Part 1. Bayangan Pada Cermin

72 0 0
                                    


Kalau bukan karena cinta, aku  tidak mau mengikuti Mas Aksa tinggal di sini. Aku terbiasa hidup di kota besar dengan berbagai fasilitas. Rasanya sangat berat harus ikut suamiku  tinggal di sebuah desa terpencil di kaki gunung.

"Kamu belum tahu aja, nanti kamu pasti jatuh cinta dengan tempat itu," bujuk Mas Aksa dulu  waktu dia mengutarakan keinginannya  membawaku ke sini.

Aku hanya memonyongkan bibir sebagai tanda ketidak setujuan atas keputusan itu.

Mas Aksa tersenyum. "Kita akan tinggal di sebuah rumah besar yang jauh dari hingar bingar kota. Udara di sana bersih. Di belakang rumah kita ada halaman luas, kamu boleh melepaskan hobimu bercocok tanam sebebas-bebasnya," lanjut Mas Aksa saat membujukku. "Kamu akan mendengar kicau burung liar tiap hari, melihat langit biru yang bersih, dan gemericik air yang jernih."

Aku hanya mendengkus mendengar perkataan Mas Aksa.

🖤🖤🖤

Pada akhirnya, aku memang mengikuti kata-katanya. Aku begitu mencintainya, jadi kurelakan kehidupanku sebagai gadis kota untuk mengikutinya tinggal di desa terpencil.  18 Oktober 2020 aku menikah dengan Mas Aksa. Tiga hari setelah menikah aku diboyong Mas Aksa untuk tinggal bersamanya di desa ini.

Sungguh berat meninggalkan keluarga di Jakarta, tapi rasa cinta dan keinginan berbakti pada suami mengalahkan semua itu.

Mobil yang kutumpangi bersama Mas Aksa tiba di sebuah jalan berkerikil yang sepi. Sepanjang jalan kulihat pepohonan hijau dan bunga-bunga amarilis oranye.

"Gimana? Indah kan pemandangannya?" tanya Mas Aksa di belakang kemudi.

Kuakui, aku memang sudah jatuh cinta dengan pemandangan di desa ini. Namun aku masih sedikit gugup, akankah aku bisa tinggal di sini tanpa keluargaku?

Dengan tangan kirinya Mas Aksa menggenggam erat jemariku.

"Jangan takut, sayang. Aku akan selalu melindungimu. Masa' perjuangan cinta kita yang panjang harus terganggu hanya karena aku ditugaskan di sini," katanya meyakinkanku.

Kujawab perkataan Mas Aksa dengan senyum dan genggaman jariku pada tangan hangatnya.

Memang benar, perjuangan cintaku bersama Mas Aksa sudah sangat panjang. Orang tuaku sempat tidak setuju dengan hubungan kami karena Mas Aksa bukan berasal dari keluarga berada. Namun aku terus berjuang untuk bisa bersamanya. Setelah Mas Aksa berhasil menjadi seorang polisi, keluargaku akhirnya mengizinkan walaupun masih sedikit sangsi.

"Kalau kamu menikah dengannya, kamu harus tinggal di tempat terpencil, jauh dari orang tuamu. Sebenarnya mama papa ingin kamu menikah dengan Ivan, anak dari teman papa yang menjadi dokter itu. Kamu masih bisa tinggal di kota dan tetap mengunjungi kami, " kata mama waktu itu.

"Ma, yang menjalani pernikahan kan Fey, bukan mama atau papa. Fey mantap dengan Mas Aksa, jadi Fey tetep maunya nikah sama Mas Aksa. Percayalah Ma, Fey akan baik-baik saja. Fey akan buktikan semua itu," jawabku atas perkataan mama.

Akhirnya mama papa mengizinkanku menikah dengan kekasih yang kucintai. Kini aku bersamanya, dalam sebuah mobil yang membawa kami ke rumah yang akan ditempati. Aku jauh dari keluarga, dan harus membuktikan pada mama papa bahwa diri ini akan baik-baik saja dengan keadaan yang dipilih.

