Part 1

22 4 2
                                    

Malam berganti pagi, sinar mentari mulai menusuk mata, bisingnya siulan burung, menjadi pelengkap dari hari yang indah ini.

Beranjak dari tempat tidur, lalu bergegas ke kamar mandi, sudah menjadi rutinitas setiap hari.

"Hah, aku berangkat." Dengan lesu aku beranjak dari meja makan dan melangkah menuju pintu.

"Bodoh, untuk apa pamit pada ruangan kosong ini." Kupukul kepalaku dengan pelan.

Aku, Anatami Ummaya, sudah sejak SMP tinggal sendirian, di rumah yang kumuh nan kecil ini.

Kini, aku menjadi karyawan di salah satu toko pakaian. Bagaimana lagi, aku harus menghidupi diriku sendiri.

Sejak SMP, aku terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini. Beruntung karena dapat dipercaya oleh pemilik toko. Aku menabung sebagian uang upah kerjaku, dan berpikir akan memakainya untuk pergi jauh dari kota yang keras ini.

"Ana, kamu kemana saja?"

"Jarang sekali kamu datang terlambat seperti ini," oceh Mira, gadis berambut pendek nan imut itu.

"Entahlah, aku sedang tidak bersemangat." Kuletakkan tas di sembarang tempat.

"Kenapa? Apa kau lelah bekerja?" ucapnya dengan pipi gembul karena menahan tawa.

Malas meladeninya, aku beranjak untuk melapor kedatanganku pada atasan. Sungguh atasan yang sangat baik, bahkan dia tak pernah memarahiku, atau para karyawan lainnya.

Toko yang menjadi tempat kerjaku ini memang lumayan besar. Memiliki kualitas pakaian kelas atas, tetapi dengan harga yang tidak menguras isi tas.

"Lapor, Bu bos, maafkan saya karena datang terlambat," ucapku dengan kepala yang ditundukkan.

"Tidak apa, silahkan kembali bekerja," titahnya ramah, dengan lesung pipi yang terlihat manis di kiri dan kanan pipinya.

Aku kembali bekerja, hari ini lumayan banyak pengunjung yang datang, entah untuk membeli barang atau hanya melihat-lihat.

Beberapa pengunjung melirikku dengan pandangan tak suka, tetapi aku tak menghiraukannya, kutahu itu karena wajahku yang murung.

"Hei, Ana, senyumlah! Apa kau tidak melihat? Pengunjung kita melihatmu dengan raut wajah tak suka," jelas Mira panjang lebar dengan pandangan mata yang menusuk.

"Biarkan saja, sudah kubilang aku sedang tidak bersemangat," sahutku dengan badan yang lesu dan wajah yang ditekuk.

"Sebenarnya ada apa denganmu, Ana?" tanya Mira dengan sebelah alis yang dinaikkan.

"I'm fine."

Setelah mendengar jawabanku, Mira berlalu dan mengabaikanku begitu saja.

>>>

"Hah, lelahnya."

"Kapan uangku akan terkumpul, aku ingin pergi dari kota ini," bentakku lalu menendang kaki meja di depanku.

Telolet ... telolet ... telolet!

"Astaga, mengagetkanku saja." Kuambil ponsel yang berdering di tas selempangku.

Setelah kulihat, ternyata nomor tidak dikenal, aku berfikir untuk tidak mengangkatnya, tetapi aku takut bahwa itu telepon yang penting.

Aku mengangkat telepon itu, lalu terdengar suara tegas dari seorang pria. Entah siapa dia dan mengapa bisa meneleponku.

"Hallo, saya tidak suka basa-basi! Cepat datang ke kantor sekarang juga!" titahnya lalu menutup telepon sebelum aku menjawabnya.

"Siapa dia? Mengapa menyuruhku ke kantornya?"

Gadis Cantik Tuan GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang