Seorang wanita berpenampilan ayu menembus lebatnya hujan dengan segenggam payung di kepalannya. Ia hendak menjemput putri sambungnya.
Dia Mita, sosok Ibu tiri dari Abil.
Wanita yang terbilang masih muda, berhijab square yang hanya ia sampirkan tanpa mengaitkannya dengan jarum telah sampai di depan rumah Bu Fatimah. Kedua mata Abil menangkap wanita yang seperti Ibu Tirinya mulai timbul rasa ketakutan di sekujur tubuhnya.Kedua iris Abil membulat ketika perasaannya mengatakan hal yang benar, wanita itu adalah Bu Mita.
"Abil, kamu pasti di dalam sana, kan?!" Teriak Bu Mita ketika ia sudah berada di teras rumah Bu Mita.
Bu Fatimah yang mendengar teriakan Bu Mita dalam sekejap menoleh ke arah sumber suara. Benar saja, Bu Mita tengah berjalan menuju pintu rumah dengan tergesa.
Srett! Plak!!
Bu Fatimah yang mengetahui itu dengan sontak berlari menuju Bu Mita yang baru saja terpeleset diduga karena reruntuhan air yang jatuh dari pakaian Abil ketika Abil menunggu di tempat tersebut.
Bu Mita meringis kesakitan, kakinya baru saja terkilir. Abil yang ingin beristirahat pun dengan terpaksa mengurung niatnya dan melangkah terburu menyusul Bu Fatimah yang saat ini telah tersungkur di depan Bu Mita untuk menolongnya.
"Awh ... ini air hujan kok bisa sampe sini!! Pasti ini semua ulah kamu. Ya kan, Bil?" Protes Bu Mita seolah menghakimi.
"Udah lah Mbak, nggak usah nyalahin Abil kayak gitu," Sahut Bu Fatimah dengan tangannya yang menyentuh kaki Bu Mita dengan memberi sedikit pijatan disana.
Abil pun langsung memeluk kaki ibu tirinya itu karena besar rasa malunya kepada Ibu sambungnya.
"Maafin Abil, Bunda." Pinta Abil dengan linangan air mata yang meluncur bebas setelah berusaha Abil tahan.
"Lain kali kalau hujan langsung pulang!! Gk usah mampir-mampir ke rumah orang!" Ucap Bu Mita ketus dengan kedua matanya yang melirik Bu Fatimah.
Bu Fatimah hanya menggelengkan kepalanya heran, melihat tingkah Bu Mita yang tidak mengerti keadaan Abil setelah berperang dengan lebatnya hujan.
Untung saja Allah mengirim Bu Fatimah untuk menjadi sandaran terbaik bagi Abil.
"Tapi tadi hujannya lebat, Abil nggak punya pilihan selain berteduh disini," Alibinya menyembunyikan perintah dari Bu Fatimah bahwa sebenarnya Abil hanya tak ingin memperumit masalah.
"Berteduh ya berteduh! Gak usah lama-lama! Papa kamu udah nunggu di rumah." Kata Bu Mita kasar.
Mata Abil yang bercucuran, kini membulatkan matanya. Ia begitu takut jika harus berhadapan lagi dengan Papa kandungnya. Ia bingung apa yang harus dia jawab ketika Papanya menyidangnya.
Bu Fatimah yang masih mengurut kaki Bu Mita mengerutkan dahinya bingung ketika kaki yang ia sentuh mencoba untuk beralih dan berdiri.
"Eh, tunggu Mbak, kakinya kan belum pulih." Kata Bu Fatimah refleks.
"Udah gak." Jawab Bu Mita singkat.
Bu Mita meraih tangan Abil, menyeretnya menuju luar rumah, dan melanjutkan untuk pergi dari kediaman Bu Fatimah.
"Mbak, jangan dulu. Apa Mbak nggak bisa lihat wajah Abil? Pucat seperti itu. Izinkan dia untuk menetap disini sementara." Protes Bu Fatimah tak terima atas perlakuan Bu Mita.
"Bu, aku tegaskan sekali lagi, gak usah ikut campur!" Kata Bu Mita pelan dan memberi tekanan di akhir kalimat dengan dengan tatapan tajamnya.
Abil hanya pasrah kemana Ibu Tirinya menariknya, ia pun menoleh pada Bu Fatimah menggelengkan kepalanya seakan memberi isyarat Bu Fatimah untuk diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
General FictionSeluk beluk kebahagian tak kunjung hadir Tak pernah musnah penantian kebahagiaan atas takdir Segala urat Lara terasa begitu getir Hingga kesengSaraan yang mulai terukir Perasaanku berapa kali harus terkilir dan sungguh diriku bingung kapan semua ini...