Kim Jisoo's Pov
Aku tinggal bersama dengan Kim Seokjin di salah satu Apartment mewah milik kedua orang tuaku. Aku telah resmi menikah juga telah lulus sekolah menengah tingkat akhir. Selama menikah 3 bulan ini tidak pernah ada percakapan berarti antara aku dengan Kim Seokjin. Dia pergi pagi pulang malam. Kadang ketika pagi hari aku bangun, ternyata dia sudah berangkat bekerja, pun setelah malam kadang aku sudah tidur duluan.
Suatu hari, aku mendadak lemas sekali. Dia bertanya apa aku sakit? Aku hanya menggeleng dan dia menyarankan untuk pergi ke dokter. Sepertinya Kim Seokjin belum tahu tentang keadaanku sekarang yang tengah hamil.
Tapi lambat laun, dia pun akan segera tahu. Jadi hari itu aku mengatakannya bahwa aku sedang mengandung.
Apa reaksinya? Tentu saja kaget.
"Kita tidak pernah satu kamar dan saya tidak pernah menyentuhmu. Kenapa kau hamil?"
Dia mengatakan dengan raut wajah yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Sorot matanya tajam dan setiap ucapannya penuh dengan tuduhan.
"Maaf. Kim Seokjin aku memang sudah hamil sebelum menikah. Maafkan aku dan Ayahku. Maafkan kami."
Dia lalu mengacak rambut dan berjalan bolak-balik. Dia seperti sudah di khianati atas pernikahan ini.
"Saya tidak pernah habis pikir. Ternyata ada maksud dibalik semua ini. Tidak heran, Ayahmu memintaku yang hanya anak seorang supir untuk menikah denganmu. Ternyata seperti ini."
Tubuh tingginya berdiri didepanku yang tengah duduk sambil menunduk.
"Ayahnya siapa?"
Aku lalu menggeleng. "Tidak tahu. Ini insiden. Aku saat itu mabuk."
"Bagus." Dia berucap sarkas.
Kemudian Kim Seokjin berdiri dan mengusap wajahnya kasar. Tanpa berucap apa-apa lagi di keluar dari ruangan kami.
"Kim Seokjin... Kau mau kemana?"
Kepalaku pusing sekali. Tubuhnya seperti terbelah menjadi dua. Dia tidak menengok sedikitpun lantas menutup pintu dengan kencang hingga suaranya mengagetkan jantungku.
Aku lantas berdiri, kemudian berjalan ke arah pintu dengan lemas. Kepalaku masih terasa berdenyut, dan dadaku rasanya sesak. Ketika aku sudah keluar dari ruangan ini, aku samar-samar melihat siluet Kim Seokjin semakin menjauh. Kaki ku melangkah dengan gemetar dan tanganku berpegangan pada pegangan tangga paling atas.
Anak tangga yang banyak sekali itu terasa berbayang di pandanganku. Ketika aku menuruni anak tangga salah satunya keseimbanganku jatuh.
Aku jatuh dari anak tangga paling atas, kemudian berguling sampai bawah. Tubuhku membentur anak tangga dan rasanya sakit sekali.
Hingga saat itu pandanganku semuanya gelap dan aku kemudian tidak sadarkan diri.
***
Aroma lavender terasa di penciuman Kim Jisoo. Dia membuka mata perlahan dan melihat ruangan rumah sakit yang serba putih. Dia melirik pelan dan melihat Infus menusuk tangannya.
"Sayang sudah bangun?" Suara yang sangat dia kenal menyapanya dengan ramah, Ibunya menghampiri lantas membelai rambutnya pelan.
"Eomma..." Suara gadis itu terdengar lemah.
"Iya... kamu baik-baik saja sayang." Jawab Eommanya, namun jawaban itu membuat Kim Jisoo ragu sebab perutnya terasa nyeri sekali.
"Eomma, sakit." Keluh Kim Jisoo. Eommanya menghela nafas iba dan membelai rambut gadis itu dengan rasa kasih sayang.
"Nanti akan segera sembuh."
"Eomma aku hamil dan jatuh. Lalu bagaimana?"
Mata cantik gadis itu yang sendu menatap Eommanya dengan penuh harap. Wanita berusia 45 tahun itu lagi-lagi menghela nafas panjang dan diam sebentar.
"Bayinya tidak selamat."
"Dokter harus memberikan tindakan karena benturan yang sangat keras itu. Kau pendarahan banyak Kim Jisoo.""Aku keguguran?"
Eommanya lalu mengangguk.
"Eomma, Kim Seokjin mana?"
"Diluar, sedang ke minimarket sebentar. Eomma sangat syok ketika Kim Seokjin mengabari semalam."
Kim Jisoo lalu diam dan melihat ke arah jendela. Semalam ada ribut kecil antara dia dan Kim Seokjin untuk pertama kali. Ribut yang membuat lelaki itu sangat kecewa atas dirinya.
Tiba-tiba perasaannya menjadi mellow.
Dia mencoba berada di sisi Kim Seokjin. Mencoba berada di posisi lelaki itu, yang menikah tanpa ada rasa suka sama sekali. Yang menikah hanya karena perlu menurut pada orang tua sebab keluarganya sudah terlalu berjasa. Kemudian di kecewakan dengan kenyataan seperti ini.
Lantas bagaimana kelanjutan pernikahan yang baru hanya tiga bulan ini? Apa akan berhenti begitu saja?
Suara pintu bergerak, Gadis itu menoleh ke arah pintu dan melihat Kim Seokjin masuk ke dalam ruang.
"Kim Seokjin, Jisoo sudah sadar. Eomma keluar sebentar ya?"
Lelaki itu mengangguk dengan sopan, saat Eommanya melewatinya untuk keluar dari ruangan.
Sesaat ketika mereka hanya tinggal berdua, ruangan berubah menjadi hening. Hanya ada suara Ac ruang dan jarum jam di dinding yang berdetak.
Gadis itu masih belum menatap wajah lelaki itu dan melihat arah pandang lain dengan tatap kosong.
"Kim Jisoo... syukurlah kau sudah sadar."
"Maafkan perbuatan saya semalam."***
tbc