Hidup Atau Mati

24 2 0
                                    


Aku jengkel setengah mati. Seharian ini aku harus menghindari pria gila itu. Entah berapa kali aku mendapatinya sedang mengikutiku diam-diam. Bahkan ketika aku sengaja memasuki toko pakaian dalam wanita pun dia dengan tanpa malu juga mengikuti. Apa yang sedang difikirkannya. Tak cukup jelas kah kata-kata yang kulontarkan untuknya. Aku memasuki restoran yg ada disalah satu sudut mall. Sengaja aku memilih tempat makan yang terbuka dan ramai untuk sedikit menggeser fikiranku bahwa aku sedang dibuntuti. Aku duduk disalah satu sofa. Mulai menimbang-nimbang ingin memesan apa. Aku lapar, aku butuh tenaga untuk memarahinya setelah ini. Aku melihat-lihat gerai yg berjejer di sebelah kanan restoran. Restoran ini mengusung konsep festival kuliner. Dia menempatkan beberapa menu andalan rumah makan diluaran disetiap gerai. Itu menjelaskan mengapa tempat ini ramai, karena ada banyak pilihan yang bisa diambil. Aku berdiri menuju salah satu gerai, mataku melirik kesekitar untuk mencari pria itu. Tidak kutemukan, tapi aku yakin dia sedang mengawasiku dari satu tempat disekitar sini. Aku memesan makanan lalu kembali duduk di sofa.

Tukang PHP, aku terkenal dengan image itu. Aku selalu bersikap ramah di depan pria-pria yang menunjukkan ketertarikan padaku. Bukankah hal yang wajar jika aku ingin bersikap baik di depan orang lain. Tapi sepertinya para pria itu selalu salah paham denganku. Mereka terlalu cepat menyimpulkan bahwa sedang jatuh cinta ketika mulai tertarik dengan seorang wanita. Dan apa salahku jika menolak mereka semua, menganggapku sombong, sok jual mahal, atau apalah lagi aku tidak perdulikarena aku bukan orang yang gampang menaruh perasaan pada seseorang. Dalam seminggu ada saja yang menyatakan perasaan padaku, sepertinya ada perkumpulan yang sedang bertaruh mendapatkan aku, karena rasanya tidak mungkin hampir separuh isi kampus menyatakan telah jatuh cinta padaku. Ya, aku menganggap diriku seperti piala yang berusaha diperebutkan oleh mereka.

Seseorang mengantarkan makanan kepadaku, tapi ada yang aneh. Ini menu yang berbeda, aku tidak pernah memesan salad, pasti ada yang salah. Aku berdiri untuk memastikan, tapi kakiku tak jadi melangkah ketika kutemukan secarik kertas di atas nampan. Aku membukanya dan hanya ada tulisan bertinta emas.

"Junk food sangat tidak cocok untukmu. Makanan sehat adalah yang terbaik untuk wanita semahal dirimu."

Seketika aku merinding lalu melempar kertas itu. Aku memandang sekeliling tapi tak kutemukan pria itu. Sungguh, dia pria gila. Nafsu makanku menghilang dan aku harus pergi dari sini. Aku meninggalkan restorant itu dengan kesal, sengaja menghentakkan kakiku agar dia melihat bahwa aku benar-benar marah. Aku terus berjalan dengan cepat menuju parkiran. Aku mengambil kunci mobil dari dalam tas. Tapi belum sempat aku mendapatkannya, ada yang menahan tanganku. Aku berbalik, dan tersenyum. Akhirnya ini yang kutunggu, pria ini berani muncul dihadapanku.

"Wah, lihat siapa yang ada dihadapanku sekarang." aku tersenyum puas menatap pria itu. Aku bukan tidak mengenalnya. Aku hanya tidak tahu siapa dia, tapi pernah melihatnya beberapa kali di kampus. Aku menarik tanganku untuk melepas pegangannya. Aku lalu kembali merogoh ke dalam tasku untuk kembali mencari kunci. Tapi tidak terduga, dia merebut tasku dan membuangnya. Aku setengah tak percaya dia berani sekasar itu. Dia lalu mendekat, membuatku mundur perlahan.

"Kenapa kau meninggalkan sesuatu yang sudah kupersiapkan untukmu. Aku telah bersusah payah untuk memikirkan dirimu, tapi kamu tak sedikitpun menghargainya"

"Apa yang telah kau persiapkan untukku. Makanan yang membuat nafsu makanku menghilang. Siapa kamu berani berlaku seperti itu kepadaku?"

Dia maju selangkah lagi, membuatku mundur hingga tubuhku menyentuh pintu mobil. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Aku kaget setelah melihat bahwa yang diambilnya adalah sebuah pisau. Mataku menatapnya tajam.

"Kau mau apa?"

"Kau tidak perlu bertanya, kamu cukup menerima. Aku ini orang yang paling berhak memikirkanmu. Kau berjalan seharian tanpa istirahat, setiaknya makanlah sesuatu baru pulang. Aku sudah memilihkan yang terbaik untukmu. Kembalilah, makan makananmu."

Orang ini benar-benar sudah gila. Dia tidak hanya stalker, dia seorang psikopat. Aku menghela nafas berusaha menenangkan diri. Aku berusaha tidak meliat pisau yang ada ditangannya.

"Kalau aku tidak mau?"

Dia tertawa dengan keras, memecah keheningan di lahan parkir yang tak menampakkan seorang manusia pun. Aku mengernyitkan dahi, alih-alih takut, aku lebih merasa bingung.

"Jika kamu menolak, aku akan membuatmu melakukannya."

Dia lalu mengarahkan pisau kearahku. Membuatku tidak dapat bergerak karena pisau itu berada cukup dekat denganku. Aku tertawa sambil menatap sekitar. Berharap menemukan satu orang pun manusia. Tapi tak ada yang bisa kutemukan. Mataku lalu tertuju pada CCTV yang ada di salah satu sudut. Tentu saja, pasti ada seseorang di ruang kontrol yang melihat kejadian ini. Aku cukup mengulur waktu sampai seseorang datang untuk menolongku. Aku kembali menatap pria itu.

"Seseorang pasti akan datang menolongku. Lihat saja, kamu akan berakhir dipenjara untuk apa yang kau lakukan sekarang"

"Seseorang? Kamu memiliki seseorang? Kamu tidak memiliki seseorang, kamu hanya memiliki aku."

Pria itu berteriak dan memepetkan pisau itu ke perutku. Apa kali ini dia sedang berdrama. Aku harus bagaimana setelah ini? Setelah itu dia berbalik membelakangiku dan berteriak menjadi-jadi. Kulihat ada seseorang yang masuk ke lahan parkir. Aku tersenyum karena berfikir ini akan berakhir. Tapi aku ternyata salah, selanjutnya apa yang tidak kubayangkan terjadi. Terlalu cepat, sehingga aku tidak sempat untuk mempersiapkan diri. Terasa perih diperutku. Pandanganku menangkap orang yang baru masuk tadi berlari menghampiri, tapi aku tidak sanggup mengucap tolong, karena pandanganku mengabur.

CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang