5

166 25 9
                                    

Trigger Warning : Content Non Consensual Sex, Trauma, ABO, Miscarriage.

Original By Chanie

Play music lebih seru!

enjoy!

- Memories of Water -

5

Aku terbangun dengan mata yang tidak nyaman. Kantung mataku terasa berat. Tenggorokanku juga sedikit serak. Menyadari aku sekarang berada di sebuah kamar, aku sepertinya tertidur usai menangis keras. Aku baru mencoba bangun ketika seseorang sepertinya duduk di ranjang tempatku tertidur.

"Kamu sudah bangun?" tanyanya. Aku mengenali suara itu, dan aku terkejut. Ini seperti suara Paman Namjoon! Dengan susah payah aku coba menjawab, namun mataku terlalu berat untuk dibuka. Tanganku tidak tahan untuk tidak menguceknya.

"Matamu bengkak, nak," ucapnya. Tangan-tanganku sempat ditahan, kemudian sesuatu yang dingin menghampiri kedua mataku. "Kompres sebentar. Kamu tadi menangis agak lama soalnya," imbuhnya.

Aku terdiam dan menurutinya. Aku diam karena merasa begitu terkejut. Kusadari beliau memanggilku dengan sebutan 'nak'. Bukankah itu berarti beliau mencoba menjadi akrab denganku? Sebab, dari panggilan itu, aku tidak merasakan dingin yang menggunung di antara kami seperti sebelumnya. Rasanya lebih hangat, meskipun suaranya terdengar lebih parau.

Beberapa saat usai mengompres mataku, beliau bergerak lagi mengambil sesuatu. Sekarang, mataku sudah tidak begitu sakit. Aku sudah lebih nyaman membukanya. Aku bisa melihat beliau yang membawa segelas air minum ke hadapanku.

Aku menerimanya, dan menghabiskan setengah isinya. Aku menyadari di ruangan ini hanya ada kami saja. Tidak ada paman-paman berseragam, tidak ada Bibi cantik, bahkan tidak ada Professor Bang. Seperti baru saja membaca pikiranku, Paman Namjoon memberitahu kalau kami ada di lantai dua sementara yang lain, termasuk Professor Bang, berada di lantai satu.

"Setelah ini, kita akan ke makam kedua orang tuamu," ucapnya. Aku seperti mendengar beliau menghela. Seperti tengah menahan sesuatu yang berat dalam hatinya. "Ayo turun. Kita makan siang terlebih dahulu."

Aku mengikuti Paman Namjoon turun ke lantai satu, menuju ke ruang makan. Sebenarnya ini hampir sore, dan kami baru makan siang. Wanita yang seumuran Bibi cantik sibuk membawa beberapa piring dari dapur. Paman-paman berseragam tampak membantu. Bibi cantik, Professor Bang, dan wanita paruh baya yang merupakan tetanggaku sudah siap di kursi masing-masing.

"Mohon maaf, saya tidak bisa menemani. Kaki saya sudah tidak bisa dipakai berjalan lagi karena pengeroposan," ucap tetanggaku, usai kami selesai makan, ketika kami tengah bersiap pergi ke makam.

Paman Namjoon, Bibi cantik, dan Professor Bang mengucapkan sesuatu; berterima kasih, dan semacamnya. Aku kemudian diminta berpamitan kepada tetanggaku. Beliau sempat memelukku, dan mencium kedua pipiku.

"Rumah kecilmu akan kami rawat. Kamu bisa pakai kapanpun kamu butuh," katanya. Aku tahu, yang beliau maksud itu bangunan dengan tanaman rambat, dan bunga-bunga yang dirangkai cantik. Rumahku. Aku mengangguk, dan berbalik untuk menyusul Professor Bang, dan yang lain yang tengah menungguku.

- Memories of Water -

Aku ingat, tetanggaku waktu itu mengirim salah satu tetangga untuk menjemputku dari yayasan. Aku tidak tahu apa yang terjadi waktu itu, namun penjemputku ini selalu mengatakan 'Kamu harus sabar. Kamu anak yang kuat. Kamu alpha'. Hingga akhirnya, aroma obat-obatan dari gedung yang kami masuki menyambutku. Rasa takutku merayap, dan aku tahu pasti sesuatu terjadi pada ibuku.

Memories of WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang