MATTHEW'S POV
Aku tidak terkejut melihat kedatangan Emily di depan apartemenku. Aku mempersilahkan dia untuk masuk dan mengambilkannya minum. "Bagaimana kau bisa tahu jika aku sudah kembali ke London?"
Emily meminum air putihnya sekali teguk. Dia tampak tegang dan panik. Aku sebenarnya sudah tahu apa yang akan dikatakannya, tapi egoku menolak untuk mempermudah segalanya.
"Aku bertanya kepada Dani," ucapnya pendek.
"Mengapa kau tidak bertanya kepadaku saja?"
Emily menatapku dengan mata sedih. Aku sangat benci jika ada seseorang yang menatapku seperti itu. Tatapan mengasihani. "Aku rasa itu bukanlah suatu keputusan yang tepat."
"Apakah itu karena kau sudah tidak membutuhkanku lagi, Emily?" tanyaku tiba – tiba merasa marah. "Apakah karena Aidenmu sudah memberimu perhatiaan lebih sehingga kau bahkan menolak berbicara kepadaku?"
Emiy menatapku dengan bingung. "Aku tidak seperti itu Matt. Aku hanya merasa hanya akan memperburuk semuanya."
Aku tersenyum mengejek kepadanya. "Memperburuk semuanya? Sesuatu permikiran yang aneh Emily."
Emily mengangkat kedua tangannya, tidak ingin berdebat denganku. "Matt, aku tidak ingin bertengkar denganmu. Aku hanya ingin memberitahumu jika kita harus berhenti bertemu jika kau masih memikirkan untuk memiliki hubungan yang lebih denganku."
"Mengapa kau tiba – tiba berkata seperti itu? Apakah dia sudah menyatakan perasaannya kepadamu?"
Emily menatapku dengan tajam. "Ya."
Aku menarik nafas dan memejamkan mataku, berusaha untuk menahan emosiku. "Jika, aku mengatakan tidak mau. Aku tetap ingin bertemu denganmu dan melanjutkan pertemuan kita – apa yang akan kau lakukan?"
"Aku sangat mengharapkannya, kau tahu!" ucap Emily menatapku penuh permohonan. "Aku sangat peduli kepadamu dan kau adalah teman yang sangat baik bagiku. Aku juga tidak ingin kehilangan dirimu. Jika kau bisa menghilangkan perasaanmu kepadaku, aku tidak melihat adanya masalah dengan pertemanan kita."
Aku menggelengkan kepalaku. "Aku akan selalu bertemu denganmu Emily dan bersahabat denganmu, tapi aku tidak akan berperilaku selayaknya teman. Aku akan selalu menunggu dan mencari celah. Aku akan merebutmu disaat pria itu meninggalkanmu dan mengambilmu untuk menjadi milikku sendiri."
"MATT!"
"Bukankah itu yang kau lakukan saat Aiden masih berpacaran dengan Becca. Kau menunggu dan mencari celah. Dan, kau mengambil kesempatan itu saat mereka sedang putus. Kau merebut Aiden Blake dari Becca. Mengapa kau marah kepadaku yang melakukan perbuatan yang juga telah kau lakukan?"
"Aku tidak pernah berpikir untuk merebut Aiden dari Becca sedikitpun!" ucap Emily dengan suara bergetar. Ia menarik nafas berusaha untuk menyembunyikan emosinya. "Aku memang menuyukai Aiden dari dulu tapi aku tidak pernah berpikiran sepicik itu."
"Mana ada orang yang mau mengakui kejahatannya?" sindirku kepadanya penuh amarah.
Emily berdiri dan tersenyum kepadaku, berusaha untuk tidak marah. "Matt, aku tidak ingin bertengkar dengan dirimu karena masalah ini. Aku tahu kau sangat marah kepadaku dan berusaha untuk menyakitiku dengan perkataanmu. Dan, aku menganggap pertemanan kita dan kebaikan hatimu jauh lebih berharga dibandingakan semua kata jahat yang kau lontarkan saat ini. Aku akan pergi dari sini dan melupakan semua perkataanmu. Kita bisa bicara lagi saat kau mulai merasa tenang."
"Untuk apa? Menyakitiku yang kedua kalinya?" teriakku kepadanya.
Emily terdiam dan aku bisa melihat matanya tampak berkaca – kaca. "Kau bisa menyalhkanku atas semuanya Matthew Spring. Salahku karena tidak bisa membalas perasaanmu. Salahku karena tidak menghargai segala pengorbananmu. Salahku karena tidak tegas kepadamu sejak awal. Semuanya adalah salahku dan aku tidak akan mencari pembelaan atas semua hal bodoh yang telah kuperbuat sehingga melukaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ready For Love (EDITING)
Teen FictionEmily Winter sudah menyukai sahabat masa kecilnya, Aiden Blake sejak sepuluh tahun yang lalu. Tapi, semuanya berubah sejak kemunculan Matthew Spring yang mengajarinya arti mencintai. Apakah perasaannya selama ini kepada Aiden hanyalah ilusi? Apakah...