25; 'berkunjung'

791 165 30
                                    

- 안녕, MOIS -

suplemen, pls?

❄❄❄

Langkah itu terhenti.

Ransel dalam gendongannya ia benarkan. Netranya menatap lamat pada seseorang yang tak asing baginya. Ya, sepertinya Beomgyu tak salah lihat. Lalice lah gadis itu. Yang kini berjalan dengan kepala menunduk, dan tak menyadari keberadaannya. Ketika jarak mereka terpaut sekitar empat langkah, barulah Lalice menghentikan langkahnya. Gadis itu terlihat sedikit tersentak ketika menyadari siapa yang ada dihadapannya.

Seorang pemuda dengan sebuket mawar ditangan.

“Oh, Beomgyu?” si pemuda diam saja, karena tentu Lalice tak membutuhkan jawaban untuk pertanyaannya retoris itu.

Haruskah kutanya, siapa yang dia ‘temui’ disini? Pikir Beomgyu. Namun tak repot mengucapkannya, Lalice sudah lebih dulu membaca tatapan tanya-nya.

“Aku... mengunjungi makam temanku. Dia meninggal beberapa tahun lalu, dan makamnya ada di sana.” Lalice menunjuk arah barat.

Beomgyu melirik arah tunjuk Lalice, lalu menyadari satu hal dengan cepat. “Tapi kau berjalan dari arah utara.”

Lalice terkejut samar, tak begitu kentara.

Ah, itu. Aku hanya memutar jalan. Dan, oh ya. Kau sendiri? Apa ada makam kerabat, saudara, atau orang dekatmu disini?” bicaranya lancar sekali, tetapi tidak dengan gesture-nya. Lalice terlihat ragu dan pertanyaan itu tak benar-benar ada dalam benaknya. Ia hanya mengudarakannya begitu saja.

“...kakak.”

Okay, Lalice kira Beomgyu tengah memanggilnya. “Ya?”

Namun ternyata pemuda itu tengah menjawab pertanyaannya. “Ah, kakakmu? Kakak...”

“Aku rasa kau sudah mengetahuinya dari Somi.” ya, memang benar. Beomgyu benar.

Entah darimana pemuda itu tahu, dan tak penting juga menanyakan hal seperti itu. Jadi, “boleh aku ikut?”

Beomgyu mengedikan bahu, “Kau punya kendali atas kakimu sendiri. Jadi terserah padamu.” ucapnya, kemudian berlalu melewati Lalice. Sedangkan gadis itu, yea... meskipun Beomgyu tak menjawabnya secara langsung, namun Lalice tahu jika pemuda itu mengijinkannya untuk ikut.

Jadi, keduanya berjalan dengan Beomgyu memimpin di depan. Sedangkan Lalice dibelakangnya, berjalan pada jalurnya, dan mencapai satu makam. 

Beomgyu menoleh pada Lalice sekilas. Lalu merendahkan tubuhnya, disusul Lalice. Keduanya berada disisi makam kakak Beomgyu.

Kakak perempuan Beomgyu.

“Seohwa...” gumaman Lalice membuat Beomgyu menoleh. Dan gadis itu terkesiap. “O-oh, kenapa?”

Tak ada jawaban, Beomgyu hanya menghela nafas panjang. Dipandangnya nama yang baru saja Lalice ucapkan. Tangannya terulur, meletakkan buket mawar yang ia bawa. Lalu menyatukan kedua tangannya dan memejamkan mata, berdoa untuk sang kakak.

Semoga Tuhan menempatkanmu disisinya, Noona. Aku, merindukanmu.’ Beomgyu membuka matanya, tautan tangannya pun terlepas.

“Kau, selalu datang berkunjung?”

Beomgyu mengangguk. “Sesering yang aku bisa.”

Lalice mengangguk-anggukan kepala, paham. Dan dalam situasi hening itu, Beomgyu kembali bicara. “Aku selalu datang; seringkali datang dan bercerita. Karena... kami tak banyak melakukannya dahulu.” pandangan Beomgyu masih terarah pada ukiran nama Seohwa.

Occultatum (discontinue)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang