a.n: hanya seklumit kisah yang sama seperti chapter sebelumnya hanya beda sudut pandang.
Psssttt...masih bingung. Ada teka teki tidak jelas dalam setiap pesan!
***
Ketika air Tuhan mengguyur kota tempatku tinggal, aku tengah berada di sebuah kedai. Mereka menamainya Offrandes de Café. Nama yang cukup unik dengan bahasa asing yang tak kutahu artinya.
Awalnya, aku kesini hanya karena seorang pria yang menyapa lembut padaku beberapa minggu lalu. Jika tak salah hitung sekitar tiga minggu yang lalu. Karena kopinya sangat cocok di lidahku dan mudah ku nikmati, ditambah lagi suasana kedai yang seperti rumah sendiri membuat betah untuk sekedar membuang waktuku hingga berjam-jam.
Selain itu, di sini aku mendapatkan kesenangan. Aku dapat melihat pemandangan yang sangat indah setiap sore aku duduk di tempat favoritku. Dari jendela yang kini selalu menarik perhatianku. Pria yang selalu duduk di depan meja barista dan mengobrol akrab.
Pria itu.... Membuatku rindu.
Dari sini aku dapat melihat pantulan raganya. Aktivitas apa saja yang sedang ia lakukan, dan aku dapat menghitung berapa kali dia tergelak, dia tersenyum, atau bahkan menguap. Semuanya.
Seperti sekarang ini, dapat kulihat dia sedang berjalan dengan nampan berisi secangkir minuman di tangannya. Dahiku sedikit mengernyit saat pantulannya kian mendekat. Kurasa, dia berjalan ke arah mejaku.
"P-permisi...."
Suara yang menyapa gugup itu membuatku meninggalkan atensi ku dari kaca jendela. Ku tatap tepat retinanya dan dia melakukan hal sama. Pria ini tampan. Benar sangat tampan. Entah dari jauh atau dekat. Ah, aku jadi merindukannya lagi.
"Iya?" balasku. Cukup bingung karena pria ini terdiam dan tak bergerak sedikit pun bahkan hanya sekedar mengedipkan mata, kurasa dia belum melakukannya. Masih betah dengan tangan yang berisi nampan dan secangkir kopi di atasnya.
"Apa kau menginginkan kopi lagi? Mungkin cangkir kedua?" tawarnya kemudian.
Kini aku yang terdiam. Menilik perbuatannya yang menawariku cangkir kopi yang kedua. Apakah aku tampak seperti seorang maniak kopi?
Lalu aku tersenyum, sebagai batas kesopanan ku. Sepertinya aku mulai mengerti kenapa pria ini masih tidak berkedip hingga sekarang. Apalagi tatapannya seperti menelanjangiku. Dan kutebak dia sedikit melebarkan retinanya saat aku tersenyum padanya. Tipikal pria yang cukup gampangan.
"Mmm ... maaf tidak usah. Terima kasih," ucapku padanya.
Kulihat kedua bahunya turun seketika disertai raut yang mendung seperti cuaca di luar sekarang. Tapi sedetik kemudian aku melihatnya segar kembali. Kali ini dia berkedip. Mungkin matanya terlalu kering hanya untuk menatapku saja.
"Aku traktir," ucapnya. Tawaran yang cukup menggiurkan sebenarnya. Aku tak mengerti kenapa dia berkata seperti itu padaku.
Aku tersenyum lagi. Kemudian menggeleng. "Itu untukmu saja."
Kulihat dia menghela napas. Bukannya aku tak menginginkan untuk secangkir kopi gratis darinya. Hanya saja aku tidak ingin terburu-buru. Lagipula satu cangkir kopi sudah cukup untukku.
"Oh, baiklah kalau begitu." Setelahnya, dia mengundurkan diri dari hadapanku. Berjalan dengan lesu ke tempatnya semula. Ku tatap punggungnya sejenak, sebelum kembali menatap kaca jendela di sebelahku dengan satu sudut bibir tertarik.
Pantulannya dari kaca ini, seperti aku tengah menonton sebuah acara televisi kesukaanku.
"Kau yang bergerak sendiri, Tampan ...," gumamku seraya menyentuh pantulan wajahnya dari kaca jendela dengan jemariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Or Me [Singto X Krist ~ COMPLETED]
Fanfiction[Completed] PERAYA FANFICTION Pria cantik itu suka duduk di sudut kedai milik Off bersama secangkir kopi. Singto penasaran. Ia kira pria itu seorang yang pendiam dan pemalu, ternyata tidak juga. Rated: M Genre: Fluffy (?) Warning: OOC, LGBTQ, Mental...