Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.Selamat Membaca...
.
.
.Sakura sedang berjalan-jalan menyusuri pasar desa Kiri. Sebagai seorang wanita naluri belanja pastilah ada. Saat melihat souvenir asli dari desa Kiri membuat dirinya tertarik untuk membelinya sebagai kenang-kenangan.
Saat akan memilih souvenir mata emeraldnya melirik seorang gadis muda disampingnya yang hanya diam mengamati sebuah benda.
"Nona, kau tertarik dengan Souvenir ini?" Tanya Sakura mencoba mengajak ngobrol wanita disampingnya ini, dengan menunjukkan sebuah kalung bandul berbentuk hati berwarna merah.
"Tidak." Jawab gadis muda disampingnya dengan dingin Sakura memprediksi jika gadis ini seumuran dengannya.
"Ah, padahal ini sangat bagus dan menarik." Mengatakan itu dengan binar mata memandang kumpulan souvenir manik cantik itu.
"Aku lebih suka Safir."
"Oh, batu safir. Iya, sih memang batu safir itu sangat indah." Gadis muda ini menatap Sakura sebentar, tak lama senyum miring tersungging dibibirnya.
"Ya, Safir. Seperti matanya." Gadis muda itu pergi setelah berujar seperti itu. "Matanya?" Gumam Sakura pada dirinya sendiri. Mata siapa yang gadis itu maksud? Mengangkat bahunya acuh, apa pedulinya.
.
.
.Naruto kini duduk disebuah dahan pohon. Memandang indah laut biru seperti safir miliknya. Wajah tampan itu terlihat sangat berkharisma, para gadis banyak yang memuji ketampanan Naruto. Rambut pirang, tanda lahir yang unik serta kulit tan eksotis yang menunjang, membuat dirinya semakin terlihat mendekati sempurna. Belum lagi, badannya yang kekar serta jasanya pada perang dunia ninja ke empat beberapa tahun lalu, menambah betapa sangat sempurnanya Naruto Uzumaki.
"Naruto....!" Menoleh pada sumber teriakan yang sangat dirinya hafal. Sakura melompat menyusul dirinya yang duduk di dahan pohon.
"Naruto, kau harus membelikan oleh-oleh untuk Hinata. Tadi aku berkunjung ke pasar dan disana sangat banyak sekali souvenir cantik. Kurasa Hinata akan suka." Celoteh Sakura dengan semangat.
"Apa semua gadis sangat menyukai hal seperti itu?" Tanya Naruto. Sakura mengubah posisinya menghadap depan.
"Tidak semuanya. Hanya saja sebagian besar. Hinata pasti suka, dia gadis yang lembut dan feminim." Sakura mengatakan fakta tentang Hinata. Naruto tersenyum menanggapi, gadisnya memang sangat lembut.
"Naruto. Mengapa, Mizukage mengundur pertemuan kita membahas misi?"
"Mizukage ada perlu mendadak."
Alis Sakura menukik, "bukankah masalah yang dihadapi desa lebih penting? Bagaimana jika ada korban lagi?" Tutur Sakura, memberitahu analisisnya karena hatinya sedikit menaruh curiga pada Mizukage.
Benar juga, Naruto tidak memikirkan sampai situ. Jika memang misi ini tidak terlalu berbahaya mengapa sampai memakai jasa tim tujuh dari Konoha. Dahi Naruto berkerut.
"Kau benar, Sakura."
"Maka dari itu... Lagi pula, mengapa secara mendadak membatalkan pertemuan pembahasan misi. Ini aneh Naruto." Sambung Sakura lagi. Hanya dengan Naruto dirinya bisa menyampaikan segala keganjalan ini.
Wajah tampan itu berubah serius sesaat setelah mendengar perkataan sahabat pinknya itu. "Kau tidak merasa aneh?" Tanya Sakura menatap serius pada Naruto. Pria tampan ini hanya menggeleng lemah. "Hah, sudah kuduga. Sai pun pasti tidak menyadari."
"Aku menyadarinya." Sahut Sai dari belakang Sakura, membuat gadis pink itu terlonjak kaget, entah sejak kapan pria itu ada disitu.
"Dasar mayat...!" Sai tersenyum palsu, menjengkelkan bagi Sakura. "Sakura, kau ternyata pintar juga."
"Maksudmu aku bodoh, hah?!" Pekik Sakura kencang. " Bercanda." Jawab Sai, ia duduk disamping Sakura, kini Sakura diapit oleh dua rekan se-timnya itu.
"Aku juga merasa aneh. Kita tiba disini sejak kemarin. Tapi mengapa, seakan Mizukage selalu mengulur waktu untuk menjelaskan pada kita apa sebenarnya misi kita. Jujur saja, sudah sejak dari kemarin aku curiga." Ujar Sai dengan nada tegas, wajahnya serius juga, berfikir keras tentang ini.
"Benar, Sai. Biasanya setelah kita datang di desa yang memerlukan bantuan kita maka, langsung membahas permasalahan dan mengatur strategi. Tapi ini.... Terasa aneh." Tutur Sakura.
"Apa yang ada dalam benakmu Sakura?"
Naruto hanya diam, mengapa dia tidak se-peka rekan timnya. Mengapa dirinya tidak menaruh curiga sedikitpun. "Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Yah, aku tau itu bukan masalahku. Aku hanya ingin misi ini cepat selesai." Ujar Sakura.
"Kau tahu, aku sudah aneh saat Kakashi sensei memberitahu kita tentang misi ini. Hokage keenam berkata jika musuh kita kali ini adalah para wanita, lalu mengapa mengikut sertakan aku dan Naruto? Mengapa tidak kau, Ino, Hinata, Tenten atau Kunoichi lainnya."
Sakura tersentak, baru sadar jika memang ada yang mengganjal. Benar, mengapa Sensei-nya itu mengirim Sai dan Naruto, bukan Kunoichi lainnya. Terlebih lagi, masalah ini juga tidak terlalu pelik.
"Naruto, mengapa kau diam saja?" Tanya Sai. "Tidak, Sai. Aku hanya berfikir, mengapa aku tidak se-peka kalian." Naruto menjawab sambil menunduk. "Itukan memang salah satu ciri khasmu Naruto. Tidak peka." Sakura mendelik pada Sai, mengapa temannya ini susah sekali menyaring ucapannya.
"Lalu bagaimana? Apa kita langsung saja menemui Mizukage?" Tanya Naruto, saat ini dirinya merasakan hal tak enak.
"Karena misi ini ada hubungannya denganmu, Naruto." Jawab seseorang dari bawah. Ketiga Shinobi Konoha ini terkejut dan langsung menunduk kebawah melihat siapa yang berbicara pada mereka.
"Para musuh wanita itu menginginkan dirimu." Ujar lelaki itu lagi, yang kini sudah menegakkan badanya yang tadi bersandar pada batang pohon.
Alis Naruto menukik, "aku? Memang aku kenapa?" Lelaki itu tersenyum miring menatap depan. "Karena dia terobsesi padamu. Selama ini dia hanya mengabisi gadis yang terang-terangan menyukaimu." Jelas lelaki itu lagi. Membuat Naruto tersentak kaku. "Yang salah disini bukanlah mereka , tapi hanya ada satu orang yang melakukan pembantaian secara tragis pada gadis-gadis yang menyukaimu." Lanjut lelaki itu lagi.
"Aku hanya berharap, kau saat ini tidak mempunyai kekasih." Jantung Naruto serasa dipukul amat keras. Entah, rasanya menjadi gelisah. "Kudengar, kau sudah mempunyai kekasih? Bagaimana jika.... Kekasihmu dalam bahaya."
"Omong kosong apa yang kau katakan?" Ucap Naruto dengan mata menatap sinis pada lelaki yang tidak dikenalnya ini.
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kalian, terutama kau Naruto mau percaya atau tidak, aku tidak peduli." Ujar lelaki itu dengan wajah tegas menatap Naruto. "Mungkin, saat ini, kekasihmu sedang diintai oleh dia." Bersama angin berhembus, lelaki tadi menghilang dari hadapan ketiga Shinobi hebat Konoha.
"Hinata..." Lirih Naruto menyebut nama kekasihnya itu. Rasa khawatir dan cemas mengerubungi Naruto. Benarkah yang dikatakan lelaki tadi? Mengapa dirinya yang menjadi penyebab seseorang menjadi jahat. Kepala Naruto tertunduk.
"Ternyata menjadi terkenal itu tak seenak yang dibayangkan, ya." Tutur Sai. Sakura menatap sendu Naruto, pasti sahabatnya itu sedang mengkhawatirkan Hinata. Semoga saja, Hinata disana baik-baik saja.
Menepuk pundak Naruto, "tenanglah, percaya pada Hinata. Dia Kunoichi kuat." Ujar Sakura mencoba menenangkan Naruto. "Aku... Hanya khawatir saja." Sakura memejamkan matanya, ia juga khawatir pada sahabat lembutnya itu.
"Apa kita kembali saja ke desa?"
.
.
.Aku ingatkan lagi, ini karangan canon versi aku... Jadi jika berbeda ya maafkanlah.
Aku hanya mengambil latar belakangnya saja.
Terimakasih sudah membaca...
.
.
.Bersambung...
.
.
.
Arigatou Gozaimasu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Love.
Short StoryHanya cerita ringan tentang Naruto dan Hinata setelah misi dari bulan. Menceritakan bagaimana mereka menjalin hubungan sampai menikah. Tentu, dengan segala cobaan yang menghadang... Naruto milik MK. Cerita milik saya. Canon Story... Short Story... R...