“Berdua saja”
———
Jungkook sedari tadi terus memegangi dadanya yang berdetak sangat tak karuan. Seusai makan malam tadi, ia memainkan ponselnya dan membuka aplikasi berwarna biru yang mungkin kini telah menjadi rutinitas keduanya setelah melihat Jimin setiap pagi. Betapa terkejutnya ia melihat postingan Jimin yang—Jungkook ingin geer, pasti itu untuknya—membicarakan seseorang yang baru ditemuinya pagi tadi. Ya, kalau Jungkook pikir pasti itu dirinya, siapa lagi pria pemalu yang ditemui Jimin selain dirinya?
Jungkook pun membalas postingan Jimin itu untuk pertama kalinya. Karena sedari dulu dia mengikuti sosial media Jimin, pria itu hanya ghosting macam hantu. Ya, jika dipikir-pikir Jungkook memang terlihat mengerikan tapi sebenarnya dia itu seperti kembang putri malu. Jika didekati sedikit saja langsung mengatup dan bersembunyi.
Apalagi sebutan Jungkook selain keong dan putri malu?
Karena itulah Jungkook kini terlihat seperti ular yang baru saja dibangunkan dengan alunan suling. Dia melompat-lompat di atas kasurnya, berjalan kesana-kemari bahkan berguling seperti sedang melakukan praktikum olahraga. Bundanya yang tadi diam-diam mengintip ke kamar sang anak menatap tingkahnya menggeleng. Pikirnya saat dulu mengisi Jungkook, dia tidak mengidam sesuatu yang aneh, paling hanya sebuah roti kacang merah yang harus dibuat pada saat itu juga.
Ya, masih sedikit merepotkan, sih.
Tapi seaneh apapun tingkah anaknya saat ini, bundanya paham bahwa sang anak memang memiliki waktu yang baik hari ini. Bunda tidak memperdulikan jika memang Jungkook sedang merasa senang sampai dia harus menjelma bagai sebuah setrika.
Sesenang apa sih Jungkook saat ini?
Senang sekali sampai dia kini meraih alat tulisnya kemudian berniat mencatat ulang materi yang diberikan sang dosen tercinta padanya. Tidak, ternyata ini hanya ungkapan niatnya karena saat ini pria itu malah mendengus sebal.
"Kenapa aku jadi begini sih?" Monolognya lalu meletakkan alat tulisnya kembali. Pria itu berjalan menuju sumber kenyamanannya. Ia berbaring sambil menatap ke langit-langit kamar. Ada banyak bintang di sana, bukan bintang asli hanya saja sebuah proyektor yang dibelikan sang kakek.
Dengan bosan pria itu menghitung kembali jumlah bintang yang berada di langit kamarnya. Iya, menghitung kembali karena Jungkook telah melakukan ini setelah 3 tahun lamanya. Jadi, bisa bayangkan sudah berapa kali ia lakukan ini dalam 3 tahun?
Banyak, kalian bisa mengkalikannya sendiri.
"Enam puluh satu.. enam puluh dua.. Kok enam puluh dua? Tidak-tidak, kemarin aku menghitungnya ada enam puluh lima." Monolog lagi kemudian menghitung jumlah bintang dari awal. Dia memang sudah berumur tapi tingkahnya terkadang membuat semua orang yang melihatnya ingin mencubit gemas.
Saat sedang asik menghitung, terdengar suara ketukan di jendela kamarnya. Jungkook masih mengabaikan karena ia menganggap itu hanya seekor kucing yang sedang menjahilinya.
Ketukan terdengar lagi dan lebih keras dari sebelumnya. Jungkook mengernyit kemudian bangun dari tidurnya. Ia melirik ke arah jam yang berada di nakas sebelah tempat tidur.
Pukul 8 malam.
Pikirnya, siapa manusia yang kini bermain-main dengannya? Apa mungkin ini malam Halloween? Yang benar saja, masih ada beberapa hari menuju hari sakral itu. Tidak mungkin ada seseorang yang sudah melakukan ritual lebih dulu padahal hari H masih 3 hari lagi.
Jungkook pun berjalan mendekati jendela, sedikit mengintip dari gordennya. Di sana ia bisa melihat ada satu figur seseorang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Jungkook bingung karena tidak bisa melihat dengan jelas. Lampu jalan depan rumahnya memang tidak seterang lampu jalanan di kota besar. Ya, maklum, dia tinggal di desa bernama Analeis, bukan di kota New York.
KAMU SEDANG MEMBACA
in a day • jikook
Fanfiction[ jikook au : finished ✔ ] ❝Kau bersepeda di depan rumahku, khas dengan outer musim dingin yang selalu membuatmu tenggelam manis. Di kedai kau memulainya dan saat malam Halloween tiba, biarkan itu menjadi saksi bahwa setidaknya kita pernah merajut c...