Happy Reading 🥳
"Sialan!"Selama di perjalanan ia terus mengumpat. Mulutnya tidak berhenti untuk berkomat-kamit. Kedua bola matanya menatap tajam jalanan. Nick tengah berada di perjalanan menuju Markas. "Kenapa aku terus memikirkan mu Ra?!" Kesalnya frustasi. Kedua tangannya mencengkeram kemudi mobil. Rambutnya sedikit berantakan karena usapan kasar yang ia lakukan. Penyesalan atas apa yang ia lakukan menggerogoti hatinya. Raganya memang ada disini. Tapi pikirannya masih tertinggal di Mansion.
"Nama kamu Nick Albert kan?" Ujar gadis mungil dengan luka lebam di lengannya.
Al menoleh. Sebuah senyuman tersungging di bibirnya. Perlahan, kepalanya mengangguk. "Iya Ara. Nama ku Nick Albert. Bagus bukan?" Jawab Al menyombongkan diri.
Ara, gadis genap berusia 6 tahun lantas mengangguk bersemangat. "Bagus Al! Ara suka." Jawab Ara menjeda perkataannya. Kedua matanya menatap malu ke arah Al. "Tapi, apa boleh Ara manggil kamu Al?" Tanya gadis itu ragu. Jemarinya saling bertautan. Kedua bola matanya menatap ke arah lain, berusaha menghindari kedua mata abu-abu yang membuatnya salah tingkah.
"Tentu saja boleh, Ara." Diusapnya pelan puncak kepala Ara. Tatapannya tidak pernah lepas dari gadis manis ini. "Panggil aku semau kamu Ara. Aku akan menyukainya." Lanjutnya lagi membuat pipi Ara memanas.
"Terimakasih Al! Al memang yang terbaik!" Bagaikan mendapat permen disiang bolong, ia langsung memeluk tubuh Al begitu erat. "Jangan pernah tinggalin Ara ya. Ara cuman punya Al. Jadi teman Ara terus ya."
Al membalas pelukan itu. "Iya Ara. Al tidak akan pernah ninggalin Ara." Jawab Al sambil mengusap punggung Ara. Dagunya ia letakkan di bahu Ara. Sudah terhitung satu bulan lamanya, Al mengenal Ara. Ia sering meluangkan waktunya untuk bermain dengan Ara. Hampir setiap hari, setelah belajar dengan guru privat, ia pasti datang ke taman bermain untuk menemui Ara. Sementara kedua orang tuanya sibuk mencari uang. Hanya beberapa bulan sekali orang tuanya datang menemuinya. Ia sedari kecil dirawat oleh Bibi, asisten rumah tangga orang tuanya waktu itu.
"Lupakan Nick. Lupakan." Monolognya. Sesampainya di Markas pribadi, Nick segera keluar dan melangkah masuk ke dalam Markas. Disana sudah ada Damian yang menunggunya.
"Ada apa dengan mu Nick?" Tanya Damian ketika melihat penampilan sahabatnya yang sedikit berantakan. Terkesan seperti orang linglung yang lupa jalan pulang.
"Hanya butuh hiburan." Jawab Nick ketus sambil mendudukkan dirinya di atas sofa. Didalam ruangan itu ada Damian, Morgan dan lima bodyguard Nick. Sementara orang kepercayaan Damian berada di luar, tidak ingin masuk. Mengingat jika orang kepercayaan Damian pernah berselisih paham dengan Morgan, orang kanan Nick sekaligus bodyguard Nick.
Damian menggeleng pelan. "Ini masih pagi. Jangan berfikir jika kau akan melakukan yang tidak-tidak dengan wanita malam di siang hari." Cetus Damian asal lalu bangkit mengambil sebuah anak panah.
Nick mendengus geli mendengar perkataan Damian. Padahal, sebelum Damian mengatakannya, ia sudah terlebih dahulu melakukannya bersama Rara.
"Dokumennya berada di tangan Jasson. Aku tidak pernah menyangka jika kawan lama mu berani menunjukkan batang hidungnya ke hadapan mu Nick." Sarkas Damian sambil bermain panah.
Sret..
Bagaikan pedang menghunus ke arah musuh, panah itu melesat jauh tepat di tengah.
Nick menghela kasar. "Aku akan mengurusnya Damian. Kau bisa mengurus yang lain."
Tubuh Damian berbalik, kembali menghadap ke arah Nick. "Urusan Jasson aku serahkan pada mu Nick. Sedangkan urusan Derrick, aku akan mengurusnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL BESIDE YOU | 21+
Romance• Diangkat dari kisah nyata. Dikemas dengan latar belakang berbeda dengan alur yang sama. • Follow instagram : Fullandari • Ada beberapa chapter dewasa yang di privat! Harap follow sebelum membaca. Terima kasih 🤍 Pembalasan dendam seorang CEO di P...