Alana, gadis ceria yang mempunyai banyak tingkah. Setiap orang dibuat geleng-geleng akan sikapnya. Dia tak pernah memperlihatkan kesedihannya pada siapapun. Dengan topeng yang selalu ia pakai diwajahnya.
"Al, mata lo kenapa kok sembab gitu?" Tanya Ais, salah seorang teman sekelasnya.
"Masa sih? Emang keliatan banget ya?"
"Iya, tau. Lo habis nangis tadi?" Tanyanya yang terlihat khawatir. Pasalnya masih pagi-pagi begini Alana sudah murung. Apalagi dengan kedua matanya yang bengkak.
"Ya kali gue nangis pagi-pagi gini. Enggak lah, ini gue semalem habis liat drakor. Endingnya ngeselin, masa sih cowo diberitakan meninggal trus ceweknya percaya. Padahal si cowoknya selamet dari kebakaran itu. Pokoknya greget banget deh" ucapnya dengan ekspresi yang meyakinkan.
Keduanya pergi ke mejanya masing-masing dan bersiap untuk ujian terakhir.
Kriiing....
Alana, gadis itu sekarang berada di perpustakaan sendirian. Membaca buku???
Bukan
Ia hanya ingin menenangkan pikirannya. Kepalanya pusing memikirkan masalah yang menimpa keluarganya. Ia membenamkan kepalanya diantara lipatan tangannya.
Took! Tok! Tok! Tok!!!
"Permisi, Assalamualaikum!!!"
Brak! Brak! Brak!
Suara yang awalnya ketokan biasa menjadi seperti gebrakan kasar.
Jam masih menunjukkan 11.00 malam, siapa yang malam-malam seperti ini bertamu dirumah orang. Tidak tahu waktu saja!Gadis itu mulai terusik dari tidurnya, karena takut dengan gedoran pintu yang keras itu. Ia pergi ke kamar neneknya untuk membangunkannya. Perlahan-lahan ia membukakan pintu ruang tamu dengan neneknya yang berada di belakangnya.
Pria-pria berjaket hitam dengan tubuh besar dan dempal itu masuk begitu saja tanpa berbicara sepatah kata. Menggeledah seluruh rumah.
"Pak ada apa ya ini?" Tanya nenek Alana dengan gemetaran. Tentu saja kedua wanita itu takut. Apalagi hanya ada mereka berdua saja di rumah.
"Maaf ibu, perkenalkan kami dari kepolisian ingin menyelidiki rumah ini barangkali ada bukti-bukti yang disembunyikan oleh anak ibu" penjelasan salah satu pria berjaket hitam itu membuat kedua wanita dihadapannya diam mematung. Astaga! Masalah apalagi ini?!
"Memangnya anak saya berbuat apa pak?"
"Jadi, anak ibu telah menjadi tersangka pencurian sepeda motor..." dan mengalirlah cerita pak polisi itu.
Air mata mengalir dari kedua pelupuk mata Alena. Kecewa? Pasti. Sedih? Tidak usah ditanya lagi. Ayahnya selalu saja membuat keluarganya menjadi sengsara.
"Nak, saya lihat tas kamu baru beli ya?" Tanya seorang pak polisi yang tak diketahui namanya itu.
Alana hanya mengangguk pelan dengan air mata yang meluncur sedari tadi.
"Pasti itu hasil ayah kamu nyuri. Selama ini kamu dihidupi dengan uang haram"
Nyees...
Tutur kata pak polisi itu sangat melukai lubuk hatinya. Bagaikan sebuah kulit yang sudah terluka dan ditaburi garam diatasnya.Setelah tak menemukan apa-apa di dalam rumah, pak polisi itu langsung pergi.
Pecah sudah tangis Alana. Tidak dengan neneknya, bahkan neneknya sedari tadi hanya diam saja.
"Al, nenek udah nggak bisa nangis lagi. Rasanya air mata nenek sudah habis buat menangisi tingkah laku ayahmu itu"
Mereka berdua memutuskan untuk tidur berdua. Bukannya tidur, Alana hanya menagis sesenggukan.
"Nek, ayah sek- sekarang dimana? Hiks.. hiks""Nenek juga tidak tahu Al" hingga menjelang subuh keduanya tidak ada yang tidur. Matanya menjadi bengkak karena kebanyakan menangis dan kurang tidur. Padahal hari ini masih ada ujian.
"Hei! Bangun lo, perpus itu bukannya tempat buat tidur. Tapi buat baca buku, belajar. Kalo mau tidur di rumah aja sana! Nggak usah sekolah" tiba-tiba saja datang seorang anak laki-laki dengan menyenggol keras lengan Alana.
"Udah dibilang bangun malah nggak bangun bangun sih lo! Budeg ya lo?!" Teriak pada gadis itu. Untung saja perpustakaan saat itu tidak ada orang sama sekali jadi ia tidak ditegur.
Bruuk!
Alana tergeletak tak sadar dengan hidung yang mengeluarkan darah. Laki-laki itu kaget dan bingung melihat kondisi Alana yang terkapar lemas.
Langsung saja laki-laki itu menggendong Alana menuju mobilnya. Ia menelepon temannya agar mengijinkannya tidak mengikuti ujian hari ini.
"Pak! Bukain gerbangnya!" Teriak nya dari dalam mobil.
"Mau kemana kamu? Bolos ya? Nggak akan saya bukain!" Bantah pak Dadang selaku satpam sekolah.
"Duh pak, ini ada orang sekarat di mobil. Udah bukain pak! Bapak mau ni orang mati di sini?" Mendengar ucapan cowok itu. Pak Dadang berjalan menuju gerbang antara percaya dan tidak percaya pada cowok itu. Takut dikibulin.
Gimana guys ceritanya? Bagus ndak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Bahagia
Teen FictionMenangis dikamar sendirian. Tanpa ada yang mengetahui, itulah kebiasaan Alana. Berbagai masalah hinggap dihidupnya seakan-akan betah bersanggar dihidupnya. Keluarganya berantakan. Mamanya tidak peduli dengannya, tidak pernah mengajak nya berbicara b...