Bait Cerpen√

15 4 0
                                    

Teman Juga Bisa Jadi Sahabat

Part 2

Acara selesai, dan pemenangnya telah ditentukan. Adel adalah salah satu pemenang dalam lomba tersebut. Walau tidak dalam peringkat utama, tetapi hadiahnya sudah lebih dari cukup dari yang ia harapkan.

Ia kembali ke tempat para peserta tadi, pandangannya mulai mengedar ke seluruh penjuru. Saat tak mendapati sosok yang Ia cari, langkah bergerak keluar dari area lomba.

"Des?!" Panggilnya saat melihat seorang gadis sedang duduk di sebuah bangku bercat putih.

Ia berlari, mendekat ke arah dimana Desi berada. 

"Des?!" Panggilnya lagi namun, belum ada respon dari lawan bicaranya.

"Gue tau, lo pasti kecewa sama tindakan gue," ucapnya terpotong karena tiba-tiba Desi berdiri memandang tepat di manik mata Adel.

"Selamat, selamat atas kemenangan, Lo!" Ucapnya dengan nada penuh penekanan, suaranya juga sedikit demi sedikit mulai kembali 

Wajah tak bersahabatnya benar-benar tak bisa ia sembunyikan. Dengan senyum miring, tatapan memuja tapi tajam, dan salah satu alis yang naik ke atas. Cukup membuat kesan marah yang berlebihan.

Adel meringis, ia tak percaya dengan tatapan itu, "seenggaknya, Lo harus dengerin penjelasan gue dulu, Des!" 

"Apa?! Apalagi yang harus dijelasin? Lo menang, dan gue kalah. Itu udah jelas semua kok!" Kali ini nada Desi mulai naik beberapa oktaf. "Apa-apaan kamu Desi? Lo ga berhak teriak di depan gadis baik ini. Lo malah semakin terlihat seperti pecundang.

Desi beranjak dari posisinya, lalu melangkah meninggal Adel sendiri.

"Gue menang buat lo, Des!!" Teriak Adel membuat langkah Desi terhenti.

"Gue menang buat lo, gue lakuin ini buat Lo! Memang benar, gue ga setuju sama rencana curang Lo,"

Adel menarik napas dalam, lalu melanjutkan ucapannya tadi, "Tapi … bukan berarti gue ga bakal ngebantuin Lo, Des!" 

Desi tersentak, ia kembali menghadap temannya itu. Sebelumnya, belum ada satu pun orang yang bakal ngelakuin ini ke dia. Bahkan, kedua sahabatnya tiba-tiba lost kontak saat mendengar ayahnya bangkrut. Namun, siapa Adel? Hanya teman sekelasnya, bahkan ia tidak pernah sekalipun berbicara sepatah dua kata oleh gadis yang sekarang tengah menatapnya.

Namun, kenapa gadis di depannya ini malah melakukan sesuatu yang besar baginya? Apa yang sebenarnya gadis ini pikirkan? Ahh, semakin ia banyak bertanya semakin rumit yang ia pikirkan. 

Adel bergerak beberapa langkah, "Gue tahu Lo pasti kaget, Lo ingat beberapa bulan lalu? Waktu Lo berusaha nyelamatin seorang wanita paruh baya, lo tahu? Yang Lo selamatin itu ibu gue. Dan akhirnya gue menganggap itu sebagai balas budi yang harus ditebus." 

Desi tersentak, tidak tahu kenapa mendengar ucapan Adel barusan malah membuat hati Desi merasa sakit. Hanya sekadar balas budi rupanya.

"Ini uang hadiahnya, Lo ambil dan cepat obati adik Lo, Des!" Ucap Adel sambil menyodorkan beberapa lipat kertas merah itu.

Desi tak bergeming, kenapa ia sulit menerima uang itu? Bukankah ia sangat butuh? Kenapa harus cara begini ia memperoleh uang itu? Ini sangat memalukan, Ohh Shitt!!

Di kala lamunannya, tiba-tiba tangan Adel merangkul tubuh Desi sehingga membuat sang empunya sedikit terkejut.

"Maafin gue, Des! Dari dulu gue pingin banget Deket dan ngobrol bareng kayak sahabat-sahabat Lo itu. Tapi, gue tahu, derajat gue beda. Dan gue masih ingat batasannya,"

"Del?" Panggil Desi membuat Adel berhenti mengoceh.

"Kenapa harus Lo yang ngelakuin ini semua?" Tanya Desi menautkan alisnya.

Adel tak kunjung menjawab, ia bahkan bingung harus menjawab apa. "Maksud Lo apasih, Des?"

Desi menatap Adel, "lupakan aja,"

"Makasih udah mau jadi sahabat gue saat ini dan selamanya." Sambung Desi tersenyum tulus. Senyuman yang pernah Adel lihat namun bukan untuknya.

Bentar-bentar tadi Desi panggil Adel sahabat? Telinga Adel masih sehatkan? Dia tidak salah dengarkan? Adel menatap Desi, lalu sedetik kemudian ia meloncat-loncat bak kanak kecil yang mendapat hadiah.

"Del, lo apa-apain sih? Berhenti ga?!" Ancam Desi. Adel menurut dan tersenyum tulus ke arah Desi.

 "Sahabat bukan yang menghabiskan waktu setiap hari, sahabat itu yang akan tetap ada walaupun kita berada di posisi yang paling rendah sekalipun,"  tutur Adel. Tak sadar apa yang Adel ucapkan itu, malah membuat lipi Desi bersemu merah.

senang baginya bisa bertemu sosok Desi yang seperti ini. Bukan Desi yang selalu menatap sinis setiap kali melihat wajahnya.

"Gue senang kalo Lo senang, Des!" Balasnya.

Akhirnya, walau dengan situasi yang aneh Adel dapat menemukan sosok Desi yang lain. Sedangkan, Desi dapat bertemu sahabat yang seharusnya selama ini ia cari.

Ttd.

______________

Diriku yang sedang nembelah><

Terserah Penulis!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang