Via menutup pintu kamarnya dengan kasar setelah meninggalkan pesta perayaan ulang tahunnya begitu saja. Seumur hidupnya, Via merasa bahwa tahun ini adalah tahun terburuk. Pasalnya, sejak pertama pesta itu diadakan, Via sama sekali tidak menemukan keberadaan Azka. Padahal laki-laki itu yang seharusnya menjadi orang kedua yang menerima potongan kue.
"Azka jahat! Nyebelin!ngeselin!" serunya sambil membanting-banting guling yang sebenarnya tidak bersalah.
"Azka jelek! Azka rese! Azka idiot! Azka bodoh!"
Kegiatan itu terus Via lakukan, bahkan dirinya tidak sadar saat pintu kamar itu telah kembali dibuka oleh seseorang yang kini berjalan mendekatinya.
"Via sebel sama Azka! Via kesel sama Azka! Via benchmmffff." Belum sempat kata terakhir itu terucap, seseorang sudah membekapnya dari belakang.
"Jangan pernah lo ucapin kata laknat itu berdampingan dengan nama gue. Jangan pernah. Enggak peduli meski ada rasa itu dalam hati lo buat gue, jangan pernah keluarin kata itu, Vi."
Azka, orang yang tiba-tiba ada di sana. Bagaikan magis, saat nama itu terlontar beberapa kali, mampu membuat si pemilik nama datang. Via melirik Azka yang meletakkan dagunya pada pundak miliknya dengan tangan kiri yang menggenggam tangan Via yang masih mencengkeram guling.
Sadar akan posisi mereka yang dapat mengundang kesalah pahaman, Azka melepaskan bekapannya dan sedikit menjauh. Kini ia beralih duduk di pinggir ranjang, tepat di hadapan Via setelah sebelumnya melempar guling yang gadis itu pegang.
Via masih diam sambil menatap Azka dengan wajah cemberut. Azka hanya bisa menunduk, mencoba menghindari tatapan penuh rasa kecewa dari Via, dan ekspresi gadis itu yang membuat Azka membenci dirinya sendiri.
Namun baru sekitar lima detik kemudian, Azka kembali mendongak saat sebuah isakan kecil mampir pada pendengarannya. Kini bukan lagi wajah cemberut Via yang ia lihat, tapi wajah yang berurai air mata dengan kesedihan luar biasa yang ada di sana.
Azka gelagapan. Buru-buru ia bangkit dan merengkuh gadis itu pada pelukannya. Respon Via kali ini benar-benar di luar dugaan. Meski merasa heran, tangannya dengan telaten mengusap punggung gadis itu agar dapat sedikit menenangkannya, juga kepala yang ia sandarkan pada puncak kepala Via sambil sesekali menggumamkan kata maaf.
"Kenapa Azka tadi enggak ada? Via dari awal acara dimulai udah celingak-celinguk nyari Azka. Bahkan ... bahkan saat Via tanya sama mama Allya, mama Allya juga enggak tahu," ucap Via sambil sesekali terisak.
Tak kunjung mendapat jawaban dari Azka, Via menarik diri dari pelukan laki-laki itu. Kembali menatapnya setajam dan segarang yang ia bisa. Tangannya yang memang tadi sama sekali tidak membalas pelukan Azka, kini beralih mencengkeram ujung kaos putih polos yang Azka kenakan.
"Kalau emang Via udah enggak penting lagi buat Azka, seharusnya Azka bilang," lirih Via lagi.
Saat sebelumnya hanya wajah tanpa ekspresi yang Via dapati dari Azka, kini laki-laki itu mulai merespon meski hanya sebuah helaan napas. Sedetik kemudian, Via juga merasakan sebuah usapan di pucuk kepalanya.
"Sampai kapan pun, lo yang paling penting dalam hidup gue. Enggak akan berubah karena enggak akan ada yang bisa mengubahnya," jawab Azka pada akhirnya.
"Terus, kenapa Azka enggak datang?" tuntut Via.
Azka menyentil hidung Via pelan. "Gue datang. Kalau enggak, mana mungkin gue ada di sini sekarang. Ya ... meski sedikit terlambat."
Dengusan keluar begitu saja dari mulut Via mendengar ucapan Azka. Sedikit terlambat katanya? Bahkan laki-laki itu baru datang saat acara selesai. Untuk ukuran orang yang tidak pernah absen dari acara seperti spesial ini, tentu itu sangat membuat Via kecewa.
"Azka enggak jawab pertanyaan Via," rengek gadis itu manja.
Bukannya menjawab, Azka malah menaikkan sebelah alisnya. Pura-pura tidak paham pada maksud ucapan Via. Azka hanya tidak ingin membahas alasannya absen dari acara ulang tahun Via. Selain itu, ia juga tidak ingin orang lain, apa lagi Via tahu ke mana ia pergi. Setidaknya mungkin jangan sekarang.
"Gue di rumah-"
"Bohong!" sentak Via tiba-tiba. Padahal Azka masih belum menyelesaikan ucapannya.
Azka melirik sofa yang terletak di bagian pojok kamar, lebih tepatnya pada gitar yang tergeletak di atasnya. Ia hanya mencoba peruntungan.
"Sebagai gantinya, gue akan nyanyiin sebuah lagu buat lo. Gimana?" tawar Azka. Ya, jika peruntungan ini tidak membuahkan hasil, maka Azka harus menyerah dan entah apa yang akan ia lakukan.
Sementara Azka tengah harap-harap cemas, Via sibuk memepertimbangkan penawaran Azka. Mendengar Azka menyanyi memang bukan hal aneh, tapi menyanyi sambil bermain gitar itu hal yang paling Via sukai. Akhirnya, ia hanya mengangguk pelan. Mencoba terlihat tidakk terlalu tertarik meski isi kepalanya sudah loncat-lincat kegirangan.
..........
Kini di sinilah mereka, duduk bersila di balkon saling berhadapan dengan Azka yang memangku gitar.
"Lo mau gue nyanyi apa?" tanya Azka.
Via cemberut. "Ini kan penebusan dosa. Azka yang mikir sendiri dong."
Azka tertawa pelan. Otaknya kemudian memikirkan kira-kira lagu apa yang akan ia nyanyikan malam ini. Saat dirasa sebuah judul hinggap, ia mulai memetik senar gitarnya perlahan.
Berdiriku disini hanya untukmu
Dan yakinkan ku untuk memilihmu
Dalam hati kecil ku inginkan kamu
Berharap untuk dapat bersamamuBait pertama dari lagu itu mengalun dengan indah dari mulut Azka. Tatapannya bahkan tak lepas dari mata Via yang juga menatapnya penuh minat.
Aku kan ada untuk dirimu
Dan bertahan untukmuTidak bohong. Selama ini Azka memang selalu berusaha agar selalu ada untuk Via. Kapan pun dan di mana pun gadis itu membutuhkannya, Azka akan datang. Atau bahkan saat tidak dibutuhkan, Azka akan tetap ada di samping Via. Terus bersamanya sampai gadis itu lupa akan kehadiran orang lain di dunia ini.
Terlukis indah raut wajahmu dalam benakku
Berikan ku cinta terindah yang hanya untukku
Tertulis indah puisi cinta dalam hatiku
Dan aku yakin kau memanglah pilihan hatiku(Pilihan Hatiku-Lavina)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Milik Azka
Teen FictionLindungilah aku karena bagimu aku berharga, bukan karena aku lemah. Milikilah aku karena kau memang ingin menghabiskan seluruh sisa hidupmu bersamaku, bukan karena aku adalah wanita tercantik di dunia. Pilihlah aku karena hatimu menginginkanku, buka...