🖤🖤🖤

Rumah yang kutempati bersama Mas Aksa sangat besar bertingkat dua. Rumah bernuansa kuno dengan pepohonan di sekitarnya.

Malam telah tiba. Kusandarkan kepala di bahu  Mas Aksa melepas lelah setelah perjalanan tadi.

"Kenapa lemes gitu? Capek ya?" goda Mas Aksa sambil menyentil hidungku.

"Iya, kaki Fey pegel banget kayak habis jalan dari Arab ke Amerika," jawabku sedikit melucu.

Mas Aksa tertawa. "Hahaha, harusnya mas dong yang capek, bukan kamu, kan dari tadi mas yang nyetir, kamu duduk doang,"katanya.

"Mana Fey pijat," tukasku sambil mulai memijat pundaknya.

"Pijatan apa nih, ga ada rasanya. Malah geli doang."  Mas Aksa meledekku.

Kucubit pinggangnya keras-keras. Dia sedikit mengaduh lalu memukulku dengan bantal. Kubalas pukulan bantalnya. Kami terus bercanda hingga akhirnya candaan itu berubah jadi sikap mesra dan sayangnya padaku.

Malam itu kami lewati dengan indah. Kulepas segala rasa sayang dan cintaku padanya, hingga akhirnya aku terlelap tidur di pelukan lelaki yang kucintai.

🖤🖤🖤

Pukul dua malam aku terbangun saat merasa harus ke kamar mandi. Kulangkahkan kaki ke ruangan yang berada dekat dengan kamar yang kami tiduri. Tak ada yang aneh, hingga kemudian kudengar suara ketukan di cermin yang ada di kamar mandi ini. Dengan jantung berdegup kudekati cermin itu. Kulihat bayanganku di sana dan tempat sekelilingku. Tak ada yang aneh. Ah mungkin suara ketukan itu hanya halusinasi.

Kuputar kran air di wastafel dekat cermin untuk mencuci muka. Tidak! Apa ini? Dari kran air itu keluar darah! Segera kututup kran itu lagi karena takut. Benarkah ini? Ataukah semua ini hanya halusinasiku?

Kutata degup jantung di dadaku. Sedikit kubuka kran lagi. Ya ampun! Memang keluar darah!

"Maaas!" dengan suara gemetar kupanggil Mas Aksa.

Tak ada jawaban yang kudengar. Inginku melangkah menjauhi tempat ini, tapi seakan kaki ini terpaku dan tak bisa beranjak.

Kembali kutata hatiku. Ini hanya halusinasi, ini hanya halusinasi, kuusahakan untuk menguatkan hatiku. Pelan kubuka kran. Oh benarkan, ini hanya halusinasi! Kulihat air jernih mengalir deras dari kran ini. Kucuci mukaku dengan gembira. Aku merasa puas telah berhasil melewati rasa takut. Hingga akhirnya kutersadar air yang kugunakan untuk cuci muka ini berbau anyir. Cairan kental warna merah mengalir di wastafel, keluar dari kran yang kugunakan untuk cuci muka. Aku ... aku cuci muka menggunakan darah? Tidak!

Jantungku berdegup kencang. Untuk meyakinkan bahwa diri ini memang mencuci muka dengan darah kuarahkan wajah ke cermin. "Aaaaaargh!" kujeritkan kencang-kencang rasa takutku saat melihat cermin.

Itu memang bayanganku, tapi kulihat wajahku penuh darah dengan rambut panjang berwarna putih. Kulitku berubah keriput seperti wanita tua berusia tujuh puluhan tahun, bahkan gigi taring keluar dari mulutku.

"Tidaaak!" kembali kuteriakkan rasa takutku.

*Bersambung*

*Bersambung*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Teror Pengantin BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang