27 - Kemarahan Bian

297 17 0
                                    

Berbagai acara telah mereka lewati dari yang berfoto bersama, permainan, berjoged, dan tibalah di acara yang di tunggu-tunggu oleh kebanyakan para siswi. Dansa.

"Mau berdansa putri?" tanya Saka seraya mengulurkan tangannya di hadapan Naya.

"A-apaan sih," ucap Naya dengan nada gugup dan menyingkirkan tangan Saka pelan.

Saka memasang wajah memelas, "Yahh, di tolak?"

"Gue gak bisa dansa," ucap Naya pelan seraya menunduk. Menimbulkan senyuman tampan di wajah Saka.

"Kan gue bisa," sahut Saka.

Dan tanpa aba-aba lagi, ia menarik tangan Naya menuju ke tengah-tengah ruangan dan menggerakan tangan kecil tersebut untuk bertengger di lehernya. Sedangkan tangannya melingkari pinggang ramping Sakura.

Dan posisinya kali ini sungguh tidak menyehatkan kinerja jantungnya yang mendadak bekerja sangat cepat. Dan perasaan inilah yang Nayabenci, dan selalu ia sangkal.

"Liat gue Naya, jangan nunduk," ujar Saka lembut namun pelan. Karena memang sedari tadi, gadis cantik di hadapannya menatap ke arah bawah dan Saka pikir, Naya hanya menatap sepatu mereka.

Saat Naya mendongakkan kepalanya dan bermaksud menatap Saka, senyuman pemuda tersebut kembali membuat Naya seakan tidak berdaya.

Saka bahkan semakin menarik Naya agar menempel padanya. Senyuman itu bahkan belum pudar sama sekali.

"Gue harap lo gak denger detak jantung gue Nay," ucap Saka pelan.

Naya sempat menahan nafas ketika ucapan tersebut keluar dari mulut pemuda yang memang tampak sangat menawan malam ini. Ini tidak bisa di biarkan.

Jika Naya terus menerus seperti ini, ia takut akan perasaannya sendiri. Dengan gerakan tiba-tiba, Naya melepaskan diri dari Saka dan berjalan cepat entah kemana.

Membuat tanda tanya besar di kepala Saka ketika melihat tingkah Naya yang tiba-tiba.

Saat Naya yakin jika Saka sudah tidak berada di belakangnya, gadis itu segera menelpon seseorang. Siapa lagi jika bukan Bian. Nada sambung pertama tidak ada jawaban sampai nada sambung ke lima dan hanya suara operator yang ia dengar.

"Angkat Bi," ucap Naya cemas karena Bian tidak kunjung menjawab sambungan teleponnya.

Sembari menunggu jawaban dari pemuda yang bahkan Naya saja tidak tahu sedang apa pemuda tersebut sampai mengabaikan panggilannya. Oke, Bian memang selalu mengabaikannya.

Naya berjalan ke arah sofa dan mendudukkan dirinya di sana, saat tatapannya masih sibuk pada hp yang menghubungi Bian, seseorang duduk di sampingnya dengan senyuman ramah.

"Hai," sapanya.

Naya sempat mengerjabkan matanya beberapa kali sebelum menyahuti sapaan pemuda tersebut, "Hai," dan diikuti sebuah senyuman.

"Boleh kan gue di sini?" tanya pemuda di hadapan Naya.

Naya mengangguk dan tersenyum manis, membuat pemuda dengan dua kancing kemeja yang di biarkan terbuka itu terkesiap melihat senyuman Naya.

"Mau?" tawar pemuda tersebut seraya menyerahkan gelas berkaki tinggi dengan minuman berwarna -entahlah, Naya juga bingung- yang ada di pikirannya hanya warna minuman tersebut seperti bensin. Mengisi separuh gelas yang kini berada di tangannya.

"Thanks," ucap Naya seraya mengangkat gelas tersebut.

Naya kembali sibuk dengan ponselnya, berkali-kali ia menghubungi Bian, namun tidak ada panggilannya yang di jawab pemuda tersebut.

BIANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang