Nafsu Birahi Hantu Wanita Cantik

14 1 0
                                    

Aku tiba di Malaysia pada tanggal lima Desember tahun lalu.Pesawat Lion Air yang saya tumpangi dari Jakarta mendarat di KLA tepat jam 20.45 atau pukul 21.45 waktu Malaysia, Karena keterpautan satu jam antara Indonesia dan Malaysia.

 Dari Jakarta saya bersama empat orang dan bisa dibilang satu rombongan untuk tujuan yang sama yaitu menghadiri hajatan pernikahan (atau kenduri dalam bahasa Malaysia) dari Azhar, putra pertama dan Cik Irma dan wan Burhan. Karni berlima adalah sekian orang yang pernah ditolong oleh keduanya sehingga sudah semestinya kami berbalas jasa.

Sebenarnya Cik Irma dan Wan Burhan bukanlah warga asli Malaysia. Mereka pendatang yang tergolong sukses. Mereka menginjakkan kaki di bumi Ipin-Upin ini sejak tahun 2001. Karena Wan Burhan sendiri sudah berlatar belakang orang kaya, jadi untuk mengembangkan bisnis di Malaysia baginya tidaklah sulit. Bahkan di Bengkulu sendiri, tanah kehahiran Wan Burhan, ia masih punya berpuluh hektar tanah warisan yang ditanami sawit.

 Untuk sampai di perumahan elit Bukit Saujana Selangor, tempat tinggal Wan Burhan sekeluarga, kami harus menempuh waktu sekitar satu jam naik kereta (mobil).

 Namun, tak seperti di Indonesia, jalan raya di Malaysia mulus tiada kendala. Dan selama dalam perjalanan, tidak sedikitpun saya mendengar suara klakson dan mobil. Sepeda motor pun hanya hitungan jari saja.

“Iyelah Bang, orang di sini sudah sedar peraturan,” kata lbek:putra kedua dari Wan Burhan yang kebetuhan menjemput kami, dengan logat Malaysia.

Ibek lalu berhenti di salah satu kedai.“Kite makan Tomyam dulu Bang,” katanya.
“Kata Mama jangan sampai laper kalau sudeh di Malaysia.
”Memang karena kami dilandasi lapar, mangkok-mangkok Tomyam itu pun terlahap habis. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan hingga tiba di rumah wan Burhan.
  Saat itu acara kenduri tinggal dua hari lagi. Sedangkan akad nikah sudah seminggu lalu di Kelantan karena Kak Noor, istri dan Azhar adalah warga Kelantan aseli.

“Berapa jam ke Kelantan, wan?” tanyaku kepada wan Burhan di seha-sela minum kopi.
“Sepuluh jam, Din,” jawabnya singkat. “Tapi tak ada capek waktu itu, semuanya senang.”
Untuk acara pesta kenduri,Wan Burhan menyewa tempat khusus di Kayangan Heights. perumahan super elit bagi kalangan berduit atau jetset. Tarif sewa tempat saja 6.000 ringgit atau setara Rp l8 juta sehari. Belum lagi kabinet dapur dan orgen tunggal yang didatangkan langsung dari Jakarta.

 Menurut Wan Burhan, yang datang dari Indonesia saja diperkirakan ada seratusan lebih. Dan semuanya ia yang belikan tiket pesawat. Dalam bayanganku, berapa ratus juta yang  digelontorkan untuk kenduri kali ni.
Sore itu, saya bersama tiga rekan lainnya datang ke sana untuk memasang dekorasi dan menata bunga-bunga.

 Pemandangan di Kayangan Heights memang indah luar biasa. Di dekat tempat pesta ada kolam renang itu yang sangat luas dengan lanskap perbukitan. Burung-burung jalak pun dengan damainya terbang ke sana kemari.

Tanpa terasa, pukul 23.00 malam telah lewat. Dua temanku sudah capek dan kulihat merem-melek di ambang tidur. Sedang aku sendiri masih merapikan tatanan bunga serta tulisan-tulisan yang belum rapi. Keheningan malam itu buyar ketika kudengar debur sesuatu dari kolam renang.
Baru aku sadar bahwa sedari tadi ada orang yang berenang.

 Malam-malam dingin begini siapa yang berenang?pikirku.

Bola mataku kulekatkan betul ke sosok itu. Meski terang, tapi aku belum melihatnya karena tidak juga Ia menyembul.

Pada akhirnya kuketahui Ia seorang wanita berambut sebahu dan berkulit kuning mengkilat. Ia melambaikan tangan kepadaku. Aku pun mendekat. Kulihat dua temanku yang dari Indonesia telah terlelap karena capek.

“Mau ade kenduri?” tanyanya menyapaku.
“Iya, iya jawabku gugup.“Dari Indon?” tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk.

Kami lalu berbincang lama. Tidak tampak ada sesuatu yang aneh dan dirinya. Kecantikannya adalah perpaduan antara Melayu dan cina. Lin, begitu dia memperkenalkan diri kepadaku meminta tolong untuk mengantarkan ke rumahnya yang ia beli dua tahunan lalu. Dia beralasan tidak bawa mobil. Rumah itu, akunya, seharga lima ratus ribu ringgit. Alamak... jadi satu rumah di komplek Kayangan Heigts harganya sekitar Rp 1,5 milyar. Aku menelan Iudah.

 Karena tugasku sudah selesai, aku pun mengiyakan saja permintaanya. Sebelum pergi aku menemui Rojab, satpam yang berasal dari Hindustan. Tapi Ia pun sudah terlelap tidur. Lin sendirian di rumah mewah itu. Ia sudah bercerai dengan suaminya yang orang Cina.

Kelihatannya Ia tak mau mengungkit lagi masa lalu yang buruk itu.

“Teh tubruk pakai susu atau white coffee?” Lin menawariku ketika sudah sampai di rumah mewahnya.

“Tak. Maaf, aku Iangsung balik ke sana ya Lin, sudah larut,” tolakku. Tidak enak rasanya malam-malam begini di rumah seorang janda.

“Tunggulah barang sebentar,” kata Lin setengah merajuk. Lin lalu mendekatiku dan Iangsung melekatkan bibirnya ke bibirku. Spontan hasrat kelelakianku meninggi sehingga akupun membalasnya.

 Ketika Ia telah membuka semua bajunya dan dengan beringas mendatángiku, seketika kesadaranku pulih dan langsung teringat pada Sinta - istriku, Kutelangkupkan kedua tanganku ke wajah.

“Maaf Lin. Aku harus secepatnya balik,” tegasku. Lin lalu memakai bajunya perlahan.

“Tak apalah,” katanya dengan nada rendah. “Di bawah almari tu ada wangku sebelas ringgit. Kalau aku tak ade, ambileh semuanye.”

Aku sedikit heran dengan kata-katanya. “Maksudnya ?“ Belum sampai lengkap pertanyaan atas keherananku, Lin meniup wajahku dan semuanya terasa gelap.

“Din, bangun. ..bangun Lamat-lamat kudengar suara Wan Burhan memanggil.
Kurekahkan mataku sedikit demi sedikit. Setelah normal, kulihat di dekatku sudah ada Wan Burhan, dua temanku dan Rojab.
  Dimana Lin? Aneh, apa yang terjadi? Rumah Lin juga kotor dan barang-barang berserakan di sana sini. Padahal semalam jelas-jelas aku di rumah mewah Lin. Dan aku hafal betul tempat-tempat almari, kursi dan perabotan lainnya.

 Keherananku terjawab oleh cerita Rojab yang sudah fasih berbahasa Melayu meski sesekali berbahasa lnggris. Menurut dia, rumah ni sudah dua tahun lebih kosong karena dulu pernah terjadi pembunuhan sadis.

 Sang suami yang sekarang dipenjara karena menghujamkan 18 tusukan ke tubuh istrinya. Rojab juga bercerita bahwa ia sering melihat bayangan wanita di rumah kosong ni ketika malam-malam ia sedang bertugas keliling.

 Mungkinkah itu Lin?
Ketika sudah keluar pintu mendekati mobil, aku kembali melirik ke dalam. Aku masih ingat betul apa pesan Lin.

“Tunggu sebentar, wan,” pintaku.
“Aduuuhhh, apalagi Din,” sahut Wan Burhan sedikit jengkel.

 Aku tidak menjawab tapi langsung menuju ke almari, seperti yang ditunjukkan Lin semalam. Wan Burhan, Rojab, dan kedua temanku terpaksa mengikutiku. Kujongkokkan badan, dan aku mulai merogoh bawah almari yang renggang. Tanganku menyangkut sesuatu berupa sejenis kertas.

Ketika kuangkat dan kubuka, ternyata isinya uang ringgit Malaysia yang sangat banyak. Semuanya terpana dan heran atas apa yang barusan terjadi.
Semua uang itu lalu kuberikan kepada pengurus masjid setempat. Kebetulan bertepatan dengan amal sedekah bagi rakyat Syria di masjid itu. Harapku, semoga Lin tenang dan tidak lagi mengganggu kami lagi.

Itulah cerita pendek mistis misteri kisah nyata hampir bersetubuh dengan makhluk gaib hantu wanita cantik

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita hororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang