Satu perahu kecil berwarna coklat, berhenti di tengah-tengah sungai yang asri. Beberapa pepohanan hijau mengelilingi di tepian sungai. Ditambah langit yang begitu cerah, serta gemircik air yang ditimbulkan dari jemari gadis yang memainkannya, seolah menjadi pengiring suasana di sini.
Riry.
Gadis berambut hitam sebahu itu tak melihat jemarinya, melainkan terus menatap pria yang sedang menatapnya juga. Mata bulat dan warna hitamnya seolah memancarkan cahaya dari pantulan air yang mengalir dengan tenang.
Seokjin.
Pria bertubuh jangkung dengan bibir tebal yang membuatnya terlihat menarik dari sisi manapun. Sejak sejam yang lalu ia membawa gadis di hadapannya ke sungai ini, karena gadis itu terus merengek akibat mood swing-nya.
"Di sini cuma kita berdua, nggak ada yang lain. Kamu masih belum mau cerita sama aku, Ry?" ucap pria itu sambil meletakan dayung di antara dirinya dan Riry yang duduk berhadapan.
"Cowok pernah nggak, sih, ngerasa insecure?" lirih Riry sambil menghela napasnya di ujung perkataan.
"Emang ada yang bilang kalau cowok nggak bisa insecure?" Seokjin mengangkat satu alisnya sambil tersenyum. "Pasti pernah. Kita berbeda gender, bukan berarti nggak bisa merasakan hal yang sama."
Gadis itu memalingkan wajahnya, merasa tertohok dengan perkataanya. Tapi, bukan itu jawaban yang ia harapkan. "Terus, gimana tindakan kalian saat ngerasa insecure?"
"Cuek, Bodo amat. Namun, konteksnya berbeda. Bukan cuek dalam arti membiarkan diri sendiri. Tapi, lebih ke apa yang diucapkan orang lain."
Riry mengernyit, dirinya saja sangat sulit untuk tidak peduli dengan perkataan orang lain. Ia bahkan bisa berhari-hari memikirkan perkataan itu tanpa tahu bagaimana cara melupakannya.
"Contohnya, kayak gue yang suka makan. Orang lain banyak yang ngatain gue perut karet, lah, atau apapun itu yang bikin kita nggak nyaman. Tapi, di balik itu gue berusaha untuk nggak makan yang asal-asalan. Olahraga biar sehat dan badan gue bagus." Tutur pria itu sambil menepuk-nepuk perutnya, yang menandakan ada sesuatu bentuk seperti kotak-kotak di dalamnya. "Mungkin, banyak orang-orang di luar sana yang sudah terlahir dengan bentuk tubuh yang body goals atau apapun itu. Tapi, nggak seperti itu untuk sebagian orang. Dan gue rasa perjuangan untuk hal tersebut juga berbeda."
Riry kembali menatap Seokjin, merasa related dengan ucapannya. Ia sedikit menggigit bibir bawahnya, tersadar selama ini ia seperti tidak menyadari perjuangannya dan seakan semuanya sia-sia. Benar kalau di katakan dirinya tidak bersyukur.
"Kadang, kita selalu ingin bertukar tubuh dengan orang lain. Terlepas dari semuanya, bagaimana pun bentuk fisik seseorang, kita nggak pernah tahu apa aja yang dia rasakan, dan apa yang selalu ia perjuangkan." Seokjin beranjak dari duduknya secara perlahan sambil menjaga keseimbangannya, dan berakhir duduk di sebelah Riry.
"Penampilan itu penting. Beberapa orang sangat menarik dalam penampilan dan kondisi fisik mereka. Namun, saat orang lain memulai percakapan dengannya, pembicaraannya tidak enak di dengar, nggak bisa merespon dengan baik. Akhirnya? Ya, jadi membuat orang itu nggak menarik." Ucapnya dengan jelas. Pria itu menyentuh dagu Riry, menitah gadis itu untuk menatap kearahnya.
"Menarik atau nggak, itu suatu hal yang bisa kita ubah, kan?" tanya Riry pada Seokjin. Pupil mata pria itu membesar ketika mereka saling menatap satu sama lain.
"Bener banget. Dengan cara, lo terus memperhatikan pembicaraan gue dan selalu jadi pendengar yang baik, itu sudah bikin gue tertarik sama lo, Ry." Ucap Seokjin spontan.
"Mm-maksud, lo?" Riry sudah terlihat jelas sangat gugup. Apa maksud Seokjin berkata seperti itu? Apa benar adanya, ia menarik di mata Seokjin?
"Lo itu menarik. Gue suka sama lo, Ry." Ungkap Seokjin sambil memegang ujung jari telunjuk Riry. Hanya sedikit, tidak menggenggam sepenuhnya, tapi sudah mampu mebuat hati keduanya berdebar.
"Kalau lo insecure lagi, bilang sama gue, ya. Nanti gue ajak lo makan, apapun yang lo mau. Setelahnya kita bisa olahraga bareng, terus gue bisa anter lo pulang, dan akhirnya lo seneng sampai meluk gue, terus gue juga ikutan seneng." Seokjin terkekeh melihat semburat merah muda di pipi gadis itu. "RIRYYYYYY, AYO JADI PACAR GUE!" teriak Seokjin dengan lepas dan di akhiri dengan rangkulan di pundak gadis itu.
"Hayuk atuh hayuuuuk, gaskeun." Balasnya dengan tertawa melihat tingkah pria itu.
Ini bukan perihal semata-mata untuk menunjukan siapa yang paling berperan, atau siapa yang paling sempurna. Sederhananya, kita diciptakan sesuai porsi dan perannya masing-masing.
Kelebihan yang ada di dalam diri kita, belum tentu ada dalam diri orang lain. Jadi, ayo bersyukur dan apresiasi.
🤗
End