Memang dasar wanita, tubuh masih terasa panas, serta terus saja terbatuk-batuk, tetap tidak menyurutkan semangatnya untuk berbelanja di mall. Apalagi sudah memegang kartu sakti unlimited, maka ia akan berbelanja sepuasnya dan penyakitpun hilang.
Sambil mendorong troli belanja yang sudah penuh barang belanjaan, sesekali juga ia mengecek ponselnya, belum ada kabar dari Devano, padahal lelaki itu berjanji menjemputnya. Tidak mungkin ia membawa berkantong-kantong belanjaan barang dapur sambil membeli baju dan sepatu.
"Ck,mana sih?" matanya terus saja mencari keberadaan Devano yang tidak kunjung terlihat.
"Dasar Giyem aneh! Masa calon majikan disuruh beli udang, ikan, telur, gula, beras, dan masih banyak lagi. Hadeeeh," gerutu Jelita sambil menggelengkan kepala.
Jelita memutuskan untuk masuk ke antrean kasir yang sudah kosong, dengan mahir sang kasir menghitung satu per satu barang belanjaan Jelita, lalu dimasukkan ke dalam goodie bag besar sebanyak tiga kantong.
"Semuanya dua juta dua ratus, Bu."
"Saya belum menikah, Mbak. Panggil saja, Mbak atau Teteh," protes Jelita tidak suka dengan panggilan yang diucapkan sang kasir.
"Maaf, Mbak." Petugas kasir tersenyum kaku, melirik dandanan Jelita yang lebih mirip tante girang dari pada ibu rumah tangga.
"Sebentar," ucapnya seraya meraba tasnya, mencari kartu sakti pemberian Devano. Hingga satu per satu isi tas kremesnya ia keluarkan, tetap ia tidak menemukan di mana kartu sakti Devano berada. Seketika kakinya lemas, detak jantungnya mengalun sangat cepat.
"Mbak, maaf. Yang lain sudah mengantre," tegur sang kasir pada Jelita, benar saja, Jelita menoleh ke samping, sudah ada lima orang yang mengantre di belakanganya dengan wajah tak sabar.
"Aduh, Mbak. Maaf, kartu belanja saya ketinggalan. Saya bayar cash aja ya," ujar Jelita sambil merogoh isi dompetnya, hanya ada enam lembar uang merah di sana.
"Saya yang ini dan ini, tidak jadi Mbak, sama ini juga, dan ini, ini, ini, ini, dan ini." Jelita menggeser lebih dari dua puluh barang, meminta kasir untuk meng-cancel barang belanjaan yang yang sudah ia pinggirkan. Jangan ditanya malunya seperti apa, seandainya ia bisa menghilang saat ini, maka ia akan menghilang dengan segera. Sepatu dan tas mahal yang ia kenakan saat ini, ternyata tidak berharga bila isi dompetnya tipis.
"Dandanan sih ngartis, isi dompet karyawan pabrik," bisik seorang wanita pada temannya, mereka berdiri tepat di belakang Jelita.
"Kalau gue sih, mending mati aja dari pada malu depan orang banyak," timpal teman wanitanya.
Jelita menutup telinga rapat-rapat, mengambil satu kantong belanjaan yang sudah ia minimalis. Hanya kecap, aneka mie instan, gula, teh, kopi, telur, daging, detergen dan juga sampo, serta sekantong buah apel dengan berat tiga kilo untuk dirinya.
Tanpa menoleh lagi, Jelita mendorong troli menuju pintu keluar. Rasa malu, telah membuat tubuhnya gerah tak menentu. Ditambah lagi Devano belum juga datang dan perutnya sudah lapar.
"Jelita!" suara Vano sedikit berteriak.
"Maaf, lama ya," ujar Vano dengan wajah memelas.
"Udah selesai belanjanya? Kok cuma sedikit?"
"Kartu kamu entah ada di mana, padahal tadi sudah aku masukkan tas."
"Aduh, kok bisa? Kamu tidak hati-hati sih. Duh, gimana ini?" Vano meremas rambutnya kasar.
"Maaf ya sayang," rengeknya manja sambil menggosok perutnya.
"Aku lapar, mau makan," rengek Jelita lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri tanpa Suami
Mystery / ThrillerAminarsih, gadis yatim piatu yang dinikahi seorang pria kaya hanya untuk menghilangkan nasib buruk pria tersebut. Disembunyikan di dalam rumah kosong yang menyeramkan, Aminarsih harus bertahan hidup dengan berteman dengan tikus, kecoa, dan pasukan s...