゚・。・ ┊͙prologue

22 4 0
                                    

DERITAN PINTU jadi tanda kalau Syaima sudah pulang. Sembari senandungkan salah satu lagu favoritnya, dilepasnya sepatu lalu lemparkan tas berisi catatan kuliahnya. Matahari bersinar sangat terik di luar, padahal seharusnya musim panas sudah berakhir.

Dengan pikiran yang masih berenang tentang mata kuliah yang tadi di ajarkan, si gadis segera bergerak menuju sofa. Melemparkan tubuh sekaligus melepas penat. Ditemani panas matahari juga pendingin ruangan kampus yang nyaris tak terasa, pelajaran kuliah yang menguras otak, juga perut yang kelewat lapar, adalah kombinasi yang pas untuk membunuh diri pelan-pelan.

Bangkit berdiri, diambilnya segelas soda yang baru saja dibeli kemarin pagi. Tatkala akan masuk kamar mandi untuk basuh diri, Syaima baru menyadari. Kemanakah ia pergi?

Segera saja ia kembali pakai sepatu dengan gerakan cekatan. Berbagai asumsi muncul di otak mengenai tempat macam apa yang laki-laki itu akan datangi di siang bolong begini. Satu-satunya yang masuk akal adalah taman, atau mungkin toko es krim di seberang, mengingat matahari sedang mandikan sinar.

Duh, umur seperempat abad saja masih hobi makan es krim. Kekanakan sekali.

Sejemang kemudian, saat membuka pintu dan secara tak sengaja melirik sedikit kotak pos, terdapat sebuah surat terbaru. Perangkonya yang khas menarik perhatian Syaima.

Jadi, dilupakanlah laki-laki tersebut sejenak, lalu ia mulai fokuskan atensi pada surat dengan tulisan tangan yang menerangkan kalau itu ditujukan untuknya.

Siang itu, dugaan Syaima salah. Laki-laki itu tak pergi menuju taman, ataupun menikmati segelas es krim di kedai es krim di ujung jalan. Melainkan, ia pulang.

Ia kembali, tanpa ujar perpisahan. Bodohnya dengan alasan, tidak ingin merasa makin bersalah untuk pulang.

Syaima mulai menangis. Tahun itu, laki-laki itulah yang berhasil buat ia menangis untuk pertama kali. Alasannya sederhana, sebab ditinggalkan. Likuid bening itu menderas, buat sesenggukan.

Baiklah, Tuhan, ternyata Klavaro membual. Bukankah kemarin ia bilang akan tetap tinggal jika ia tak temukan ujung permasalahan. Namun, kenyataannya bukan demikian, ia justru pergi tanpa beri pelukan terakhir.

Sialan, sungguh. Si pangeran telah pergi. Meninggalkan Syaima yang terduduk seorang diri yang diserang renjana patah hati.

❬ ⸙: ✰❛ ephemeral; ❀❜ ❭

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang