Special Chapter

5 4 0
                                    

=="안녕 (Hello)"==

Home Sweet Home
15 Oktober 2020

Sebuah surat terbungkus rapi dalam sebuah kertas yang dilipat menyerupai amplop. Kamu tersenyum, selesai menulisnya kamu menyeka airmata yang jatuh. Entah kapan sosok itu akan membaca ini. Kamu hanya berharap dia bisa bertahan sebentar lagi. Katanya, cinta adalah melepaskan. Dan membiarkannya bebas untuk bahagia. Jika iya, kenapa rasanya bisa seberat ini?

Hari hari yang kamu lalui dengan penuh dilema dan hanya bisa meluapkannya lewat sepucuk surat kecil. Kalau saja kamu bisa bertemu dengannya, kamu akan menyapanya. Tidak masalah kalian hanya akan diam atau berbicara berputar-putar tentang hal yang tidak akan menyakiti satu sama lain. Kalau saja ada kesempatan, kamu akan menyapanya. Tersenyum dan melambai untuk memberitahu kamu masih menunggunya.
Bahasamu hanya tinggal rasa. Suaramu terhenyak; tak sampai padanya. Meski begitu, yang ingin kamu tau hanyalah kabar tentangnya. Kamu harap dia selalu baik baik saja. Berpikir tentang menahannya untuk terus disini, terdengar sedikit egois. Kamu membiarkan perasaanmu mengambang. Pertahananmu runtuh dan pecah berkeping keping. Kamu tidak sanggup menyampaikannya. Bahkan mengucapkan sapaan 'Halo', ternyata tidak semudah itu.

[Seoul, South Korea]

Benar, betapa sulit mengucapkan satu kata ini. Dia tidak bisa mengatakan kata kata yang mewakili perasaannya. Dirinya hanya ingin menanyakan kabarmu. Tapi dia ketakutan, kata yang justru tidak bisa terucap akan lebih menyakiti. Bagaimana cara menyampaikan perasaannya agar tidak terasa menyakitkan? Surat rumpang yang tergeletak disamping pena yang terlepas itu akhirnya tidak tersampaikan. Lagi lagi dia ketakutan, bahkan setelah melewati keraguan panjang.

Apa dia harus mengatakannya mentah mentah begitu saja? Toh dia juga sudah terlanjur mematahkan dan mengecewakan semua orang.

Tapi tidak bisa, setidaknya dia tidak perlu menyakiti lagi. Dia sudah berdoa untuk mereka semua, mengkhawatirkan bagaimana perasaan mereka saat hari itu tiba. Ia begitu merindukannya, namun campur aduk dalam jeda dan ruang kosong tak berisi. Perasaannya terkubur dan bersemayam menjadi penyesalan. Masih tidak cukup keberanian untuk mengatakannya secara langsung.

"Halo,"

Kamu terdiam, menahan bibir bergetarmu. "Brengsek," Delapan huruf yang membentuk sebuah kata itu terluncur bebas.

"Bodoh bodoh! Kim Jongdae bodoh! Kenapa secepat ini!?"

Setelah pertemuan tak tersengaja kalian. Ditempat dimana dia meluapkan seluruh perasaannya melalui nada nada dan lirik yang ditulisnya. Kalian berhadapan untuk membicarakan tentang hal ini. Kata kata yang tak terhitung banyaknya dan terkubur itu, kamu memintanya untuk berbicara terus terang. Tidak masalah kamu akan tersakiti. Akan lebih sesak jika menahannya seperti ini.

"Setelah menghilang nyaris setahun penuh kamu hanya memikirkan bagaimana cara menyapa kami? Kami lebih ketakutan saat kehilanganmu!"

"Maaf, ada alasan aku harus melakukannya.." Chen menyeka airmatamu, tersenyum dengan sangat tulus. "Salahku, yang terlalu lama memikirkanmu akan menangis saat aku pergi jauh nanti untuk dua tahun lamanya. Aku memang tidak bisa mangkir dari Tugas Negara, dan sanggup melakukannya untuk bertahun-tahun. Tapi tidak denganmu yang menangis seperti ini.

"Sekarang, berkatalah jujur tentang perasaanmu yang sakit. Kamu-- kalian sudah mendengarku bercerita, sekarang giliranmu."

Kamu menahan nafas untuk menguatkan hatimu. Tanganmu terulur untuk mengenggam tangannya. Memaksakan bibirmu untuk tersenyum. Menghela nafas agar hatimu sedikit lega dan ringan.

"Aku tidak takut dengan waktu. Ada saatnya kita akan bertemu kembali. Kami menantikan masa depan, jangan berpikir tidak ada yang menunggumu. Kami menunggumu disini..

"Aku, aku akan tersenyum dan merentangkan tanganku untuk menyambutmu. Asal kamu harus menyapaku dengan senyum itu. Senyum malaikat, arah mata yang bercahaya, wajah yang berseri, dan tawa lepas saat kamu memelukku dengan erat. Kamu harus menyapaku seperti itu. Akan kutunggu surat yang tergeletak disamping pena yang terlepas itu untuk tersampaikan. Aku mau terus melihatmu tersenyum, tanpa menurunkan sudut bibirmu sekecil apapun. Aku mau kita saling menyapa seperti itu.
"Dan saat hari itu tiba, aku akan menggenggam tanganmu dan setuju untuk pergi kemanapun. Ketempat terjauh yang bisa kita jangkau. Maka aku tak harus kehilanganmu."

Nafasnya semakin memburu karena menahan tangis. Lengannya ia gunakan untuk menutupi matanya yang perih karena terjaga semalaman. Selalu seperti ini, Chen memang tidak pernah ingin terlihat lemah dihadapanmu. Padahal kau tau kalau hatinya sangat sangat rapuh. Ini situasi yang sangat berbeda dari perkiraanmu. Kamu pikir dia akan tersenyum dan tetap pura-pura kuat sambil mengatakan hal untuk menenangkanmu. Apakah akhirnya hatinya yang mulai layu itu terguyur kembali?

"Apa yang kamu takutkan? Padahal disekelilingmu hanya tinggal kebahagiaan. Egois kalau aku terus menahanmu, tapi aku tetap tidak mau kamu pergi.."

"Kenapa kalian masih saja mempertahankan orang yang bahkan tidak bisa mengatakan cinta seperti aku?"

"Entahlah," Kamu mendekat kearahnya. Merapikan anak rambutnya yang berantakan, menyeka airmatanya yang jatuh. "Kenapa aku masih mempertahankanmu?"

Chen sudah sangat bekerja keras. Dia berusaha mati-matian mengubur perasaannya. Menjaga perasaan fansnya agar tidak bertambah sakit. Mencoba untuk tidak berkata apa apa karena takut menyakiti.  Menanggalkan surat yang ia tulis begitu saja karena keraguan. Sosoknya yang mulai pudar karena terus ditekan oleh orang orang egois yang menghancurkan kebahagiaannya. Mereka yang bersikap seolah menjadi korban dan menyerang tanpa menggunakan akal. Bukankah orang orang itu lebih pantas dibakar?

Halo, Chen.

Selesai, semuanya sekarang benar benar selesai sudah.

Aku sudah terima merdu suratmu. Terimakasih sudah menyapa kami, kumerindu.
Dengarkanlah, sayangku. Terimakasih untuk semuanya, untuk seluruh cintamu. Kamu sudah banyak berkorban. Doa-ku takkan pernah berhenti. Mengharapkan kamu hanya harus bahagia. Akankah yang aku lakukan sudah cukup untuk membalasmu? Maaf karena aku terlambat berlari, melindungimu.

Dengarkanlah, sayangku. Tidak apa apa kamu takut, aku selalu mengerti. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Kamu pantas mendapatkannya, kamu akan bahagia. Kamu tidak pernah sendiri, jangan pernah berpikir untuk menyerah.
Kuberjanji, takkan pernah berpaling meninggalkanmu. Genggam tanganku dengan erat. Semuanya akan berlalu, kita akan baik baik saja.

Kepada orang-orang yang menunggunya. Untukmu yang tengah merindu sosoknya. Yang memang tidak bisa melakukan apa apa. Berharap dirinya baik baik saja. Ruang kosong dihatimu hanya untuk dirinya. Kamu yang hanya bisa mengatakan kata yang terhenyak; maaf dan terimakasih. Sebatas itu yang bisa kamu ucapkan.

Halo,
Ingatlah ini bukan sebuah akhir.
Ini awalnya..

Berharap untuk terus menunggunya. Sampai dia pulang.

-Fin-
25.10.2020

Dear Chen, from Aeri
-AeriSabikha

=="안녕 (Hello)"==

Halo,
Kim Jongdae.

Jangan pernah menyembunyikan sosokmu. Jangan biarkan mereka merebut senyum milikmu. Jangan sampai hatimu mati. Disaat kamu tau aku begitu mencintaimu. Sesuai janjimu, aku takkan pergi, tidak akan berpaling, aku menunggumu. Kembalilah dengan lebih baik.

Sampai jumpa, my Dear.

-Aeri

Baring baring GaJe with EXO (Salah Gaul)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang