Kesepakatan

11 1 0
                                    

Aku mendekatkan diriku agar bisa lebih jelas mendengarkan apa yang ingin dikatakannya. Tapi dia tiba-tiba mundur selangkah.

"Kenapa mendekat? Aku hanya menyuruhmu mendengarkan, bukan mendekat."

Aku tanpa sadar tertawa dengan kasar, berkacak pinggang lalu melotot. "Baiklah, sekarang aku tidak akan mendekat, aku hanya akan mendengarkan." Aku mendengus karena kesal.

Dia lalu menarik tanganku. Kupikir dia hanya ingin agar kami menjauh dari tubuhku, tapi ternyata dia menarikku hingga ke ranjang paling depan.

"Coba kamu lihat pasien itu"

Dia menunjuk seorang pasien wanita yang tengah terbaring di ranjang. Seorang perempuan dewasa yang mungkin berusia sekitar 35 atau 36 tahun. Dia ditemani oleh seorang pria yang kemungkinan adalah suaminya. Pria itu menatap wanita yang terbaring dengan tatapan sedih, sambil menggenggam tangan wanita tersebut.

"Ada apa? Kau ingin aku apa dengan pasien itu? Aku tidak mengenalnya."

Dia lalu menatapku dan melipat tangan di dadanya.

"Kau tau kenapa wanita itu bisa terbaring disana?"

Aku menyipitkan mataku, lalu menatap wanita itu. Dia memang terpejam, tapi tidak nampak luka ditubuhnya. Kemungkinan dia bukanlah korban kecelakaan.

"Dia pasti memiliki riwayat penyakit."

"Bukan. Dia telah beberapa kali masuk rumah sakit, karena percobaan bunuh diri."

"What? Dia sakit jiwa?"

"Dia sehat, hanya saja dia cacat. Dia pernah mengalami kecelakaan saat mendaki. Itu menyebabkan dia tidak bisa berjalan lagi. Awalnya tidak apa-apa, suaminya pun selalu mendukungnya. Mereka memiliki seorang anak yang masih berumur 3 tahun. Tapi dia merasa terbebani karena suaminya harus mengurusnya dan anak mereka. Dia selalu saja khawatir dan merasa tidak berguna sebagai istri. Beberapa kali dia menyatakan ingin bercerai, dan menyuruh suaminya mencari perempuan lain. Tapi suaminya tidak mau dan terus mempertahankannya. Hingga akhirnya dia berfikiran untuk mengakhiri hidupnya. Mungkin ini sudah kali ke 6 dia mencoba bunuh diri, tapi suaminya selalu menggagalkannya."

"Dia keluargamu?"

"Aku tidak punya keluarga."

"Lalu kenapa kamu peduli dengan hidup mereka?"

"Ini ada hubungannya dengan kesepakatan yang akan kita bicarakan."

"Langsung saja apa kesepakatannya."

"Aku ingin kamu menggantikan dia dan berhenti menimbulkan masalah. Kamu tau kan, aku harus bolak-balik menemuinya tiap dia berusaha bunuh diri. Umurnya masih panjang, tapi dia memaksakan diri untuk keluar dari tubuhnya."

Aku melongo tidak percaya dengan apa yang kudengar barusan. Aku memang menginginkan hidup, tapi bukan sebagai orang lain.

"Kamu ingin aku hidup sebagai perempuan cacat?"

"Tidak. Kamu akan bisa berjalan selama menjadi dirinya. Tapi kamu harus bisa merubah keadaan agar dia berhenti mencoba untuk bunuh diri."

"Bagaimana caranya. Seharusnya kamu memasukkan aku ke tubuh suaminya saja."

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?"

"Mudah saja, aku akan menceraikannya sesuai permintaan istrinya. Dengan begitu dia akan berhenti bunuh diri."

"Oleh karena itu aku memutuskan kamu untuk masuk ke tubuh istrinya saja, karena kamu akan semakin menambah masalah dengan melakukan itu."

"Kenapa aku tidak boleh melakukannya? Bukankah kamu tidak ingin repot dia bunuh diri."

"Jika kamu melakukan itu, aku akan dihukum karena merusak pernikahan orang lain dan menelantarkan anak manusia."

Aku melipat tanganku di dada, lalu mencibir. "Cerewet sekali."

"Apa kamu bilang?"

"Kenapa? Memang malaikat bisa marah? Apa malaikat punya emosi?" Aku tertawa mengejeknya.

Dia terlihat kesal, lalu tiba-tiba nada suaranya meninggi.

"Pokoknya, aku sudah menyampaikan kesepakatannya. Besok di jam yang sama aku akan datang lagi. Pilihannya hanya ada 2. Kamu menggantikannya atau ikut aku ke akhirat. Fikirkan itu baik-baik."

"Hei, apa tidak ada cara lain?"

"Tidak ada."

"Bolehkah aku memikirkan caranya sendiri tanpa mengikuti kesepakatanmu?"

"Di dimensi ini aku yang berkuasa. Cara apapun yang kamu fikirkan, pada akhirnya kamu juga akan mencariku."

Dia lalu berlalu begitu saja keluar dari ruangan. meninggalkanku yang masih tidak bisa berfikir jernih.

Aku harus apa?

CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang