Azka kembali mengucek matanya, dan memandang ke sisi lain ranjangnya yang kini telah diduduki seseorang. Ya, di sana Azka melihat gadis dengan kaus panjang polos berwarna soft blue. Apakah ia masih bermimpi? Gadis itu seperti Via.
"Lo ngapain pagi-pagi di sini?" tanya Azka saat sudah yakin jika gadis itu adalah Via.
Azka menguap lebar, mengucek matanya lagi, dan bangun dari rebahannya. Kini ia bersandar pada kepala ranjang dengan mata yang masih setengah terpejam. Rasanya sulit sekali untuk membuka mata sepenuhnya karena ia baru saja bisa tidur pulas saat jam menunjukkan pukul dua dini hari.
"Tadi Via ketemu mama Allya, terus katanya Azka masih tidur jadi Via langsung ke sini."
Sebeneranya bukan itu maksud dari pertanyaan Azka, tapi yasudahlah.
Azka kembali menoleh pada Via. Menelisik dari atas hingga bawah. Penampilannya cukup rapi untuk orang yang menghabiskan weekend hanya dengan duduk di rumah.
"Lo mau ke mana?" tanya Azka yang ditanggapi senyum lebar Via.
"Via mau ajak Azka jalan-jalan. Lusa kan hari ulang tahun Via, Azka emang enggak mau cari hadiah, gitu?" jawab Via.
Benar juga. Lusa itu tanggal 27 oktober yang merupakan hari ulang tahun Via yang ke enam belas. Sebenarnya Azka tidak lupa, hanya saja ....
"Gue punya rencana buat acara ulang tahun lo." Azka mengubah posisi duduknya menjadi bersila, menghadap Via sepenuhnya. "Kita buat acara untuk dirayakan berdua."
"Kapan?"
Azka berpikir sejenak. Diraihnya sebuah kalender kecil yang bertengger di atas nakas samping ranjangnya. Dalam hati ia bersorak saat melihat ada hari libur di hari Kamis. Lumayan untuk dijadikan quality time, kan?
Kalender itu Azka letakkan di tengah-tengan dirinya dan Via. Jari telunjuknya mengarah pada angka dua puluh sembilan yang ditulis dengan warna merah.
"Kita kencan di hari ini." Azka tampak antusias.
Namun lain halnya dengan Via, ia justru memasang wajah masam. "Enggak mau."
Penolakan Via membuat Azka mengerang frustasi. Ia bingung. Kepalanya pening karena mendapat tekanan dari setiap arah. Lusa memang sudah ia rencanakan untuk ikut merayakan ulang tahun gadis kesayangannya, tapi kesialan justru menghampiri. Mengharuskan dirinya absen untuk pertama kali dalam perayaan spesial tersebut.
"Baiklah, bagaimana kalau hari ini?" putus Azka.
Via nampak menimang apakah harus menerima ajakan Azka atau tidak. Mungkin seharusnya Via bertanya mengapa harus dirayakan berdua dan di lain waktu, tapi ia justru tak menaruh rasa curiga apa pun dan kini sudah mengangguk dengan semangat.
"Oke," jawab Via membuat Azka tersenyum lega.
...
Di tengah ramainya pengunjung mall, tak sekali pun Azka melepaskan genggamannya pada tangan Via. Saat Via memandangnya dengan tatapan bertanya pun Azka hanya berkata, "gue takut lo nanti hilang di tengah keramaian kalau enggak gue pegangin."
Via hanya nurut saja. Toh, bagi Via, Azka adalah sosok kakak kedua. Azka selalu menjaganya, membelanya saat mendapat gangguan, menemaninya di saat-saat gadis itu membutuhkan sandaran, bahkan bersedia menyanyikan lagu sebagai lulaby jika gadis itu kesulitan dalam mengarungi dunia mimpi.
Azka juga selalu berkata, "lo itu harus selalu ada dalam jarak pandang gue, enggak boleh jauh dari gue, kalau perlu tangan ini ...." Azka menunjukkan genggaman mereka. "Enggak boleh lepas dari genggaman gue."
