ෆ s ෆ

491 61 18
                                    

Berita tentang meninggalnya Heo Chan menyebar luas dengan cepat di sekolah. Semua orang berduka, semua orang turut merasakan kesedihan sebab secara tiba-tiba ditinggalkan oleh salah satu siswa paling populer seantero sekolah.

Siapa yang tidak mengenal Heo Chan? Ketua ekstrakurikuler dance, social butterfly, sangat amat ramah, dan tentu saja termasuk jajaran siswa tampan di Play'Em High School.

Semua siswa terpukul, mengingat betapa baiknya sosok Chan kepada mereka selama ini.

Dan yang paling terpuruk adalah Subin.

Sosok manis itu turut dikenal oleh seluruh warga sekolah karena ia merupakan kekasih hati Heo Chan yang digadang-gadang telah memiliki hubungan sejak mereka duduk di Sekolah Menengah Pertama. Saat ini, Subin menginjak kelas sebelas sementara Chan seharusnya kelas dua belas.

Terbayang kan, betapa bahagianya Subin menghabiskan waktu setiap harinya bersama Chan selama hampir lima tahun?

Subin kini tengah termenung di mejanya, mengabaikan teman sekelas yang sudah berhamburan keluar karena bel istirahat sudah berbunyi.

"Bin, mau ke kantin?" tanya Byungchan, sahabat baik Subin sejak lama.

Alih-alih menjawab, Subin justru menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan—agar Byungchan tak dapat melihat wajahnya. Ia total mengabaikan Byungchan yang sudah bingung karena kehabisan cara menghibur dirinya.

"Subin, jangan gini terus dong ... gue jadi ikut sedih," bisik Byungchan.

Bahu Subin bergetar, menandakan ia tengah menangis saat ini, "Gimana bisa gue nggak nangis, Chan?"

"Gue tau, tapi Kak Chan nanti juga nggak bakal tenang kalau lo nggak bisa ngerelain dia."

Subin mengangkat kepalanya, menatap Byungchan dengan mata sembab dan hidung memerah—sungguh, kalau saja suasana sedang tidak seperti ini, Byungchan akan meledeknya jelek. Ah, tetapi Chan pasti akan tetap menganggapnya cantik.

"Gue masih nggak ngerti, kenapa dia nggak bilang kalau—dia sakit," lirih Subin. Byungchan hanya bisa mengusap bahu sahabatnya konstan untuk menenangkan.

Tak lama kemudian, beberapa pemuda masuk ke kelas mereka. Salah satunya tampak sedang menenteng satu kresek putih.

Byungchan menoleh, "Oh, hai Kak Seungwoo," sapanya pelan.

Itu Seungwoo, Seungsik, dan Hanse. Ah, ada satu lagi pemuda lain, tetapi Subin dan Byungchan tidak mengenalnya. Seungwoo mendekati meja Subin, lantas meletakkan kresek yang ia bawa di sana.

Subin menunduk, enggan menanggapi Seungwoo yang menatapnya tajam.

"Makan dulu, gue nggak mau lo ikutan sakit," ucapnya tegas.

"Nggak laper," balas Subin sekenanya.

"Bukan lo doang yang sedih, kami semua juga. Nggak usah sok kuat dengan nggak makan deh!"

"Kak, sabar. Marah-marah nggak bakal nyelesaiin masalah," tegur Byungchan.

Seungwoo mendengkus kesal, lalu duduk di bangku depan Subin, "Bin, ayo dong. Udah dua minggu lewat."

"Kenapa sih kalian nggak bilang kalau Kak Chan sakit?" Subin menatap sendu Seungwoo dan Seungsik.

Ia tak habis pikir, bagaimana bisa ketiga pemuda itu menyembunyikan hal ini sejak lama?! Padahal, jelas-jelas Subin adalah orang yang paling berhak tahu perihal penyakit kekasihnya.

"Maaf, Bin. Chan yang minta," sesal Seungsik.

"Kalian nggak tau ya, gimana rasanya gue didiemin sama Kak Chan seminggu penuh, terus tiba-tiba dia pergi ninggalin gue gitu aja? Tanpa pamit dan tanpa bilang apa-apa ke gue?" tukas Subin dengan suara bergetar. Matanya sudah kembali berkaca-kaca dan dapat dipastikan buliran air bening itu akan tumpah sebentar lagi.

Someone He LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang