BAB 13

21 2 0
                                    


Masa penantian sebelum menikah menjadi masa terberat menjaga cinta dan iman. Tak jarang Rania mempertanyakan kembali keseriusannya untuk menjadi istri dari lelaki yang belum lama ini dikenalnya.

Namun, lagi-lagi Tuhan menguatkan Rania melalui orang-orang yang mengatakan padanya jika calon suaminya itu adalah lelaki yang baik, pekerja keras dan bertanggung jawab.

Setelah fitting baju pengantin, dalam perjalanan mengantarkan calon mertuanya itu pulang ke rumah. Tiba-tiba saja Mama mengatakan, 

"Rania, Mama titip Elang. Elang itu anak yang baik, dia begitu menyayangi Mamanya. Jadi, Elang pasti akan menyayangi istrinya kelak."
Calon menantu mana yang tidak terenyuh mendengar kalimat itu, terlebih calon mertuanyalah yang mengatakan.

Kedua pipi Rania memanas, tak bisa ia sembunyikan rasa haru dan bahagia. Rania memeluk calon mertuanya itu.
Suasana haru itu mendadak sirna seiring bunyi ponsel Rania yang berdering. Sebuah nama tertera di sana, Rania tersenyum lalu segera menjawab panggilan tersebut.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

"Sudah selesai, Ran?"

"Alhamdullilah, ini aku lagi di dalam taksi mau antar, Mama. Mas, sudah selesai meeting?"

"Baru saja selesai. Maaf ya, nggak bisa temani kamu. Nanti kamu pulangnya, Mas antar, ya?"
Rania tersenyum simpul setelah menutup panggilan telepon Elang.

Hari ini, seharusnya Elang dan Rania fitting baju untuk yang terakhir kali sebelum akad nikah mereka lusa. Namun, Elang harus membereskan pekerjaan di kantor sebelum ia cuti nanti. Jadilah, ia meminta sang Mama untuk menemani Rania.

Taksi akhirnya menepi di pinggir jalan setelah menempuh jarak selama kurang lebih tiga puluh menit. Rania dan calon mertuanya keluar dari taksi. Inilah kali pertama Rania mendatangi rumah Elang. Kedua matanya berkelana mengamati bangunan berkonsep minimalis dengan mini garden di halamannya. Tidak terlalu besar namun terlihat asri karena dipenuhi tanaman hijau yang menjadi dekorasi sekaligus memberikan kesan segar.

"Yuk, masuk."
Mata Rania dimanjakan dengan aneka tanaman hias yang ada di halaman rumah Elang. Semua tertata rapi.

Meski ada beberapa pepohonan, halamannya juga nampak bersih. Elang berjalan berdampingan dengan calon mertuanya.

kehadiran mereka disambut hangat oleh wanita muda berambut curly, ia mengenakan setelan blezer yang dipadukan dengan rok hitam selutut.

Wanita itu menghampiri Mama Elang, lalu mencium tangannya. Ia melirik Rania dengan sinis. Siapa wanita itu? Apa mungkin Elang memiliki adik? Ah, tidak-tidak, Elang pernah mengatakan jika diriya anak tunggal. Lantas apa mungkin saudara mereka dari jauh? Rania masih dipenuhi tanda tanya.

"Sally, kamu kok di sini?"

"Tadi, kebetulan lewat sini. Ini Sally bawa cakes kesukaan Tante, terus ini salad buah kesukaan Elang."

Rania merasa kehadirannya tidak dianggap. Wanita itu terus berbicara dengan calon mertua Rania tanpa menggubrisnya. Beruntung, Mama segera menyedari situasi canggung itu.

"Sally, kenalkan ini Rania. Rania ini Sally."
Rania mengulurkan tangan.

"Halo."

"Oh." Hanya itu kalimat singkat yang keluar dari bibir Sally.

Setelah membuka pintu, Mama mempersilakan Rania dan Sally masuk. Pandangan Rania menelisik seisi ruangan, sudut bibirnya terangkat saat melihat foto-foto Elang yang terpampang di dinding.

"Rania, Sally, silakan duduk."
Alih-alih mengikuti Rania duduk, Sally mengekor pada Mama Elang masuk sampai ke ruang tengah.

Rania mengernyitkan dahi, ia masih penasaran siapa wanita itu dan apa hubungannya dengan keluarga Elang. Sebab, ia nampak akrab dengan calon mertuanya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang