[5] Contract Career Confidant

187 39 14
                                    

Selepas makan siang Jumat lalu, aku jadi lebih banyak melamun. Bombardir kata-kata Papi tentang pekerjaan dan pencapaianku yang tidak berkelas di matanya, sukses bikin malamnya aku menangis di pelukan Arya. Aku tertidur setelah menangis dan meratapi tuduhan Papi selama nyaris dua jam. Paginya, kalau tidak ada eye mask, pastilah aku sudah jadi Panda Betina yang sibuk masak sarapan di dapur.

Sekarang, Senin pagiku masih seperti ada di mode vignette kamera. Duniaku kehilangan warna penyemangat. Polesan rias dengan teknik glowing skin pun masih tak mampu mendatangkan kesegaran rupa yang biasanya tergambar di wajah tirusku.

"Mbak Odit, saya harap hari ini Mbak bisa langsung tanda tangan kontrak eksklusif dengan kami ya. Pasta Della Dea sebagai merek baru Pastaism ini saya yakin bisa masuk ke target keluarga urban muda berkat Mbak Odit. Keluarga paling disayang se-Indonesia saat ini, pasti jadi family goals, ya?"

Odetta Haryadi, brand manager di Pastaism baru saja menutup presentasinya. Selama setengah jam tadi, ia menjelaskan soal merek pasta baru yang akan kuwakili sebagai duta merek.

Jujur saja, aku susah payah memahami apa yang disampaikan wanita yang mengingatkanku pada versi lebih mature dari Maudy Ayunda. Hitam manis, senyum lembut menawan, tubuh tidak terlampau tinggi, tetapi gerakannya gesit. She really knows well and passionate about her job.

Aku juga biasanya begitu, kalau saja Papi tidak ...

Tahu-tahu, Vita menyentuh lengan kiriku.

"Mbak Odit sakit? Kurang tidur, Mbak?" bisiknya.

Aku tersenyum tipis dan balas bicara lirih, "Semalam Ardi rewel. Biasalah, mimpi buruk sehabis nonton Monsters, Inc."

Padahal itu kejadian minggu lalu. Terpaksa aku bikin alasan begini. Enggak mungkin kan aku ketahuan galau kayak anak SMA yang dipaksa masuk jurusan IPA, padahal sukanya sama jurusan Bahasa.

"Mbak Odit nanti bakal ada acara di YouTube, konsepnya akan dibicarakan di rapat nanti. Menurut saya, kita perlu siapkan ide-ide resep untuk acara itu, biar Mbak Odit juga gampang masaknya. Kan lebih enak kalau menunya sudah Mbak Odit kenal, misalnya ..."

Kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut Detta lagi-lagi cuma seperti masuk kuping kanan lalu keluar kuping kiri. Kenapa badanku rasanya capek sekali? Padahal hari Minggu kemarin aku lebih banyak rebahan di kamar dan sofa ruang keluarga. Sampai Arya bertanya, apa perlu ia beli test pack. Katanya, ini gejala mirip sekali waktu aku ketahuan hamil Ardi dulu.

"Mbak Detta, soal program, bisa nanti kita rapat terpisah? Biar Mbak Odit brainstorming dulu. Atau, bakal ada chef lain sebagai konsultan? Ini fokusnya mau bikin menu sehat atau menu kekinian, ya?" Vita menutupi ketidakmampuanku fokus dengan sigap.

Untung saja ada Vita, ya! Dari tadi ia yang sibuk mencoret-coret di buku agendanya. Pasti ia menyimak presentasi dengan jauh lebih baik. Apalagi aku hafal betul, Vita rajin melakukan riset dan aktif bertanya kanan kiri soal calon klienku. Pribadinya yang luwes dan mudah berbaur dengan berbagai kalangan, dipadukan ilmu komunikasi yang dipelajarinya di bangku kuliah, membuat Vita adalah salah satu aset perkembangan karierku.

"Saya mau ke kamar mandi dulu, ya, Mbak Detta. Vit, bisa temani saya sebentar?" ajakku tiba-tiba.

Perutku mendadak bergolak. Aduh, semoga lambungku enggak ngambek. Cabe rawit domba segenggam besar saja aman kusantap. Giliran overthinking kelamaan, langsung lambungku berulah.

 Giliran overthinking kelamaan, langsung lambungku berulah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beauty, Brain & Bond "Domestic Goddess"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang