12 (END)

7.5K 468 200
                                    

Naruto©Masashi Kishimoto...
.
.
.
Selamat Membaca...
.
.
.

Setelah beberapa hari ini berada di Kediaman Hyuga, Naruto memberanikan diri untuk bicara pada Ayah mertuanya jika, ia ingin memboyong Hinata ke Apartemen miliknya. Saat ini, hanya Apartemen itu yang Naruto miliki tapi, ia janji akan memberikan rumah yang layak untuk keluarga kecilnya nanti.

"Jadi hari ini?" Tanya Hiashi memastikan. Sebenarnya sangat berat melepaskan Naruto dan Hinata. Terutama sejak ada Naruto, Kediaman Hyuga terasa sangat berbeda. Lebih hangat namun tidak meninggalkan kesan tradisionalnya yang kental.

"Ha'i, Tou-sama. Maaf tidak bisa lebih lama lagi?" Ujar Naruto penuh sesal. Sebagai seorang pria dan kini ia juga sebagai kepala rumah tangga, malu rasanya jika harus tinggal di Kediaman Hyuga. Walau sebenarnya tak ada yang keberatan sama sekali jika ia dan sang istri menetap di kediaman Hyuga.

Hiashi memejamkan matanya seraya mengelus pelan dagunya. "Nee-sama, kau akan meninggalkanku?" Hanabi yang juga berada ditempat yang sama pun mulai mengeluarkan rengekannya. Mengelus pelan rambut coklat milik satu-satunya adik kandung yang ia miliki. "Ya, aku harus ikut kemanapun suamiku pergi, Hanabi." Bibir bocah remaja itu melengkung ke bawah. Naruto yang melihat itu malah terkekeh lucu. Bagaimana tidak? Biasanya klan Hyuga dikenal sebagai klan yang tangguh, hebat dan juga minim ekspresi, sepeti Neji misalnya. Dan Hanabi jauh dari sifat klan Hyuga. Apa karena Hanabi seorang anak bungsu? Mungkin saja.

"Baiklah. Kalian jangan sering bertengkar. Tou-sama tunggu kabar baik dari kalian. Cucu laki-laki, bolehkan?" Dua insan manusia ini memerah pekat wajahnya saat disinggung tentang hal itu. Otak mesum Naruto langsung mengarah pada malam-malamnya beberapa hari ini setelah menikah dengan Hinata. Tak ada malam yang mereka lewati tanpa bercinta. Memadu kasih dari tengah malam hingga menjelang pagi.

Hanabi dan Hiashi terkikik geli melihat ekspresi pasangan baru ini. "Aku juga menantikannya, Nee-sama." Hanabi menimpali godaan sang Ayah. Naruto menggaruk belakang kepalanya serta Hinata yang duduk salah tingkah memainkan kedua jari telunjuknya.
.
.
.
Membuka pintu Apartemen dengan perlahan. Rasanya rindu sekali dengan Apartemen kecilnya ini. Walau kecil tapi tempat inilah yang menampung dirinya sedari ia kecil. Saksi bisu dirinya yang tumbuh sendirian.

"Bersama diriku." Ujar Kurama tiba-tiba.

"Dulu kau jahat." Jawab Naruto singkat. "Cih...!" Naruto tertawa mendengar Kurama berdecih.

"Naruto-kun." Suara Hinata meredakan sedikit tawa Naruto. "Apa, sayang?" Jawab Naruto lembut, Hinata merona. Mengapa suaminya menjadi romantis sekali sih. Tapi, bahaya bagi jantungnya jika suami tercintanya ini seperti ini terus. Bisa mati mendadak dirinya.

"Aku ak-akan bersihkan kamar dahulu."

"Sudah mengajak ke kamar? Masih siang, Hime."

"A-a-apasih." Hinata memalingkan wajahnya kearah lain, menyembunyikan wajahnya yang merah pekat sampai ke telinga. Naruto terkekeh lucu dengan tingkah sang istri. Mendekat pada wanitanya, menarik tubuh sintal itu kedalam dekapnya.

"Satu ciuman dulu." Mata safir dan bulan itu bertatap mesra, saling beradu seakan menunjukkan siapa yang lebih unggul dalam memuja pasangannya. Naruto mendekatkan bibirnya pada bibir Hinata. Matanya terpejam saat ia mulai melumat pelan bibir manis milik istrinya. Membenahi posisi Hinata, ia melingkarkan lengan istrinya di leher miliknya, sedikit mengangkat tubuh sang istri sehingga Hinata menjinjit.

Saling melumat dengan lembut, bergantian atas dan bawah. Saling memberi akses lidah mereka untuk lebih merajai dalam mulut. Tempo lumatan kali ini benar-benar mereka jaga. Sudah lima menit berlalu tapi, tak ada yang ingin melepaskan tautan nikmat ini. Hinata melenguh, tangannya yang melingkari leher Naruto pun semakin mengerat, ia terbawa suasana. Naruto tersenyum, melihat istrinya terhanyut dalam ciumannya.

Our Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang