Camomile

4 3 2
                                    

Padang rumput yang luas, indah menyejukkan hati yang gundah.

Seorang pria nampak tidur terlentang diantara bunga-bunga camomile yang bergerak mendayu-dayu.

Kedua kelopak matanya perlahan terbuka, lantas berkedip-kedip.

'Dimanakah aku?'

Tidak ada jawaban yang didapatkannya, hanya gurauan angin yang bersahutan dengan kicauan burung.

Dia mencoba bangun, menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan.

"Padang rumput? Camomile? Disini tidak ada pohon tapi kenapa sejuk sekali?"

Disentuhnya bunga camomile itu dengan sangat hati-hati.

"Cantik seperti biasa," gumamnya tanpa sadar.

Hssstttt, sutsssss, hsssttt, suttts

Pria itu menoleh, tidak ada siapa-siapa di sampingnya. Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan dia.

Sayang...

Aku mencintaimu...

"Siapa kau? Jangan bergurau denganku!! Pergilah menjauh!" Katanya dengan suara lantang.

Apakah kau tidak mengingatku?

Padahal aku adalah orang yang sangat spesial menurutmu dulu...

"Pergilah, aku mohon! Aku hanya orang tersesat disini, tolong jangan menggangguku!" Pria itu menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Aishh, jangan begitu...

Aku merasa salah kepadamu, jika aku memberi tau siapa diriku sebenarnya, apakah kau akan percaya?

Pria itu masih bergeming, kepalanya kian menunduk.

Angkatlah kepalamu, aku ada tepat di hadapanmu saat ini.

Pria itu masih diam, namun entah mengapa dia merasa angin memegang kepalanya dan membuatnya mendongak.

"Aku tidak melihatmu, cepat tunjukkan dirimu!"

Dia berujar biasa saja, namun tak dapat dipungkiri bahwa itu adalah mutlak.

Apakah karena dulunya kau ini mantan jenderal besar hingga ucapanmu menjadi seperti ini?

"Cepat tunjukkan dirimu! Aku tau kamu bukan manusia."

Ahaaahaa, baiklah aku akan menunjukkannya...

Wushhh

Angin datang, menerbangkan bunga camomile ke segala arah.

Angin itu membentuk puting beliung kecil dan mengeluarkan sinar berwarna kuning, senada dengan sinar matahari di waktu siang.

Angin itu berhenti, lantas dari baliknya berjalanlah seorang perempuan cantik dengan gaun putih, namun ada beberapa  warna merah di antaranya.

Kau benar-benar tidak mengingatku?

Kedua alis pria tersebut terangkat, kedua bola matanya melebar.

"Srikandi? Apakah itu kau?"

Bukannya menjawab, gadis itu malah tertawa.

Hei, namaku bukan Srikandi. Aku Sthepany James.

"Tapi kau mirip dengan isteriku, dia..."

Gadis itu mendengus, lalu duduk di sebelah sang pria.

Dipetiknya sebuah bunga camomile lengkap dengan batangnya.

Dia mengayunkan bunga itu menerjang angin sepoi-sepoi yang melintas di hadapan mereka.

Apa yang kau pikirkan tentang camomile?

"Camomile itu ibarat anakku,"ucapnya sendu.

Yha, mereka nampak sama, namun anak kita tidaklah terbuang seperti camomile ini.

Gadis itu menunduk lesu, mengelus pelan batang camomile yang telah patah.

Anakku adalah anak yang kuat. Dia tidak mudah menangis, namun sangat rapuh hatinya.

Anak yang cantik, baik, tulus, dan periang. Ah, lihatlah senyumannya, sangat menyejukkan.

Pria di sampingnya menoleh, heran sekaligus trenyuh.

Dia tau, gadis di sampingnya ini membayangkan sedang membayangkan anaknya.

"Kau tau, kau seperti orang gila!" Seru sang pria tiba-tiba.

Sepertinya aku salah telah membicarakannya kepadamu, dasar penganggu suasana!

Sang gadis marah, eum mungkin lebih tepatnya juga merajuk.

Bukannya meminta maaf, pria itu malah tertawa terpingkal-pingkal.

"Baik-baik, aku minta maaf. Aku ingin bertanya suatu hal, namun---"

Silahkan bertanya, kalau tadi kau bilang tidak jadi, akan kupotong kumismu!

"Ah, aku sudah tidak punya kumis lagi nona. Sudahlah, aku sudah tau kalau kau itu Srikandi alias Sthepany James alias isteriku!"

Ah, seharusnya kau taunya ditunda dulu.
Jadinya kan tidak seru!

"Lihatlah Sthepany, kau seperti anak kecil saja! Utututtuuu imutnya!!!"

Tanpa punya belas kasihan, sang pria mengunyel-unyel pipi Sthepany sampai merah.

Kau tau, aku benci dirimu!

"Eumm, aku tau itu. Namun, bukankah seharusnya saat kau berbicara dengan suamimu kau harus menggunakan bahasa yang halus?"

Pelan namun pasti, Sthepany melangkah mundur.

Setiap langkah mundur, diikuti dengan langkah maju.

Ah, sudah lama mereka seperti itu, sampai-sampai suara burung menghentikan langkah keduanya.

Aku akan menjelaskan maksud njenengan di sini suamiku, aku akan menjelaskannya. Jadi bisa mundur sedikit?

Setelah ada jarak diantara mereka berdua, Sthepany mulai bicara.

Aku tau njenengan pasti tidak percaya pada hal ini, namun itu benar keadaannya. Aku memang masih hidup, namun....

Sthepany menitikkan air matanya, langsung saja sang suami memeluknya erat.

Tidak ada yang tubuh yang dipeluknya, namun ia percaya itu adalah benar isterinya.

Aku mohon, aku mohon...lindungilah anak kita, carilah dia. Tanpa aku, kalian masih bisa bahagia...

"Kau harus tetap bersamaku, ku mohon! Jangan pergi, jangan pergiiiiii!!!!!!"

Teriakan terakhirnya mengiringi rintikan hujan yang perlahan turun ke bumi.

Lihatlah, langitpun ikut menangis bersamanya.

Semakin dia menangis keras, semakin lebat hujan yang turun, bahkan angin pertanda badai mulai mendekat ke arahnya.

Daratan mulai tenggelam, camomile-camomile itu menghilang, luluh lantah bersama dengan hujan yang kian melebat.

Dia sadar, namun dia tidak ingin mengetahuinya.

Perlahan, dirinya ikut terkubur bersama bunga kecil disekitarnya.









































TBC

SEMOGA SUKA SAMA CHAPTER KALI INI 😊😊😊





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNGKAPAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang