This is a long story...
but we have time.
"~♡~"
Jika Yogyakarta adalah kota kecil yang selalu diromantisasi untuk setiap sudutnya, maka apa hal romantis dari ibu kota Jakarta selain hiruk pikuk pekerja dan dunia malam yang berada di balik julukan kota metropolitan?
Setelah seharian berkutat di depan laptop menjadi seorang budak korporat, Karla mendapati dirinya berada di sebuah klub malam di bilangan Jakarta Selatan. Berusaha membaur dengan muda-mudi lainnya yang mungkin sudah tidak sadarkan diri, berceloteh melantur sana-sini, dan bergoyang seirama musik ditemani segelas vodka cranberry.
"Kar, have you met Arta?" Seorang teman menegurnya dari balik kerumunan. Berdiri di sebelahnya seorang laki-laki sebaya yang tampak asing.
Karla mengamati laki-laki yang bernama Arta tadi dari ujung kaki hingga kepala. Posturnya tinggi dan besar, membuat Karla terlihat mini, tapi tidak mengintimidasinya.
Karla menggeleng dan tersenyum lebar untuk kemudian mengulurkan tangannya pada Arta. "Hai, Karla."
"Hartanjaya. Panggil aja, Arta."
"What a nice name." Karla berusaha membuat impresi pertama yang ramah. Meskipun ia hampir tidak lagi bisa merasakan pijakan kakinya sendiri di lantai akibat terlalu banyak alkohol yang dikonsumsi malam ini. Jabatan tangan Arta terasa hangat dan lembut. Karla menggenggamnya cukup lama sekaligus untuk menopang tubuhnya yang hampir terjatuh.
"Ups, udah mabok ternyata." Gia tertawa kencang sambil mengalungkan lengannya ke pundak Karla. Ia tahu betul Karla tidak terlalu tahan dengan alkohol. Hanya saja malam ini adalah pengecualian, ia tidak perlu jadi sahabat rese yang harus membatasi kelakuan gila Karla dengan ocehan bawelnya. "Nitip Karla ya."
Arta mengangguk paham perintah Gia. Ditopangnya badan Karla yang sedikit terhuyung ketika Gia melepaskan rangkulannya.
"Have fun, you two!" saut Gia sebelum menghilang di tengah keramaian.
"Gia! Gak lucu lo, ah!" Karla mengamuk frustasi sambil menatap jengkel Gia yang dengan cepat pergi meninggalkannya berdua dengan Arta, stranger yang bahkan namanya sama sekali tidak pernah Karla dengar sebelumnya.
Bukan kali pertama bagi Karla dan Gia menghabiskan weekendnya di bar seperti ini. Tetapi bukan mencari cowok yang jadi alasannya, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Karla menolak ajakan minum dari laki-laki random yang kerap menghampiri table mereka.
Karla mengembalikan tatapannya pada Arta yang masih bergeming di hadapannya. Sebenarnya laki-laki itu cukup menarik perhatiannya. Rambutnya hitam lebat dengan mata yang tajam serta alis yang tegas. Jika Karla tidak terlalu naik mungkin ia akan mencoba membangun obrolan yang lebih menyenangkan dan less awkward dengan laki-laki ini.
"It's okay, you are safe with me. Aku nggak akan macem-macem kok," ucap Arta dengan gentle. Ia mengambil gelas kosong dari tangan Karla dan menuntunnya kembali duduk di sofa.
Karla merasakan dirinya sudah benar-benar pusing. Perlahan efek alkohol sudah naik ke kepala dan membuyarkan pikirannya. Arta menawarkan segelas air putih pada Karla namun langsung ditolaknya. Ditepisnya tangan Arta pelan dan didekapnya tubuh laki-laki itu. "Temenin gue ya."
Arta tertawa kecil sembari mengelus kepala Karla dengan lembut. "Minum terlalu banyak ya? Untung Gia nelfon tadi. Kamu bawa mobil?"
Karla menggeleng. Tangannya menunjuk kepada tas chanel hitam yang ada di meja di mana handphone-nya tersimpan. "Gia abang grab gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miserable
Storie d'amoreKarla, 23, wanita cantik pendatang yang baru setahun menikmati hingar bingar ibu kota. Arta, 25, laki-laki idaman yang diam-diam mempunyai segudang rahasia tersimpan. Berawal dari pertemuan di klub malam, siapa sangka hubungan mereka lanjut menjadi...