Via sempat tersentuh. Takjub pada segala perhatian Azka yang begitu besar untuknya. Karena Via tahu bagaimana sikap laki-laki itu pada orang lain. Azka itu cuek, jutek, jarang tersenyum, dan hampir tak tersentuh. Berbeda dengan Renald –sahabat mereka– yang sama-sama cuek juga. Renald itu hanya irit bicara, tapi jika ada yang menyapa ia tetap membalas bahkan tersenyum meski tipis. Sedangkan Azka jangankan tersenyum, melirik pun selalu enggan. Bagi Azka, hanya ada Via di pandangannya. Oh, pengecualian untuk para sahabatnya, saat bersama mereka, Azka kadang menjadi sosok yang asik bahkan sedikit humoris.
"Azka, ayo ke sana!" ajak Via saat melihat sebuah toko aksesoris dengan desain serba pink.
Azka hanya mengekor. Tersenyum saat sahabat kesayangannya itu mencoba satu per satu bando dengan aksen telinga binatang yang ada di sana. Saat tengah berkeliling melihat-lihat isi dari tiap rak, pandangan Azka jatuh pada sepasang kalung perak dengan bandul berbentuk hati dan kunci lurus sedikit pipih yang terpajang di etalase tempat kasir.
"Apa itu?" tanya Azka pada si penjaga toko.
"Ini sepasang kalung. Di dalam bandul berbentuk hati itu bisa ditulis ungkapan cinta." Si penjaga toko itu membuka liontin hati, dan terdapan tempat ukiran di sana.
"Kemudian pada bandul ini ...." Si penjaga toko ganti menunjuk bandul kunci. "Bisa diukir nama pasangan laki-lakinya."
Tanpa pikir panjang, Azka kemudian berkata, "tolong bungkus ya."
Setelah mengatakan kata apa yang ingin ditulis dalam liontin dan nama untuk diukir pada bandul kunci, Azka memasukkan kotak berisi kalung dengan bandul liontin itu pada saku jaket yang ia kenakan.
"Sudah?" tanyanya pada Via yang tengah memilih gantungan kunci berbentuk karakter pinky pie dan flutter shine.
"Mana yang bagus?" tanya balik Via sambil menunjukkan dua gantungan kunci tadi.
"Ini." Azka menunjuk gantungan kuci kuda poni berwarna pink. Pinky pie.
Setelah memberikannya pada sang penjaga kasir untuk dibungkus dan membayarnya, mereka keluar dari toko tersebut untuk kembali berkeliling.
...
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam yang berarti mereka harus segera mengakhiri acara kencan tadi. Via cukup merasa puas pada usaha Azka untuk menyenangkannya hari ini. Benar-benar weekend yang luar biasa.
Saat Via hendak berjalan masuk ke rumah, Azka menahan pergelangan tangannya membuat Via kembali menoleh pada laki-laki itu.
"Gue ada sesuatu," ucap Via membuat Via mengernyit.
Azka mulai merogoh sakunya dan mengeluarkan kotak beludru berwarna soft pink dan memberikannya pada Via. "Mungkin ini sedikit lebih cepat, tapi ... happy birthday."
Via tersenyum senang dan meraih kotak itu, membukanya, dan berbinar saat melihat apa yang ada di dalamnya. Kapan ia membelinya?
Azka mengambil kalung itu, melingkarkan lengannya pada leher Via untuk memasangkan kalung itu. Jika dilihat dari jauh, maka akan terlihat seperti Azka yang tengah memeluk Via.
"Sebenarnya liontin itu bisa dibuka, tapi tunggu beberapa waktu sampai lo bisa melihat apa isinya," jelas Azka.
"Kenapa?" tanya Via bingung.
Azka mengusap kepala Via sejenak. "Tunggu waktunya tiba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Milik Azka
Teen FictionLindungilah aku karena bagimu aku berharga, bukan karena aku lemah. Milikilah aku karena kau memang ingin menghabiskan seluruh sisa hidupmu bersamaku, bukan karena aku adalah wanita tercantik di dunia. Pilihlah aku karena hatimu menginginkanku, buka...