Selamat Membaca✨
Chen Sixu, cowok 18 tahun penyandang tuna netra. Dunia yang tidak pernah dilihatnya, apalagi wajah-wajah orang sekitar yang dulu belum sempat ia hapal. Kecelakaan satu keluarganya yang menewaskan sang ibu, penyebabnya.
Waktu itu Sixu masih bayi, sang Kakak —Jingyuan— berumur 6 tahun. Keluarga Chen di libur sekolah Jingyuan menyempatkan untuk berlibur ke luar. Sayang sekali, kecelakaan tidak bisa ditahan. Mobil yang ditumpangi mereka menabrak pembatas jalan, dan hampir terjun dari atas tebing.
Untung langsung ada evakuasi dari kepolisian dan pemadam kebakaran terdekat, dibantu dengan masyarakat sekitar. Mereka dilarikan ke rumah sakit. Sang Ibu tak tertolong, Ayah dan Jingyuan mendapatkan luka besar.
Dan Sixu, organ penglihatannya terkena serpihan kaca mobil yang pecah, membuat anak itu tidak dapat melihat lagi.
Buta.
"Hari ini ada kegiatan nggak?" Jingyuan, pemuda 24 tahun memulai obrolan di meja makan.
Sedangkan yang ditanya hanya menggelengkan kepala tanpa suara. Sibuk dengan sarapannya.
Sekarang sudah 18 tahun sejak kejadian kecelakaan itu. Mereka berdua tinggal sendiri, di rumah sederhana milik Jingyuan. Sixu yang sudah terbiasa dengan kegelapan di hari-harinya. Dan Jingyuan yang masih setia menemani sang adik sampai saat ini juga.
Sixu memanggil sang Kakak setelah meminum air putihnya dengan hati-hati. "Ge." Tangannya memegang tongkat erat untuk membantunya berjalan.
"Hati-hati berangkat kerjanya, gue mau ke kamar duluan," ucap Sixu lengkap dengan senyum manisnya.
"Gege anterin."
Jingyuan menyelesaikan sarapannya. Setelah itu mengantarkan sang adik kembali ke kamarnya. Berpamitan untuk berangkat kerja, meninggalkan Sixu sendirian di kamar.
Ini sudah yang kesekian kali. Tetapi hati Jingyuan selalu resah jika harus meninggalkan Sixu sendirian di rumah. Walau waktu dia kembali pulang bekerja tidak ada yang terjadi. Rasa takut itu pasti ada.
Tak lupa mengunci pintu rumah, Jingyuan sudah menyiapkan semuanya. Dari makan siang, sampai sekira apa yang dibutuhkan Sixu dirumah jika tidak bisa sendirian.
Sekarang, cowok bermarga Chen itu sendirian. Duduk diatas kasur tanpa melakukan kegiatan apapun. Hanya diam. Sekitarnya hening dan sepi.
Tangannya meraba sekitar, mencari tombol pemutar musik. Dan setelah ketemu, langsung Sixu tekan. Nada nada indah menyelimuti.
"Capek yaa, semuanya gelap," gumaman Sixu teredam suara musik yang ada.
"Kalau gue boleh nyerah, gue bakal nyerah. Sayangnya nggak bisa, Jingyuan Ge aja masih mau nemenin gue disini,"
"Seenggaknya gue juga harus berjuang buat diri sendiri, gue juga harus ngebales perlakuan Jingyuan Ge selama ini. Kasihan Gege kerja sendiri, sedangkan gue cuman diem aja,"
Sixu terkekeh kecil setelahnya. Menikmati lagu yang terputar, memikirkan semua hal. "Tuhan ngabulin nggak ya, kalau gue minta temen yang bisa nerangi hidup gue. Nggak hitam semua. Gue janji nggak bakal macem-macem deh, jadi adik yang baik buat Jingyuan Ge."
Dulu sering sekali Sixu kedapatan menangis di kamar. Dia takut, takut dengan semua kegelapan dunia yang dilihatnya. Memang secengeng itu, sampai sekarang kadang waktu Jingyuan juga memergokinya menangis.
Menunggu bertahun lamanya itu butuh kesabaran. Mungkin Tuhan akan menebus semua sifat sabar Sixu yang masih rela menunggu. Donor mata yang sampai sekarang masih Sixu cari.
Mungkin Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang akan membuat Sixu lebih bahagia lagi.
Sixu harap begitu.
Memang, sekarang Sixu masih kuat menunggu pendonor yang akan datang. Tapi nanti? Siapa yang tahu?
Menunggu itu memang melelahkan, tapi sifat sabar itulah yang membuat Tuhan percaya akan memberi kesempatan lagi.
Jangan lupa vote dan komen ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
좋아해서 미안 [Chen Sixu]
Fanfiction[H I A T U S] [R O M A N C E] "Maaf, aku menyukaimu." -Chen Sixu