1 • Studenten En Soldaten ❄

1.6K 205 147
                                    

Minho suka pekerjaannya. Sangat suka malah. Bersentuhan dengan pistol, berjemur di bawah terik matahari, atau berlomba bertahan hidup di dalam hutan, setiap sebulan sekali.

Tapi, dari semua kesenangan yang Minho rasakan, tetap ada sisi minus dari pekerjaan yang memang sudah menjadi cita-cita nya ini.

"Ingat, jangan provokasi anak-anak itu nanti." 

Minho anggukan kepalanya, mengiyakan apa yang sang pemimpin perintahkan.

Minggu ini, harusnya Minho libur dari segala bentuk aktivitas kerja. Libur pertamanya setelah tiga bulan dikirim ke khawasan perang di palestina sana.

Minho, dan rekan satu timnya baru kembali seminggu lalu. Menghabiskan waktu di camp, dengan pengawasan khusus dari tim medis. Mengantisipasi jika terjadi penularan wabah selama perjalanan mereka kembali ke tanah air.

Namun, ketika hasil tes semua anggota nya negatif, mereka malah mendapat tugas tambahan pagi ini.

"Ayo lah, keburu rame." Seorang rekan tepuk bahu minho pelan. Briefing sederhana mereka baru saja selesai, di akhiri dengan perintah sang kapten untuk segera berangkat ke lokasi tugas mereka.

Minho hanya mengangguk sebagai jawaban. Pemuda scorpio itu lantas membawa kaki nya melangkah ke luar ruangan.

❉❉❉

Pagi ini, entah apa yang sebenarnya terjadi. Minho dan timnya harus ikut membantu para polisi. Mengamankan beberapa titik lokasi yang sepertinya akan dijadikan titik kumpul para pelajar perguruan tinggi.

"Di tinggal telung sasi wae wes rusuh negoro iki." (ditinggal 3 bulan aja udah rusuh negera ini) 

Itu gerutuan pemimpin nya. Sangat jelas, jika sang letnan kesal dengan tugas tambahan ini. Namun tak punya kuasa lebih untuk menjawab 'tidak' pada pria lain yang lebih tinggi pangkatnya, tadi pagi.

Minho mendengus pelan, ia edarkan pandangannya ke sekitar. Area di depan gedung ini belum terlalu ramai. Hanya beberapa orang yang mayoritas berseragam polisi, dengan pengamanan lengkap, berseliweran di sana sini.

"Gak opo mas, seenggak e ndak onok bom ning kene." (gakpapa mas, seenggaknya gak ada bom disini)

Minho beri senyuman kecil pada pemimpinnya, berfikir jika sedikit candaan bisa mengembalikan semangat laki-laki kelahiran kota pahlawan itu.

Selain karena bekerja di satu tim yang sama, kampung halaman yang sama-sama berasal dari Jawa Timur membuat keduanya akrab dengan cepat. Bahkan pangkat yang berbeda, tak membuat rasa canggung tumbuh diantara mereka.

"Iyo sih gak onok. Tapi kepengen muleh aku.." (iya sih gak ada, tapi pengen pulang aku)
Bangchan, sang letnan ungkap keluhannya sekali lagi.

Kali ini, hanya kekehan Minho yang terdengar menyauti. Ia sedikit banyak paham tentang keluhan Bangchan. Pemimpin nya itu baru saja melangsungkan pernikahan. Dengan seorang dokter sekaligus dosen yang mengajar di salah satu kampus ternama di Surabaya.

Namun, belum genap seminggu menikmati hidup sebagai seorang suami... Perintah untuk terbang ke Palestina sudah lebih dulu turun dari atasan mereka.

"Sabar, mas.." Minho tepuk pelan bahu lawan bicaranya.

Tak lama berselang, samar suara nyanyian dan teriakan orasi mulai mereka dengar. Asalnya tentu dari para pendemo yang mulai mendekat ke area yang Minho dan rekan-rekannya jaga.

Minho kenakan pelindung kepala nya, kemudian bergerak menuju ke tempat dimana ia seharusnya berjaga. Tepukan di bahu sempat ia dapat dari Bangchan, seolah memberikan semangat padanya.

Christmas in Winter✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang