Lipstick

186 22 3
                                    

Jihoon dengan pipi yang sedikit memerah sudah menempatkan kepalanya di atas meja tak sadarkan diri. Dia sudah benar-benar mabuk. Sementara itu, Doyeon yang berada di samping Jihoon langsung menelfon seseorang untuk menyampaikan bahwa Jihoon sudah tak sadarkan diri.

Sesaat setelah panggilan itu terputus, seorang wanita berambut kecoklatan muncul entah dari mana. Dia berjalan mendekat ke arah Jihoon dengan seringai menyeramkannya. Tangannya dia lipat di depan dada dan dia langsung memberikan kode kepada Doyeon untuk membantunya mengangkat Jihoon. Doyeon mengangguk dan langsung mengangkat tangan kanan Jihoon, kemudian dia sampirkan di bahunya.

"Kau sangat terobsesi padanya, huh?" Doyeon menoleh sekilas pada wnaita di sampingnya. Wanita itu terkekeh pelan, tapi suara kekehan itu lebih mirip suara tawa jahat iblis.

"Ya, aku terobsesi dengannya sampai aku melakukan hal seperti ini. Bukan gayaku sebenarnya untuk memaksa seseorang agar jadi milikku. Aku lebih suka membuat seseorang memohon langsung padaku. Tapi kau tahu sendiri kan dia sudah memiliki seorang istri, jadi aku terpaksa melakukan ini." jelas wanita itu. Doyeon tidak terlalu memperdulikan hal itu sebenarnya. Dia bertanya hanya untuk menghilangkan suasana hening diantara mereka berdua. Percayalah, kalian akan terintimidasi oleh aura wanita di samping Doyeon jika suasananya benar-benar hening. Setidaknya dengan membuat wanita itu berbicara bisa membuat Doyeon sedikit bernafas lega.

"Well, ini kamar yang sudah aku pesan. Aku akan meninggalkan kalian berdua disini. Sampai jumpa."

Blam!

Pintu ditutup dengan sedikit kasar oleh Doyeon. Kini tersisa dua manusia berbeda kelamin di kamar itu. Si wanita tampak menyeringai sambil menatap lelaki di hadapannya yang sudah tak sadarkan diri. Dia sudah sangat menantikan momen ini, momen dimana dia hanya berdua di satu ruangan dengan Park Jihoon.

"Let's have fun, baby."

***

Yena memandang Jihoon dengan tatapan tak percaya. Tadi Doyeon baru saja ke rumahnya untuk mengantar Jihoon yang sudah pingsan. Awalnya Yena biasa saja, dia sudah pernah melihat Jihoon pulang dalam keadaan seperti itu beberapa kali. Tapi yang membuatnya merasa aneh adalah...

"Pertama, bekas lipstick di lehernya. Kedua, bau parfum perempuan. Ketiga, bajunya bahkan acak-acakan. Dan dia mabuk!" Yena dengan segala pikiran buruknya mulai menyimpulkan satu hal.

"Jadi kau baru saja bermain dengan wanita lain?" gumaman Yena barusan justru membuat Yena uring-uringan sendiri sampai dia tidak bisa tidur, bahkan ketika jam sudah menunjuk angka empat.

"Aish, sial! Aku tidak ingin mempercayai ucapanku sendiri, tapi buktinya terlalu kuat! Ck, jika sampai ucapanku barusan terbukti benar, lihat saja apa yang akan kulakukan kepadamu." pekik Yena sebal sambil melihat Jihoon. Jihoon tampak tidak terganggu sama sekali. Dia masih asik bermimpi indah ketika Yena gelisah di tempat tidur mereka.

In the morning...

Jihoon terbangun dan merasa kepalanya berdenyut menyakitkan. Beberapa kali dia mengedipkan mata untuk menghalau rasa pusingnya, tapi itu tidak membantu sama sekali. Selama Jihoon masih asik berusaha menetralkan rasa pusingnya, dia menydari satu hal.

"Yena?" Jihoon dengan langkah terhuyung segera keluar kamar untuk mencari Yena, barangkali istrinya itu sudah bangun lebih dulu dan sedang menyiapkan sarapan di dapur.

Ketika Jihoon sudah berada di dapur, dia bisa melihat Yena yang sedang berkutat dengan bahan masakan. Apron kuning bergambar bebek tersampir di tubuhnya. Dengan langkah perlahan, Jihoon mendekat ke arah Yena. Ketika dia sudah berada di belakang Yena dan hendak memeluk Yena,

Sret...

"Jangan memelukku." tunggu sebentar, apakah Yena baru saja menghindar dari Jihoon? Itu sungguh sebuah pertanyaan bagi Jihoon. Biasanya Yena akan menerimanya. Apa ini karena pengaruh baby di dalam perut Yena yang mmepengaruhi mood-nya juga?

"Kenapa? Apa karena aku belum mandi?" Yena menggeleng pelan, tapi kemudian dia melanjutkan acara memasaknya tanpa memperdulikan Jihoon. Oh ayolah, dia bahkan tidak tersenyum kepada Jihoon. Ada apa sih sebenarnya?

"Yena, apa yang membuatmu seperti ini? Beritahu aku atau aku tidak akan pernah tahu apa yang membuatmu seperti ini." ucap Jihoon pelan. Akhirnya Yena berbalik untuk menatap Jihoon. Tatapan yang Yena layangkan tidak seperti biasa. Itu justru lebih menjurus ke tatapan tajam yang jarang Jihoon lihat. Oke, sepertinya kali ini ada masalah serius.

"Berkacalah sebelum bertanya padaku." empat kata dari Yena membuat Jihoon segera berbalik dan pergi ke kamar mandi di lantai satu untuk berkaca.

"What the hell?! Sejak kapan ada bekas lipstick di leherku?!" Jihoon sadar akan itu. Ada beberapa ruam merah dan noda bekas lipstick di sekitar lehernya.

"Apa... Doyeon penyebab semua ini?!" Jihoon membulatkan matanya ketika mengingat kembali apa saja yang dilakukannya semalam.

"Aku pergi untuk menemani Doyeon, setelah itu aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ah, sial!" Jihoon mengacak rambutnya frustasi. Sebenarnya ada berapa banyak masalah yang akan berhadapan dengan rumah tangganya nanti?

"Yena, aku benar-benar yakin kalau semalam aku tidak berbuat apa-apa. Percayalah padaku, kumohon." jelas Jihoon dengan nada frustasi di setiap kalimatnya. Yah, Yena ingin mempercayai Jihoon sebenarnya. Tapi bagaimana kalau ternyata Jihoon melupakan kejadian semalam karena mabuk dan dia benar-benar melakukan sesuatu dengan seseorang?

"Yena..."

"Ok baiklah, dengar. Jika dalam waktu seminggu ini tidak ada wanita yang mendatangi rumah kita, aku akan memaafkanmu." lantas Jihoon mengangguk. Lagipula menurutnya mustahil ada wanita yang akan datang ke rumahnya untuk seminggu ke depan.

***

"Hai anak manis." Jaemi mendongak ketika merasa ada yang menyapanya. Ternyata seorang wanita.

"Eum, halo?" balas Jaemi. Wanita itu tersenyum, kemudian dia berjongkok di depan Jaemi.

"Apa kau mau coklat?" Jaemi mengernyit. Entah kenapa wanita itu terlihat sedikit... mencurigakan(?)

"Daddy bilang Jaemi tidak boleh menerima jajanan dari orang asing." jawab Jaemi dengan wajah sedikit was-was. Tapi wanita itu tetap tersenyum.

"Aku kenal dengan ayahmu. Kami berteman dulu, jadi jangan takut padaku." wanita itu mnegelus rambut Jaemi pelan dan membuat Jaemi sedikit tidak nyaman.

"Lepas. Aku sudah dijemput. Aku permisi dulu." Jaemi membungkuk hormat dan buru-buru pergi dari situ. Melihat itu si wanita tadi hanya berdecih tak suka. Kenapa rasanya sangat sulit untuk mendekati keluarga Jihoon sih?

"Cih! Anak kecil bermuka jelek sepertimu berani sekali menolakku!" wanita itu berdecih. Matanya menatap tajam ke arah Jaemi yang kian menghilang.

"Lihat saja apa yang akan kulakukan untuk bocah perempuan yang berani denganku." setelah bergumam demikian, wanita itu masuk ke mobilnya.

"Tapi setidaknya bocah itu cukup berguna untuk menuntunku ke rumahnya."

Wanita itu menyalakan mesin mobilnya dan segera mengikuti mobil yang dimasuki Jaemi tadi.

•••

A/n: yeay, update! Gatel pengen nulis, hwhw. Doain besok atau lusa aku bisa ngelanjutin nulis Challenge😗 bitiway, alasan dibalik tidak terungkapnya si 'wanita' itu adalah karena.... Aku gatau mau namain dia siapa:') gatau deh, rasanya aneh banget semua nama yang aku search tadi. Klo kalian ada saran, itu membantu sekali, hehehe...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Him and Her [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang