Baru

1.8K 276 79
                                    

"Kau tahu alasannya Gaby dibiarkan tetap bekerja di tempat bau itu padahal pacar seramnya itu kaya raya, kan?" tanya Ivan penasaran sambil mengawasi Gaby dari jauh bersama Jakob.

Jakob memindahkan kepalanya dari sandaran mobil ke sisi yang lain dengan malas. "Pastinya tidak tahu. Tapi menurut kabar yang kudengar, the Beast tidak ingin Gaby berada dalam bahaya karena ia sedang membereskan satu masalah besar."

"Hm. Orang seperti itu pasti selalu terlibat masalah," ujar Ivan.

"Yang ini menyangkut Gaby."

"Oh," sahut Ivan pendek. Ia diam beberapa saat tapi kemudian kembali angkat bicara. "Sepertinya Gaby hamil. Perutnya semakin besar. Mereka belum menikah, kan?"

Jakob mendengkus malas. Ternyata si polisi ini tak bisa lepas dari kebiasaan menginterogasi orang. "Bukan urusan kita. Kenapa? Kau masih mengharap gadis itu? Huh, cari mati kau!"

"Sialan. Kuakui Gaby memang sangat manis jika semakin dipandang, tapi aku masih sayang nyawaku. Pacarnya itu lebih mengerikan daripada tangan kanan bosmu yang badannya sebesar kudanil."

"Baguslah. Fokus saja pada pekerjaanmu," kata Jakob datar. "Cari saja gadis lain, kurasa tidak sulit bagimu."

"Tidak sulit. Benar itu." Ivan mengeluh pada dirinya sendiri. Kawan-kawan seangkatannya sudah hampir menikah semua, dan dia termasuk segelintir yang belum. Ia menemukan Gaby yang sedikit banyak mengingatkannya pada almarhum ibunya, tapi ia masih sayang nyawa.

"Hei, perintah terbaru dari bosku," kata Jakob sambil menegakkan posisi duduknya sambil mencermati ponselnya. Ia jadi serius. "Kita disuruh antar Gaby kepada the Beast."

"Tumben bukan ia sendiri yang menjemput tuan putrinya," ujar Ivan.

"Sore ini juga," kata Jakob tanpa mengindahkan kalimat Ivan.

=========================

Gaby mengarahkan Ivan dan Jakob ke arah yang sangat dikenalinya. Kembali ke rumah kecil itu. Ia tersenyum hampir sepanjang jalan, memikirkan Al yang berjanji akan menunggunya di rumah penuh kenangan, walau singkat, itu.

Sempat terlintas di benaknya berbagai hal kurang mengenakkan yang pernah terjadi saat ia mulai bersama Al. Mulai dari Rani yang entah mengapa sangat membenci dirinya, hingga ibu Al serta wanita yang mengaku tunangannya yang mendadak datang dan menjungkirbalikkan dunia nyamannya saat itu.

Tapi ia menepis semua itu dengan rasa hangat yang mengisi hatinya saat ini, rasa luar biasa yang melampaui semua kesedihan dan rasa sakit yang pernah dialaminya. Rasa cinta dari Al yang juga berbalas darinya.

"Senyum-senyum terus," gerutu Ivan yang beberapa kali melirik kaca spion dalam.

"Baguslah. Daripada dia menangis. Bisa biru-biru kita diinterogasi the Beast," jawab Jakob pelan.

"Belok ke sana," tunjuk Gaby ke arah gerbang perumahan yang sedari tadi berusaha tak ikut serta dalam percakapan dua sahabat beda alam itu.

Beberapa menit kemudian mobil yang mereka naiki sampai di blok rumah mungil Gaby. Jakob memperlambat kecepatan sambil menerima arahan dari Gaby. Ia berhenti di depan sebuah rumah karena ia melihat laki-laki itu telah berdiri tegak di sana.

"Al!" Gaby menghambur keluar dan memeluk laki-laki yang meskipun berwajah seram tapi tampak cerah saat ini. Ia mengembangkan kedua lengannya menyambut wanita yang telah mengisi penuh hatinya.

Ivan mendecih tak suka menyaksikan semua itu.

"Hei, hati-hati," ujar Jakob memperingatkan Ivan yang terlalu mudah mengungkapkan ketidaksukaannya.

Gaby and the BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang