Suatu ketika, bentuk yang tak diketahui menghampirinya, yang menyerupai cahaya putih namun tak menyilaukan. Shabir nampak ketakutan, hingga air matanya berhenti menetes.
"Subhanallah, siapa kamu?" Tanya nya dengan tubuh yang gemetaran.
"Aku adalah utusan Allah yang dikirim untuk menyampaikan hidayah kepadamu." Saut objek yang tak diketahui itu.
Bukannya berlari ketakutan dan menghindari cahaya itu, teriak menjerit-jerit, atau bahkan pingsan seperti orang-orang yang ketakutan, Shabir malah semakin kegirangan menangis setelah mendengar sautan itu. Dia semakin keras dan teriak didalam hati, karena suaranya tidak mampu untuk disampaikan. Air mata berharga yang jatuh menjadi simbol ketakutan Shabir akan kedatangan cahaya itu kepadanya. Dia terus menangis seraya mengumandangkan kalimat permohonan ampun kepada Allah.
Tak lama setelah itu, objek yang berupa cahaya, yang mengunjungi Shabir tak nampak lagi. Yang tersisa hanya penampakan kamarnya yang berwarna hijau daun dan penuh akan hiasan hiasan dinding yang berukir tulisan-tulisan kaligrafi.
Shabir yang menangis menjadi-jadi, akhirnya menjadi sedikit lebih tenang. Sambil mengusap air mata yang semakin berkurang, dia menghadap sumber dari cahaya yang menghampirinya tadi. Namun, cahaya itu tak nampak lagi. Shabir, yang diiringi dengan wajah penasarannya, kembali ketempat dia melaksanakan shalat. Dengan kondisi yang diguncang akan perasaan menyes dan malu, dia mengumandangkan kalimat-kalimat pujian akan Kekuasaan Allah. Kemudian, dia kembali ke tempat wudhu untuk kembali bersuci dan kemudian mendirikan shalat lagi.
Berbeda dengan sebelumnya, dia mendirikan shalat dengan penuh cinta kepada Allah. Bisikan-bisikan yang muncul tadi, kini hilang ditelan bumi sehingga tidak ada lagi yang mengganggu Shabir bercinta dengan Allah.
Dia terus memperbaiki ibadahnya yang menjadi pondasi penting untuk semua urusan dunia, dan dia juga terus memperbaiki niatnya dalam bekerja.
Seeminggu setalah kejadian itu, Shabir melakukan aktivitasnya sebagai guru ngaji dengan penuh harap akan ridho Allah. Dia mengesampingkan keinginannya untuk menjadi orang kaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Biggest Plan of God
SpiritualThis story was created from true story of one's life pertaining to his desire not to be patient and willing in working. The stars are Shabir as a main character, whose impatience and doubtfulness in this life. Though he had graduated as a gift stude...