinya. Jadi terima saja dan jangan merasa bersalah, semua Appa pasti akan melakukan hal yang sama jika putrinya akhirnya bisa hidup sendiri."

Yoobin menghela nafas. Merenungi ucapan kedua temannya, sebagai satu-satunya orang tua yang ia punya, mengingat betapa Yoobin seringkali merasa terganggu dengan sikap cerewet ayahnya, sedikit membuatnya merasa bersalah juga. "Ya, kalian benar. Mungkin mulai sekarang aku harus sedikit bersikap lunak pada Ahjussi tua itu."

"Tapi Yoobin-ah, bukannya untuk orang yang tinggal sendiri, apartemen ini bisa dibilang cukup besar ya? Kau sadar itu tidak?"

Ucapan yang sebenarnya sudah Eunwoo tahan sejak pertama kali sampai itu akhirnya dikeluarkan, membuat kedua gadis yang ada memandangi sekitar, sebuah anggukkan dari Jiho jadi jawaban yang pertama kali bisa lelaki ini tangkap.

Unknown MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang