"Kalian dari mana aja? mami khawatir tau." Ucap Tante Fafay saat anak dan keponakannya masuk kedalam rumah.
Gimana gak khawatir, mereka pergi dari jam tujuh dan bilangnya jam sembilan udah di rumah, tapi ditungguin malah gak nongol-nongol.
"Sekitaran kompleks doang kok, mi. Mami sendiri kenapa belum tidur?" tanya Ruri balik sembari mendaratkan pantatnya di sofa disusul Nara.
"Nungguin kalian lah, oh iya sebenarnya ada yang papi mau omongin juga sih."
Ruri dan Nara saling pandang, "emang papi ada di rumah?" tanya Ruri. Papinya itu kan gila kerja, gak bakal ingat pulang dia kalau gak ada hal penting yang mau diomongin kaya perjodohannya waktu itu.
"Ada." Jawab sang mami sembari beranjak dari duduknya, sepertinya sih mau manggil suaminya.
"Perasaan gue kok gak enak gini ya, Nar?"
Nara yang sudah duduk anteng memakan cookies itu pun menoleh, "enakin pakai cookies aja." Balasnya dengan ekspresi wajah polos membuat Ruri kesal.
Hingga tidak lama kemudian, mami dan papi Ruri pun muncul membuat suasana langsung berubah.
"Ekhem, dengar. Setelah pertunangan kalian, Inara akan tinggal disini." Ujar Farhan langsung diprotes oleh Ruri.
"Gak, apa-apaan sih Pi! kaya gak punya rumah aja."
Bukannya apa, tapi mereka kan baru tunangan, njir, masa iya langsung tinggal se-atap. Kalau khilaf gimana? kecuali kalau udah nikah, baru sah-sah saja.
"Orang tuanya bakal balik lagi ke Korea, kasihan kalau tinggal sendiri."
Ruri memutar bola matanya malas, "plis deh Pi, orang tuanya kan kaya raya, bayar aja tuh pembantu sama body guard buat jagain anaknya." Balas Ruri tak mau kalah membuat Farhan berdecak.
"Tapi akan lebih aman kalau dia tinggal disini, lagian kalian kan satu kampus, jadi gak perlu repot-repot lagi kamu buat jemput dia ke rumahnya."
"Gak. Emang Ruri sopirnya apa. Pokoknya gada ya Pi drama tinggal seatap. Ruri gak setuju sampai kapanpun!"
"Yang minta persetujuan kamu siapa? papi cuman kasih tau doang." Balas Farhan membuat sang anak langsung menatapnya tajam.
Merasakan keadaan yang mulai memanas, Tante Fafay dan Nara pun segera turun tangan.
"Udah, udah. Kalian tuh ya kalau ketemu berantem terus. Capek mami tuh!"
"Papi duluan, Mi. Suka banget bertingkah seenaknya!"
Tante Fafay menghela napas kasar kemudian segera meng-kode Nara agar membawa Ruri pergi , Nara yang mengerti pun mengangguk dan menarik lengan Ruri menjauh.
"Udah, kak. Ayo tidur, udah malam banget nih. Besok kan mau beli cincin."
"Tapi--"
"Udah, ah. Ayo!" Ruri pun akhirnya mengalah, tapi sebelum itu dia sempatkan dulu menatap tajam sang papi yang masih stay dengan ekspresi datarnya.
Awas aja ya, Pi. Ck, ngeselin!
Ruri dan papinya memang tidak pernah akur, setiap ketemu pasti ada aja hal yang diperdebatkan membuat Tante Fafay yang berada diantara mereka berdua kesal, bahkan hari itu dia pernah menjual anak dan suaminya di toko orens, tapi sayang gada yang mau beli.
KAMU SEDANG MEMBACA
(1) Aku, Kamu dan Kota Bandung: Jang Woonyoung X Secret
Fanfiction"Kota ini indah ya? karena setiap sudutnya pernah ada kita." ⚠️Warning, untuk 18+ keatas, gada adegan ranjangnya sih cuman banyak bahasa kasar dan vulgar disini. Jadi bijaklah dalam membaca, ambil sisi positifnya saja.