Part 5

3 0 0
                                    

"Saya diperintahkan mama untuk mengantarnya, juga sekalian mengunjungi tante," sahut Gara.

"Eh? Tante?" ucap Ana sembari mendongakkan wajahnya untuk menatap Gara.

"Ya, Gara ini keponakan saya," jawab tante Shita.

Ana menatap Gara dan Shita bergantian, memandangi wajah mereka untuk memastikan kebenarannya. Shita membalas menatap Ana lalu tersenyum, sedangkan Gara hanya menatap Ana datar.

"Apa? Kenapa kau menatapku dan tante Shita seperti itu?" tanya Gara dengan sebelah alis yang terangkat.

"Tante Shita? Bukankah itu nama yang mama tanyakan kemarin?" gumam Ana sambil menundukkan kepala.

"Ada apa Ana? Apa yang kau gumamkan?" tanya tante Shita.

Ana hanya tersenyum kikuk lalu menggelengkan kepalanya, setelahnya Ana meminta izin untuk melakukan pekerjaannya. Ia berjalan ke luar ruangan tante Shita dan mendapati Mira yang sedang menatapnya dengan pandangan mata mengintimidasi.

Ana berjalan dengan cepat untuk menghindari tatapan penuh tanya milik Mira, tetapi dengan cepatnya tangan Ana dicekal oleh Mira dan membuat langkahnya terhenti. Lalu Ana membalikkan badannya menghadap Mira.

"Mi-Mira, ada apa?" tanya Ana dengan senyum paksanya.

"Lo habis ngapain dari ruangan bu Bos?"

"Gak ngapa-ngapain kok, hehe," sahut Ana sembari menggaruk kecil pelipisnya.

"Oh, yaudah," ucap Mira.

Lalu, Mira melepaskan cekalan tangannya pada Ana dan membiarkan Ana kembali melakukan pekerjaannya. Merasa lega telah berhasil menghindari Mira, Ana menghembuskan nafas pelan dan kembali menstabilkan raut wajahnya.

Selang beberapa waktu, seorang pengunjung berperawakan tinggi, cantik, berkulit putih dan berambut curly menghampiri toko tas yang kebetulan dijaga oleh Ana. Dengan cepat, Ana menampilkan senyum ramah kepada pengunjung wanita itu.

"Saya mau lihat tas yang warna biru gelap itu, boleh?" tanya wanita itu.

"Oh, boleh mbak, sebentar saya ambilkan," sahut Ana.

"Baik,"

"Ini, mbak, warna tasnya cocok sekali untuk mbak, apalagi dengan motif bunga di bagian tengahnya yang cantik, sama seperti mbaknya," kata Ana.

"Ah, kamu bisa saja," sahut wanita itu.

Setelah melihat-lihat tas dengan berbagai model, warna dan motifnya. Wanita berperawakan tinggi itu akhirnya memilih sebuah sling bag, berwarna jingga dengan motif bunga matahari kecil-kecil di berbagai sisinya.

Ana, merasa senang melayani wanita cantik itu, hingga tanpa sadar senyum di bibirnya mengembang dengan cantik. Hal itu tidak terhindarkan dari pandangan lelaki tampan, yang kini tengah menatapnya dengan senyum tipis yang menambah kadar ketampanannya. Ditambah lagi, dengan lesung pipi di kanan dan kiri pipinya.

Gara tersadar dari lamunannya yang sedang memperhatikan Ana, lalu kembali menstabilkan raut wajahnya. Bergegas ke luar dari toko tante Shita dan berlalu dengan mobil miliknya menuju ke kantor.

Di perjalanan, Gara kembali membayangkan senyuman Ana, hingga tanpa sadar senyuman kembali terukir di wajahnya. Gara, tersenyum sepanjang perjalanan ke kantor, bahkan sampai ia memasuki kantornya pun, senyuman tetap melekat di bibirnya.

"Wah, sepertinya Bos sedang bahagia,"

"Siapa kah gerangan, bidadari yang melelehkan gunung es kita ini,"

"Masya Allah, tampannya bertambah,"

"Haish, saya insinyur dengan senyumannya,"

"Insecure, bodoh!"

Sadar sedang diperhatikan karyawannya, Gara menstabilkan kembali raut wajahnya menjadi datar. Lalu ia kembali berjalan menuju ruangannya dan duduk di bangku kebesarannya.

Hari sudah terlihat temaram, langit sore mulai menampakkan keindahan senjanya. Kini sudah waktunya untuk orang-orang yang bekerja, sekolah, ataupun bermain untuk pulang. Begitu juga dengan Ana yang kini tengah bersiap untuk pulang, lalu bergegas untuk menunggu angkutan umun di depan toko tempatnya bekerja.

Ditemani dengan Mira yang juga tengah menunggu jemputan adiknya, sebenarnya Mira adalah anak dari keluarga yang berkecukupan. Tetapi dia dan adiknya memilih untuk menjadi pribadi yang mandiri, jadi mereka berdua memutuskan untuk tinggal di kontrakan yang letaknya bersebelahan.

"Mbak, yuk balik," panggil adiknya Mira.

"Na, gue duluan ya," ucap Mira.

"Oke," sahut Ana.

"Ish, lama banget sih angkotnya," Ana menggerutu sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Ditengah gerutuan Ana, terlihat mobil berwarna hitam melaju ke arahnya. Ana yang tahu itu mobil siapa seketika mengernyitkan keningnya. Pasalnya saat ini tidak ada orang lain yang tengah menunggu jemputan ataupun angkutan umum selain dirinya.

Bahkan, bosnya pun sudah pulang lebih dulu dari dirinya. Ana menggelengkan kepalanya lalu mengambil ponsel dari tasnya dan melihat pukul berapa saat ini. Namun, seketika Ana terlonjak kaget dengan berhentinya mobil hitam tadi di depannya.

"Ayok masuk,"

Satu panggilan dari Gara, yap! Mobil hitam itu adalah mobil milik Gara, tetapi yang dipanggil malah diam di tempat tanpa ada niat menjawab ucapan Gara, atau bahkan menuruti perintah Gara untuk masuk ke mobilnya.

"Hey! Mengapa kau diam saja di sana? Tidak ingin pulang?" tanya Gara lagi dengan wajah geram karena kesal.

"Apa Tuan berbicara padaku?" sahut Ana dengan balik bertanya.

"Bukan, tapi dengan bocah botak di belakangmu," ucap Gara dengan matanya yang berotasi.

"Ha? Di mana? Di sini tidak ada siapa-siapa selain aku, kok," sahut Ana sambil melirik ke samping kanan-kiri, bahkan sampai berputar untuk melihat ke belakang.

"Haish, tentu saja saya bicara denganmu, apa kau bodoh?" kesal Gara karena tingkah konyol Ana.

"Aku tidak bodoh! Kamu saja yang aneh, di sini kan tidak ada siapa-siapa lagi," sahut Ana dengan mata menajam.

"Karna itulah saya bilang kamu bodoh! Sudah tahu tidak ada siapa-siapa selain kamu, masih saja bertanya," ucap Gara, lalu membuka pintu mobil dan ke luar untuk mendekat ke tempat Ana berdiri.

"Ini sudah sore, bahkan langit akan mulai gelap, apa kau tidak ingin pulang?" tanya Gara.

Belum sempat Ana menjawab, Gara malah berbalik dan membuka pintu bagian kiri, lalu Gara menyuruh Ana untuk masuk. Meski Ana memberontak tidak mau, tapi Gara memaksanya dan mendudukan Ana di dalam.

Gara segera mengitari bagian depan mobilnya dan membuka pintu kanan untuk kemudian masuk dan kembali melaju mengantar Ana pulang.

Di dalam mobil hanya ada keheningan, dan Ana tidak menyukai keadaan seperti ini. Keadaan seperti ini hanya membuat rasa canggung muncul, padahal sebelumnya mereka bertengkar hanya karena hal sepele.

Ana melirik ke arah Gara, tetapi Gara hanya fokus pada jalanan di depan. Ketika memalingkan wajahnya kembali menghadap ke kaca, perut Ana tiba-tiba saja berbunyi.

"Aduh, ini perut kenapa sih, bunyi kok diwaktu yang tidak tepat," Ana meringis dalam hati, kenapa perutnya ini tidak bisa sabar sebentar saja.

"Apa kau lapar?" tanya Gara, mungkin dia mendengar suara perut Ana.

"Ha, i-itu ... aku memang belum makan sejak tadi siang, hehe," sahut Ana dengan kekehan kecil di akhir ucapannya. Dalam hati Ana mengumpat kesal pada perutnya. Memalukan!

.

Nah loh, ada yang pernah ngalamin hal kaya si Ana gak? Hehehe 😁

Hoiya, Selamat menjalankan ibadah puasa ya. Semoga selalu diberikan kesehatan untuk kita semua, Aamiin ♡

Hari raya tinggal menghitung hari nih, gimana? Udah ada rencana kah nanti mau pergi ke mana? Kalau Illar sih gak tau mau ke mana, mungkin cuma guling-guling aja di kasur, eheheh 😁

Yaudah, sampai ketemu di part selanjutnya teman-teman, paypay 👋 jangan lupa votenya, coment juga kalau bisa. Hehe 😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gadis Cantik Tuan GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang